Erly merasakan jantungnya berdegup kencang karena saat ini ia sedang berada di jok motor belakang milik Ariel. Sesekali ia ingin menarik tangannya yang memeluk perut Ariel, namun selalu ditahan oleh lelaki itu.
"Gengsi banget, sih," ujar Ariel membuat Erly mendengus.
"Gue nggak pernah kaya gini," kata Erly apa adanya.
Ariel tertawa. "Makanya ini gue buat biar lo pernah."
"Alay," sahut Erly membuat Ariel terkekeh.
Selang beberapa menit kemudian, keduanya pun telah sampai di depan restoran yang kualitasnya cukup mewah.
"Ngapain kesini?" tanya Erly dengan wajah polosnya.
"Makanlah," jawab Ariel lalu membuka telapak tangannya menawarkan gandengan pada Erly.
Erly menautkan alisnya seraya menatap telapak tangan Ariel. "Tangan lo kenapa?"
Pertanyaan Erly membuat Ariel tertawa. "Lo polos atau gimana sih?"
Erly masih terdiam tidak mengerti dengan apa yang Ariel maksut. Ariel menghela napasnya lalu menarik tangan Erly untuk ia letakkan di atas tangannya. "Kaya gini tangannya." ujarnya dan menggenggam erat tangan Erly.
Erly menatap tangannya yang digenggam Ariel, jantungnya benar-benar sudah tidak bisa dikondisikan. Tujuh belas tahun dirinya hidup di bumi, dan ini kali pertama ia bergandengan dengan seorang lelaki.
Kali ini Ariel telah salah menilai gadis cuek di hadapannya. Erly tidak semengerikan yang orang-orang kira. Mulai saat ini, di matanya Erly adalah gadis polos yang tidak mengerti apa-apa. Menggemaskan, bukan?
"Ayo!" Ajak Ariel menarik tangan Erly.
Erly masih mematung menatap tangannya yang digenggam oleh Ariel membuat lelaki itu berdecak. "Ayo masuk!" Tariknya lagi, akhirnya Erly mengikuti langkah Ariel.
"Kita duduk di sana," tunjuk Ariel pada meja yang berada di dekat jendela kaca.
Ariel menarik kursi untuk Erly, namun tak sesuai ekspetasi. Erly malah duduk di kursi sebrangnya membuat Ariel mengembuskan napasnya kasar.
"Lo kenapa? Kok masih berdiri?" tanya Erly heran pada Ariel yang masih berdiri dengan memegangi kursi.
"O-oh, nggak, ini mau duduk." jawab Ariel lalu menduduki kursi yang ia tarikka untuk Erly tadinya.
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang tak jauh dari tempat mereka singgahi. Gue kaya kenal, nih. Batin Ariel curiga. Perasaannya pun sudah merasa tidak enak.
Ariel menolehkan kepalanya perlahan. Dan benar saja, inti Resistance sudah duduk manis di kursi belakangnya.
"Lo semua kenapa ngikutin gue?" tanya Ariel geram dengan mereka.
Bukannya menjawab, Abim malah tertawa. "Narikin kursi buat siapa, bwang?" ejeknya membuat yang lain tertawa kecuali Alka dan Alen yang hanya terkekeh kecil.
"Buat duduk sendiri, atuh," sahut Bagas lalu kembali tertawa.
Setelah pesanan datang, Ariel dan Erly pun menyantap makanan masing-masing begitupun dengan inti Resistance yang lain.
"Lama banget, elah!" ucap Bagas jengah menunggu Ariel yang tidak mengungkapkan perasaannya pada Erly.
"Brisik!" timpal Zulva.
"Ngumpulin nyawa dulu," sahut Alka.
"Ly?" panggil Ariel pelan setelah menyelesaikan makannya.
"Hm?" jawabnya lalu menatap Ariel.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALZA
Ficção Adolescente"Nyokap Alka mati gara-gara cowok gue... " "Dan cowok gue mati gara-gara Alka!"