21. Jadian

122 41 73
                                    

~Ingin mencintai tanpa harus membohongi~

Baru beberapa langkah, Raza dibuat terkejut dengan suara lelaki yang berteriak dengan lantangnya di tengah-tengah lapangan sekolah.

Raza benar-benar terkejut saat ia melihat siapa lelaki tersebut. Ditambah lagi dengan apa yang lelaki itu ucapkan dengan suara lantang.

Jantung Raza berdetak hebat. Darahnya berdesir. Lidahnya terasa kelu. Matanya terpaku pada lelaki yang berada di tengah lapangan itu, bahkan ia lupa bagaimana caranya berkedip.

"RAZA GUE SADAR KALO SELAMA INI GUE SUKA SAMA LO, TAPI GUE TERLALU PENGECUT UNTUK UNGKAP SEMUANYA. RAZA GUE CINTA SAMA LO. GUE NGGAK MAU LO PERGI DARI KEHIDUPAN GUE!!!" dengan lantangnya Alka berteriak bahwa ia mencintai Raza.

Kini Alka telah menjadi sorotan. Seluruh siswa-siswi sekolah ini mengerumuni Alka. Bahkan guru-guru juga ikut keluar untuk menyaksikan. Alen yang biasanya tidak akan menghiraukan jika ada keributan di luar kelas, kini ia ikut keluar untuk menyaksikan langsung dengan apa yang ia dengar.

Abim dan yang lain segera keluar dari persembunyian mereka. Mereka juga tak kalah terkejutnya dengan apa yang mereka saksikan barusan. Alka senekat ini? Dan tidak memperdulikan harga dirinya?

"RAZA, WILL YOU BE MY LOVER?" teriak Alka lagi dengan mata menatap Raza yang masih mematung di koridor.

"Anjir! Alka tembak Raza," Bagas menutup mulutnya saking terkejutnya dengan apa yang Alka lakukan.

"TERIMA! TERIMA!" teriak Meyra lalu diikuti yang lainnya.

Hampir seluruh siswa-siswi sekolah berucap "TERIMA" diiringi dengan tepukan tangan serempak.

"TERIMA! TERIMA! TERIMA!"

Raza benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Berucap pun ia tidak bisa.

Meyra menuntun Raza untuk menghampiri Alka di lapangan. Raza menatap Meyra bingung.

"Udah, Za. Ini, 'kan yang lo harap selama ini?" tanya Meyra.

"Tapi Mey, gue udah putusin buat berhenti suka sama Alka," sergah Raza.

Meyra sempat terdiam. Namun, ia tidak memperdulikan itu. "Pokoknya lo harus terima!"

"Tapi, Mey__" ucapannya terhenti karena kini Raza sudah berada di hadapan Alka.

Teriakan siswa-siswi sekolah ini pun semakin bertambah.

Alka maju selangkah, lalu meraih tangan Raza yang masih dibalut perban. Ia menatap Raza dengan tatapan tulus, dan Raza terpaku pada tatapan itu.

"Za, i'm sorry! Karena gue udah ingkar dari perjanjian kita, gue udah suka sama lo dari lama, tapi gue nggak punya nyali untuk berdiri di sini dan teriak kalo gue suka sama lo. Dan pagi ini gue udah tepatin perjanjian kita. Jadi gue mohon, jangan nyerah untuk suka sama gue, karena lo berhasil buat gue jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama lo..." Alka menarik napas panjang lalu mengembuskannya, jantungnya berdebar tak karuan saat ini.

"... Gue mohon, Za. Terima cinta gue, gue nggak main-main soal perasaan," lanjut Alka sembari mengusap lembut tangan Raza.

"Al, banyak yang lo nggak tau tentang gue. Banyak rahasia yang lo nggak tau, Al," jawab Raza.

"Gue nggak maksa lo buat cerita semuanya. Gue nggak peduli apapun itu rahasianya. Gue cuma mau elo, Za! Gue mohon..." ucapan Alka benar-benar tulus, dan Raza dapat merasakan itu.

Raza sangat ingin menerima Alka. Tetapi ia tidak bisa jika mencintai dengan menyimpan berbagai kebohongan.

"Za, jangan sampai lo nyesel nantinya," bisik Meyra yang sedari tadi berada di samping Raza.

Alka menatap Raza penuh harap. "Raza... Gue terima apapun itu jawabannya."

Raza memejamkan matanya sejenak, lalu mengembuskan napas guna menghilangkan rasa gugup. Matanya terbuka perlahan, menatap mata Alka yang terlihat sendu.

Raza mengangguk pelan. "I want to be your boyfriend."

Seluruh saksi mata berteriak histeris. Terutama Abim dkk, terkecuali Alen, ia hanya tersenyum tipis.

Senyum lebar tak bisa Alka hindari. Sontak ia memeluk tubuh Raza karena saking bahagianya.

Guru-guru hendak berteriak bahwa tidak boleh berpelukan. Namun, anggota Resistance yang lain menahan mereka untuk tutup mulut.

Tak bisa dipungkiri, Raza merasa sangat bahagia hari ini. Entah kapan ia terakhir merasakan kebahagiaan seperti ini. Biarlah hari ini Raza merasakan bahagia tanpa memikirkan masalah yang masih ia simpan.

Raza mencintai Alka. Alka pun mencintai Raza.

Sementara itu, Meta yang ikut menyaksikan dari lantai dua hanya terdiam dengan tatapan menghunus. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Tapi yang pasti, Meta sangat membenci sorakan gembira dari semua siswa-siswi SMA PERMANA hari ini. Terutama senyum yang terukir di wajah Raza.

*****

Bel masuk pun berbunyi, padahal seharusnya lima menit lagi. Yang jelas guru-guru sengaja membunyikan bel lebih awal agar keseruan di lapangan berhenti.

"YEAY!" teriak Abim yang baru masuk kelas dengan gembiranya seakan ia telah memenangkan perlombaan.

"Kenapa lo?" tanya Zulva.

"Za... Rencana kita berhasil! Yuhuuu!!!" ucap Abim pada Raza yang baru saja memasuki kelas dengan Alka yang menggenggam tangannya.

Alka menautkan alisnya. "Rencana?"

Raza memelototi Abim. Abim pun hanya menyengir kuda. "Sebenarnya... Memarnya Raza cuma boongan," jelas Abim dengan sedikit takut.

Alka menatap Abim dengan tatapan nyalang.

"Ta-tapi, 'kan, kalo nggak karena rencana gue, sekarang mungkin lo masih mendam perasaan lo itu, dan nggak mungkin sekarang lo jadian sama Raza. Harusnya lo berterimakasih sama gue, Al," ucap Abim dengan sangat percaya diri.

"Oke, makasih!" balas Alka dengan ketus lalu membawa Raza untuk duduk di bangkunya.

"Nanti istirahat, kalian bebas mau beli apa aja di kantin. Alka yang traktir!" ucap Bagas pada seisi kelas tanpa persetujuan Alka.

"Hore!!!" sorak satu kelas bahagia karena mendapat traktiran.

Alka hanya menghela napas pasrah. Untung anak orang kaya.

*****

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang