25. Bertengkar

88 19 6
                                    

"Bang lepasin! Sakit!" Rintih Raza kesakitan karena Lyo mencengkram tangannya terlalu kuat.

Lyo menggeser pintu kamarnya dengan keras lalu menyentak tangan Raza. "Jujur sama gue, sejak kapan lo suka Alka?!"

Raza menatap Lyo dengan mata memerah karena menahan tangis. "Udah lama!" jawab Raza lantang.

Lyo terkekeh. "Udah lupa sama balas dendam?"

"Udah gue lupain sejak lama! Karena gue cinta sama Alka!" jawab Raza dengan suara sedikit bergetar.

Plak.

Raza tertoleh ke samping akibat Lyo menamparnya keras. Bekas tamparan Meta masih belum sepenuhnya sembuh kini sudah ditambah lagi dengan tamparan Lyo. Bahkan lebih keras dari tamparan Meta.

Raza menyentuh pipinya yang berdenyut lalu menatap Lyo dengan tatapan tak percaya. Karena tujuh belas tahun mereka bersama, tidak pernah sekalipun Lyo bermain kasar padanya. Lalu ini apa?

"Bang, lo tampar gue?" tanya Raza tak percaya.

"Kenapa?! Kurang?" tantang Lyo dengan napas memburu.

"Tampar aja, Bang! Sepuas lo!" gertak Raza sambil menunjuk pipi kirinya.

Plak.

Benar saja, tanpa ragu Lyo kembali memberi pipi Raza tamparan. Bahkan sampai mengeluarkan darah di sudut bibirnya. Air mata Raza pun menetes, bukan karena sakit akibat tamparan Lyo. Tetapi, akibat sakit di hatinya karena Lyo sudah berubah menjadi kasar.

"Lo udah buat kesalahan besar, Za! Lo udah jadi penghianat! Lo hianati gue! Lo hianati Warior!" bentak Lyo tepat di depan wajah Raza.

"Bang! Gue cinta sama Alka! Gue nggak bisa lanjutin balas dendam kita! Gue mohon... Lo ngerti, Bang," pintar Raza dengan air mata yang semakin deras.

Permintaan Raza membuat emosi Lyo semakin mendidih. Tangannya terkepal kuat, lalu tanpa pikir panjang ia menendang perut Raza hingga Raza terpental menubruk dinding.

Brak.

Tubuh Raza terasa remuk. Rasa sakit kini menjalar di seluruh tubuhnya. Ia meremas perutnya yang terasa sakit akibat tendangan Lyo.

Raza berusaha berdiri dengan tertatih-tatih. Suara rintihan terus-menerus keluar dari mulutnya.

Baru saja berhasil berdiri dengan sempurna, tiba-tiba sebuah vas bunga melayang mengenai keningnya. "Agrh!" teriak Raza kesakitan karena vas bunga itu pecah di keningnya dan menggores keningnya dalam hingga mengeluarkan banyak darah.

Lyo benar-benar sudah tidak terkendali, ia bahkan dengan teganya melempar vas bunga ke wajah sang Adik.

Dengan tertatih Raza melangkah mendekati Lyo yang menatapnya dengan tatapan tajam seakan Raza adalah mangsanya.

"Sa-sakit, Bang..." lirih Raza menatap Lyo penuh arti.

Sirat kekecewaan amat terlihat dalam mata Raza, "lo nggak mungkin lupa sama janji lo, Bang."

"Bang, kalo suatu saat gue buat kesalahan, lo bakal apain gue?" tanya Raza yang kini tengah menidurkan kepalanya di paha Lyo.

Lyo tersenyum. "Gue kasih duit!"

Sontak Raza tertawa. "Serius, Bang!"

"Dengerin gue! Sebesar apapun kesalahan yang lo buat, gue janji nggak akan kasar sama lo, Za! Gue janji!" tutur Lyo tulus.

Raza mengangkat jari kelingkingnya. "Janji?"

Lyo menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Raza. "Janji!"

Lyo terdiam teringat janji yang pernah ia ucapkan pada Raza. Emosi Lyo mulai mereda. Ia menatap kening adiknya yang bercucuran darah karena perlakuannya.

"Gue kecewa sama lo, Bang!" final Raza lalu pergi meninggalkan Lyo.

Lyo masih diam terpaku. Ia masih berusaha untuk mencerna apa yang baru saja dirinya lakukan kepada adiknya.

Lyo memandangi tangannya. "Gue udah tampar Raza?" tanyanya lalu beralih menatap vas bunga yang pecah dan ada yang berlumur darah. "Gue ingkar janji, Za!"

"AGRH!!!" Teriak Lyo frustasi lalu meninju dinding dengan kuat berkali-kali.

"Lyo udah, Nak. Udah!" tiba-tiba Milla datang dengan Caisar.

Milla sangat khawatir saat Raza turun dengan kening yang mengeluarkan darah cukup banyak. Saat ia bertanya Raza malah menjawab "Mamah lihat Abang aja, Abang lagi nggak baik-baik aja! Raza pergi sebentar!" setelag mengucapkan itu Raza segera berlari meninggalkan rumah.

Milla dan Caisar bergegas menuju kamar Lyo. Dan mendapati vas bungan yang sudah hancur dan Lyo yang tengah meninju dinding dengan emosi yang menggebu-gebu.

Lyo masih terus saja memukuli dinding yang tak bersalah sama sekali. Caisar menarik paksa bahu Lyo, "cari adik kamu!" bentak Caisar membuat Lyo berhenti memukuli dinding.

Lyo beralih pada Mamahnya lalu menghambur memeluk Milla. "Maafin Lyo, Mah! Lyo gagal jadi abang yang baik buat Raza..." ucapnya menyesali perbuatan yang telah ia perbuat.

Caisar dan Milla tidak tahu pasti apa yang terjadi antara kedua anaknya. Tapi yang jelas mereka sedang bertengkar hebat. Dan ini kali pertama Caisar dan Milla melihat kedua anaknya bertengkar hingga seperti ini.

Milla mengusap punggung Lyo yang bergetar hebat karena menahan tangis. "Sekarang Mamah mohon, kejar Raza. Mamah takut dia kenapa-kenapa."

Lyo mengangguk lalu berpamitan untuk pergi mencari Raza.

Saat Lyo sudah meraih kunci motornya, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Caisar. "Jelasin dulu!"

"Tapi, Raza..."

"Nggak usah sok peduli, kamu, 'kan yang buat Raza kaya gini?" tanya Caisar memastikan. Inilah kemarahan Caisar, dingin. Dan itu lebih menakutkan dari pada harimau atau singa sekalipun.

Lyo mengangguk lemah lalu menghela napas berat. Perlahan ia menceritakan semuanya apa yang terjadi pada dirinya dengan sang Adik. Tak ada yang ia lewatkan, Caisar dan Milla pun mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

"Udah puas sekarang?" tanya Caisar usai Lyo bercerita.

Lyo hanya menundukkan kepalanya. Ia benar-benar merasa bersalah. "Pah, maafin Lyo..." sesalnya dengan memegang tangan sang Papah.

"Sekarang cari Raza!" perintah Caisar dingin lalu menghentakkan tangan Lyo.

Lyo mengangguk lalu berpamitan untuk pergi mencari Raza.

"Jangan pulang sebelum ketemu sama Raza!" perintah Caisar tegas, dan itu tidak bisa dibantah.

*****

Raza terus berlari dengan kondisi yang mengenaskan. Rambut yang acak-acakkan, mata yang sembab akibat menangis, kening yang berdarah bahkan sudah menutupi satu matanya, sudut bibir pun berdarah, dan kaki yang tanpa alas.

Kini yang ia pikirkan adalah markas Resistance. Karena ia yakin Alka tidak akan pulang ke rumah jika hatinya sedang tidak baik-baik saja, dan sudah pasti markas lah sebagai tempat istirahat sesungguhnya.

Raza meringis kala merasakan seperti ada yang menancap di kakinya, ia berhenti sejenak untuk melihat apa yang ia injak. Ternyata itu adalah beling kecil yang mampu membuat Raza merintih sakit saat ia mencabut paksa beling itu.

Setelah itu, ia kembali berlari karena jarak markas sudah dekat.

Sesampainya di markas, ia langsung masuk dan menjatuhkan dirinya di lantai di samping sofa yang diduduki oleh inti Resistance.

"RAZA?!!" Panik seluruh inti Resistence saat Raza tiba-tiba datang dengan keadaan yang sangat tidak menguntungkan.

"Al-alka mana?" tanya Raza dengan terbata-bata.

*****

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang