31. Meta

84 11 3
                                    

"Sekarang Alka lagi sholat di masjid dekat jembatan, Met."

"Oke. Tetap awasi, gue otw ke sana!"

"Oke!"

Tut.

"Gimana?" tanya wanita yang menyetujui ajakan kerja sama Meta setelah Meta berbincang pada temannya di telepon.

Meta tersenyum, lalu bercermin sejenak. "Udah oke, 'kan, make upnya?"

"Udah! Sekarang Alka di mana?"

"Kita ke masjid dekat jembatan!" jawab Meta penuh semangat.

*****

Baru saja Alka ingin melangkah menuju motornya, tiba-tiba Meta datang dengan tertatih-tatih menghampiri Alka. Alka pun dengan sigap menangkap tubuh Meta yang hampir terjatuh.

"Lo kenapa, Met?" tanya Alka cemas karena wajah Meta yang lebam-lebam. "Siapa yang ngelakuin ini?"

"Anterin gue pulang dulu, Al," ucap Meta dengan suara lemahnya.

Alka mengangguk lalu mengangkat lengan Meta untuk ia letakkan di pundaknya dan menuntun Meta untuk berjalan menuju motornya.

Meta menatap Alka. "Makasih, Al."

Alka membalas tatapan Meta dan hanya tersenyum tipis.

Tanpa sepengetahuan Alka, sebuah kamera telah berhasil memotret dirinya saat tengah tersenyum pada Meta. Sedangkan wanita yang berhasil memotret Alka dan Meta, ia tersenyum sangat lebar, seakan ia telah memenangkan pertempuran. Padahal ini baru awal.

Selang beberapa menit kemudian, Alka pun telah sampai di perkarangan rumah Meta, lalu membantu gadis itu turun dari motor dan menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Bonyok lo belum pulang?" tanya Alka.

Meta menggeleng.

Setelah membantu Meta untuk duduk di sofa, Alka pun memilih untuk pergi karena ingin mencari Raza. "Gue pamit."

Sudah dipastikan Meta tidak akan membiarkan Alka pergi begitu saja, ia menahan lengan Alka. "Al, temenin gue, seenggaknya sampe bonyok pulang."

Alka tampak menimang-nimang. Sebenarnya ia merasa iba pada Meta tapi di sisi lain ia masih mencemaskan Raza, ia ingin mencari Raza. Sedetik kemudian Alka menghela napas panjang, lalu duduk di sebrang Meta.

"Kenapa lo bisa gini?" tanya Alka penasaran.

Raut wajah Meta semakin sendu, ia menatap Alka lekat-lekat, "gue takut lo nggak percaya, dan lo malah semakin benci sama gue."

Kedua alis Alka bertaut, ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh Meta, "maksud lo?"

Meta mengembuskan napas berat. "Sebenarnya ini ulah... Raza," ucapnya dengan nada melemah saat menyebut nama Raza.

Ucapan Meta membuat tubuh Alka seketika menegak. Alka benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. Haruskah ia percaya?

"Raza hilang kalo lo lupa!" sergah Alka tak mempercayai Meta.

Kedua mata Meta berkaca-kaca siap menangis kapanpun, "gue tau lo nggak akan percaya sama gue. Tapi gue nggak bohong, Al! Raza bukan hilang tapi sembunyi, dia sembunyi karena mau ngelakuin semua ini ke gue. Gue nggak tau kenapa dia ngelakuin ini sama gue, padahal gue udah ikhlas kalo lo sama dia," ucap Meta berusaha meyakinkan Alka.

"Gue obati!" Alka berusaha mengalihkan topik dan beranjak untuk mengambil kotak P3K. Namun, lagi-lagi Meta menahannya.

"Gue bisa obati sendiri, gue cuma mau lo percaya sama gue, Al," pintanya dengan suara parau.

Alka benar-benar tak tahu harus bagaimana saat ini. Jujur ia tidak bisa mempercayai ucapan Meta. Tetapi, ia juga tidak bisa memastikan apakah bukan Raza yang melakukan semua ini pada Meta, karena ia sendiri belum menemukan Raza.

Alka mengangguk. "Gue percaya!" ucap Alka menenangkan Meta.

"Sekarang lo istirahat di kamar, gue tunggu di sini sampe bonyok lo pulang!" perintah Alka yang kembali duduk di sofa.

Meta mengangguk. "Gue ke kamar. Lo jangan pergi!"

Alka hanya menganggukkan kepalanya guna meyakinkan Meta.

Meta pun menaiki anak tangga menuju kamarnya. Lalu setelah masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya, ia langsung bertos ria dengan wanita yang sedari tadi sudah berada di dalam kamarnya.

"Berhasil?" tanya Meta.

Wanita yang ditanya mengangguk, lalu menunjukkan ponselnya yang menunjukkan hasil potretnya.

"Yes!" ujar Meta dengan tertahan agar tak terdengar oleh Alka.

"Gue akan unggah di instagram, terus gue tag si Raza, deh!" ucap Meta dengan wajah berbinar.

"Emang Raza bakal liat?" tanya wanita di sampingnya.

"Harus liat dong!" jawab Meta dengan mantap.

"Raza hilang! Dan kita nggak tahu dia di mana, dan dia pegang ponselnya nggak," sahut wanita di sampingnya dengan bijak.

Meta tampak berpikir sejenak. "Bodo amat! Yang penting unggah dulu!"

"Alka privasi, biar rencana kita nggak ketauan!" saran wanita itu.

Meta mengangguk. "Inti Resistance gue privasi semua, kok."

"Btw, Alka percaya kalo ini ulah Raza?" tanya wanita itu penasaran.

Meta mengangguk. "Percaya dong! Lihat aja, abis ini kalo Raza balik, Alka bakal putusin Raza. Gue jamin deh!" tutur Meta penuh semangat.

Sementara itu, Alka melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia memutuskan untuk membuatkan Meta teh hangat agar gadis itu bisa sedikit rileks. Setelah membuat teh hangat untuk Meta, ia pun menuju ke kamar Meta.

Alka sedikit bingung karena tak tahu kamar Meta yang mana. Namun, sebuah suara membuat ia mendekat.

Suara tawa perempuan, dan sepertinya tidak hanya satu orang. Dua suara tawa itu terdengar sangat familiar di telinga Alka. Ia semakin mendekatkan tubuhnya pada pintu kamar yang ia yakini suara tawa itu berasal dari kamar ini.

"Gampang banget bohongin Alka. Dia percaya gitu aja lho."

"Padahal 'kan, Raza hilang mana mungkin dia yang lakuin ini ke elo."

"Kira-kira Raza hilang di mana dah?"

"Mati mungkin."

"Bukan mungkin lagi, emang udah mati!"

"HAHAHA!!!"

Alka menjatuhkan cangkir teh yang ia genggam dengan keras ke lantai lalu membuka pintu kamar tersebut dan mempergoki dua orang yang telah merencanakan rencana licik itu.

"Akting lo berdua patut dibanggakan!" ucap Alka dengan wajah dingin dan tatapan tajamnya.

"ALKA?!" panik kedua wanita yang amat terkejut karena Alka tiba-tiba masuk dan mempergoki mereka.

Tatapan Alka berhenti pada wanita yang berada di samping Meta. Tatapannya benar-benar tajam membuat yang ditatap pun bergetar. "Lo akan terima akibatnya, Salsa!"

*****

ALZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang