41. Nangis

834 29 12
                                    

Adrion menautkan alisnya heran saat menyadari sikap Laskar dari berangkat sekolah sampai saat ini, pelajaran terakhir sebelum pulang sekolah.

"Laskar, lo kenapa diem aja dah?" tanya nya, Laskar menoleh lalu menggeleng.

"Kaga sarapan dia tuh!" celetuk Eron.

"Engga, gua masih kepikiran sama omongan bocah kelas 11 kemaren," balas Laskar, Ray dan Eron saling tatap.

"Lo tau, Ray?" tanya Eron, Ray menggeleng, lalu terdengar batuk sok keren dari Adrion "EKHM! jadi kemaren pas gua sama Laskar habis buang sampah  ke belakang ada bocah gatau namanya, bilang kalo si Rissa di cium cowok di koridor," jelas Adrion.

"HAH?!" kejut keduanya.

"Kan baru katanya, Ray, Ron, jadi belum tentu beneran, tapi kalian tau Laskar kan? Ni bocah suka banget ngeberatin diri sendiri, overthinking mulu, padahal kemaren bilang kalo percaya sama Rissa," ucap Adrion.

"Tapi.. Kalo beneran gimana? Gua belum berani ngomongin ini sama Rissa, takutnya gua sama Rissa berantem," kata Laskar, Ray mengangguk faham, tapi kenapa Laskar seperti Dilan ya? Pikir Ray.

"Lo kaya Dilan, Las," kata Ray.

"Gua bantu lo ngomong sama Rissa, dan gua yakin kalo Rissa tuh ngertiin lo, jadi gamungkin kalo dia langsung marah ke elo," katanya.

Oh iya, mereka sudah selesai mencatat materi yang di suruh guru tadi, jadi mereka bisa leluasa mengobrol karena gurunya pergi sebab sudah banyak yang selesai

Laskar tersenyum mendengar dukungan dari Ray, dan kedua temannya juga terlihat antusias dengan tawaran Ray untuk membantunya membicarakan hal ini dengan Rissa.

"Makasih ya,"

Sementara di kelas Rissa, Rissa terlihat bisik-bisik dengan Dilan, padahal ada guru di depan yang tengah menulis di papan putih.

"Lan, Lan, shh!" panggilnya, tidak jauh jaraknya, Dilan memutuskan untuk pindah tempat semenjak kenal dekat dengan Risaa.

Jadi sekarang Ia duduk dengan Rissa.

"Apaan?" balas Dilan sama berbisiknya.

"Gua mau ngomong tentang laskar," kata Rissa masih berbisik.

"Nanti aja di chat, gua lagi nulis," setelahnya Dilan kembali fokus pada mejanya.

"Bentar aja, gue lagi mau cur-"

"Marissa sama Vandilan kalau mau mengobrol bisa langsung ke depan, mau gantikan saya disini?" tanya Bu Ratna dengan suara lantangnya.

"Enggak bu," balas Rissa dengan wajah yang ditundukkan.

"Bentar lagi pulang juga, masih aja ngobrol," kata Bu Ratna, matanya masih menatap tajam ke arah keduanya.

"Maaf bu," ujar mereka serempak.

Dilan heran, kenapa Rissa seperti ingin sekali membicarakan Laskar, apa ada masalah antara keduanya? Dilan tak tahu.

Tapi yang pasti, ini bukan seperti Rissa biasanya, karena Ia kalau mau cerita tuh ya cerita aja, nggak sampai pengen banget seperti tadi.

***
"Lo tadi mau cerita apaan?" jam terakhir sudah berlalu, bel pulang sekolah baru saja berbunyi.

"Si Laskar kaya aneh banget, Lan, masa gua ngomong dia cuma 'hmm hmm' sama iya-iya doang, gua kan kesel ya, soalnya gua nggak ngerasa bikin kesalahan, terus dia tiba-tiba marah," jelasnya sambil mengemasi buku-bukunya.

"Masalah nya di rumah kali, Ris," kata Dilan, Rissa mengangguk, ada benarnya juga yang dikatakan temannya ini.

"Tapi ya, masak ngelampiasin ke gua?"

"Harus terima sih, lo kan lebih dominant, jadi harus bisa ngontrol satu sama lain, terus saling ngerti," kata Dilan, Rissa mengangguk.

Sebenarnya Laskar tidak bisa dikatakan 100% seorang Sub, karena dia juga dapat memihak Rissa dalam berbuat sesuatu.

Author Note's ; kan gue pernah bilang kalo cerita gue nggak terlalu menjerumus ke 'Femdom' jangan protes ya..

"Babe!" panggil Rissa, Ia memberanikan diri untuk menerima konsekuensi 'Marahan' dengan menanyakan hal yang mengganjal dari Laskar.

"Ya?" balas Laskar setelah berhenti dan menengok ke belakang, biasanya kan 'yaaaaa?' sekarang a nya satu doang, berarti beneran marah ini.

"Aku bikin kesalahan apa?" tanya Rissa.

"Aku bilangin, tapi kamu jangan marah ya??" ujar Laskar, Rissa mengangguk.

"Kata anak kelas 11 kamu dicium cowok," ujar Laskar dengan kepala tertunduk.

"HAH?!" sama seperti respon Ray dan Eron tadi, Rissa terkejut sejadi-jadinya.

"Loh, aku selalu sama kamu, Las," katanya, Laskar mendongak menatap sang pacar.

"Iya, tapi kan ngga setiap jam kamu sama aku," setelahnya Laskar mendudukkan dirinya di kursi yang berada di parkiran.

"Dengerin, bibir aku cuma buat kamu Las, aku aja sampe ganti liptint biar kamunya suka sama bibir aku, jadi enggak mungkin aku nyium atau di cium orang lain," jelasnya.

"Katanya nyium nya di pipi," balas Laskar, nadanya seperti orang ngambek, tapi memang benar.

"Siapa yang bilang begitu?" tanya Laskar.

"Aku ngga tau namanya," setelah mengatakan itu, ada notif chat dari handphone Laskar, Laskar hanya menyimpan nomor-nomor orang penting saja, jadi kalau ada notif sudah pasti penting.

Makanya dia langsung buka.

"Bub..." setelahnya Laskar menampakkan ekspresi menangis setelah melihat foto dari nomor tak di kenal itu, lalu pergi dari parkiran menuju gerbang depan.

Dan duduk di halte.

Rissa segera menyusulnya.

"Kenapa?? Hei?" Rissa menunduk guna melihat wajah Laskar, yang ingin dilihat wajahnya menolak dengan memalingkan wajah menangis nya dari Rissa.

Lalu mengusap air matanya kasar.

Dan memberhentikan Taxi yang lewat dan masuk ke dalam nya tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Rissa.

Dari kejauhan, Ada Adrion dan Eron yang memperhatikan mereka berdua.

"KENAPA SI?!" setelah berteriak dengan emosi yang memuncak, Rissa berjalan lagi memasuki parkiran yang berada di bagian depan sekolah.

"Duluan, Ron, Dri," ujarnya setelah melihat ada Adrion dan Eron yang sedang berdiri di dekat motor mereka, keduanya menanggapi salam Rissa dengan anggukan dan senyum kaku.

Pasalnya wajah Rissa terlihat mengerikan saat ini.

"Begini ya kalau cewe dominant marah, beda banget sama Dilan kalo marah ke Ray," kata Eron lalu bergidik, diikuti Adrion.

"Kayak kak Mora,"

"Halah, Mora aja terus,"

#end

LASKAR [GXB] || 𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang