17. Berhasil kabur

147 49 56
                                    

Mampus!

Raza panik bukan kepalang. Otaknya seketika ngebleng, ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Dan ia pun akhirnya melakukan hal nekat.

PRANG.

Dengan sekuat tenaga, Raza meninju kaca jendela itu. Kaca itu hanya retak belum pecah. Raza pun kembali meninju kaca yang sudah retak itu, dan berhasil. Namun, hanya di bagian tengah, di bagian sudut-sudutnya belum pecah sama sekali.

Raza meringis karena pecahan kaca menancap di punggung tanganya, lumayan dalam dan mengeluarkan cairan berwarna merah yang amat banyak.

Raza menggigit bibir bawahnya guna menahan sakit saat ia berusaha mencabut pecahan kaca itu. Darah semakin banyak mengalir dari punggung tangannya.

"RAZA!!!" teriak Kenzo yang kini sudah siap untuk menaiki tangga.

Raza menundukkan kepalanya, matanya melebar kala melihat Kenzo dengan cepatnya menaiki tangga.

Raza benar-benar panik, ia pun langsung meninju lagi kaca yang belum pecah. "Arghhh!" rintih Raza karena tangannya benar-benar terasa sakit. Namun, ia tidak boleh menyerah, ia harus berhasil kabur dari Kenzo.

"Aaaa!!!!" Raza berteriak kencang kala tangan Kenzo kini telah menggapai kakinya.

Kenzo mencengkram kaki kanan Raza hendak menariknya, namun kaki kiri Raza malah menendang wajahnya dengan begitu keras membuat Kenzo bergerak kesakitan.

Tangga kayu yang mereka naiki pun mulai oleng. Dan akhirnya tangga itu jatuh.

Bruk.

Raza memejamkan matanya karena tubuhnya yang menghantam lantai begitu keras. Raza membuka matanya, pandangannya sedikit buram. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali berharap pandangannya kembali normal.

Saat pandangannya sudah kembali normal, ia melihat Kenzo yang tengah berusaha mendorong tangga yang menimpa tubuhnya.

Raza segera bangkit, lalu ia menarik kursi kayu untuk ia lempar ke tubuh Kenzo, Kenzo pun kembali tertimpa oleh tangga yang hampir berhasil untuk ia singkirkan.

Tanpa pikir panjang, Raza langsung menarik knop pintu, dan beruntungnya pintu itu tidak dikunci oleh Kenzo. Raza berlari sekencang mungkin, padahal tubuhnya terasa sangat sakit, begitupun dengan tangannya yang masih terus mengeluarkan cairan merah.

"Arghhh!" Raza tersandung oleh kakinya sendiri, alhasil ia pun tersungkur di aspal.

Kini pergelangan tangan beserta lututnya ikut mengeluarkan darah juga. Nih hari darah atau gimana sih? Batin Raza kesal.

Perih. Saat ini Raza merasakan perih pada luka baru pada tubuhnya. Namun, ia tidak boleh lemah. Ia harus kembali bangkit demi keselamatannya.

Baru hendak ingin berlari, tiba-tiba dirinya ditarik begitu keras.

"Aaaa!!! Lepasin gue!!!" Raza berusaha memberontak dengan mata terpejam.

"Shut! Ini gue, Za."

Raza mematung mendengar suara itu. Perlahan ia membuka matanya, dan benar, orang yang telah menariknya adalah Alka. Raza menatap Alka yang berada di hadapannya dengan tatapan sendu. Kenapa harus lo yang selalu ada disaat gue susah, Al? Batinnya.

Tanpa aba-aba Raza langsung memeluk tubuh tegap Alka untuk menyalurkan rasa takutnya. Sangat erat.

Alka terdiam sejenak, sedikit terkejut dengan pelukan Raza. Jika kondisi Raza tidak seperti ini, Alka akan mendorong tubuh Raza kuat-kuat.

Dengan ragu, Alka membalas pelukan Raza. Ia mengusap punggung Raza untuk menenangkan gadis itu yang tubuhnya bergetar, sudah dipastikan gadis itu menangis.

"It's okey, ada gue, Za," ucap Alka.

Mengapa Alka ikut merasakan sesak melihat gadis di pelukannya menangis. Apa lagi melihat darah yang begitu banyak di tubuhnya. Seketika emosi Alka memuncak.

"Bangsat!" umpat Alka karena tiba-tiba Raza ditarik oleh Kenzo.

Kenzo memiting leher Raza. Dan sesuatu yang menempel di kening bagian kanan Raza membuat Alka melebarkan matanya.

Kenzo menodongkan pistol pada Raza. Tubuh Raza bergetar hebat, ia benar-benar takut. Ujung pistol itu terasa begitu dingin di kulit Raza.

Mungkinkah ini detik terakhirnya untuk dapat melihat dunia. Raza kini hanya bisa pasrah.

"Lepasin Raza, brengsek!" maki Alka dengan tangan terkepal kuat.

Alka maju selangkah.

"Mendekat, peluru gue nembus kepala cewek sialan ini!" Ancam Kenzo tak main-main.

"Lo gila, hah?!" bentak Alka benar-benar tersulut emosi.

Ia ingin sekali menghajar Kenzo detik itu juga. Namun, ia tidak bisa karena konsekuensinya adalah Raza yang akan ditembak tanpa cuma-cuma.

Kenzo tertawa, "emang gue gila, mau apa lo?" Kenzo mengejek Alka.

"Lepasin Raza atau lo bakal nyesel!" Alka lagi-lagi maju selangkah.

Dor.

Tubuh Alka menegang. Matanya melebar. Ia benar-benar terkejut.

"Arghhh!!!"

Alka langsung menarik Raza menjauh dari Kenzo yang kini sudah terduduk merintih kesakitan.

Ya, di waktu yang tepat, polisi, Lyo, dan Adik Kenzo datang. Dan polisi itu langsung menembakkan pelurunya di paha Kenzo.

Kenzo berteriak kesakitan sambil memegangi pahanya yang kini sudah berlumuran darah hingga celana coklatnya berubah warna.

"Kak Kenzo!" itu suara sang Adik, Keyza.

Keyzia berlari menghampiri Kenzo, "Kak..." ia menangis karena tak tega melihat Kakaknya yang merintih kesakitan.

Kenzo berusaha tersenyum kepada Adiknya, "maafin Kakak, tadi Kakak udah mukul kamu."

Keyza mengangguk, "nggak papa, Kak."

Tubuh Kenzo diangkat paksa oleh dua polisi, untuk dimasukkan ke dalam mobil.

"Kak!!!" Keyza hendak menarik kembali tubuh Kenzo. Namun, Lyo lebih dulu menahannya.

"Biarin Kakak lo tebus semua kesalahannya," ucap Lyo.

Keyza pun pasrah dan menatap kepergian Kakaknya dengan air mata yang terus mengalir.

Lyo beralih menatap Raza yang kini berada di rangkulan Alka. Tangannya mengepal melihat keadaan Adiknya yang terlihat parah. Ingin sekali memeluk Raza, namun ia harus menahan egonya karena ada Alka.

"Kok, lo bisa di sini?" tanya Alka penasaran.

"Gue cuma antar Adiknya Kenzo," jawabnya cuek lalu menuntun Keyza untuk kembali ke motornya.

Gue tau lo khawatir, Bang. Batin Raza sendu menatap kepergian Abangnya.

"Lo nggak diapa-apain 'kan sama Kenzo?" tanya Alka sembari mencekal kedua pundak Raza. Sorot matanya terlihat sangat khawatir.

Raza menggeleng lemah.

Sontak Alka menarik Raza ke dalam pelukannya, kali ini ia benar-benar ingin memeluk Raza.

Entah mengapa, Raza merasakan sangat nyaman dalam pelukan Alka. Rasa nyaman ini sama seperti dulu, waktu Zian memeluknya.

Kenapa harus Alka yang menggantikan nyamannya pelukan Zian?

*****

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang