• Ambil aja •

3.6K 206 171
                                    

Siang mentari masih bekerja di porosnya, menyinari belahan bumi yang waktunya untuk siang.

Angin berhembus dengan tenang, menerbangka pucuk - pucuk dedaunan yang terikat di ranting pohon.

Suasana ini dapat membuat diri menjadi tenang, sungguh sangat nikmat jika dilewatkan begitu saja.

Seperti halnya remaja laki - laki yang sedang bersender diatas kasurnya, menikmati angin masuk dengan bermain ponselnya.

Manik emasnya berpendar, ketika melihat sesuatu yang muncul di layar ponselnya.

"Lucunya" pujinya dengan gemas.

Jadi, ia memutuskan untuk membeli barang ini nanti malam.

Gempa termenung sesaat, saudara - saudaranya pasti tak mungkin memberinya ijin untuk keluar malam ini.

Sejak kemarin ia terjatuh dan terluka, semua saudaranya menjadi semakin overprotective.

"Ugh, aku harus membujuk mereka" ujar Gempa lalu ia berjalan perlahan menuju ruang keluarga.

Lukanya masih berkedut sakit, ia tertatih dan bertumpu pada dinding disebelahnya.

Gempa meringis pelan, ketika tak sengaja menekan luka ditangannya saat menumpu pada dinding.

Secara perlahan, Gempa berhasil menuruni anak tangga.

Ia tersenyum puas, saat dirinya tak perlu menyusahkan saudaranya.

Manik emasnya pun melirik semua saudaranya yang ternyata berkumpul di ruang keluarga, ia mendekat dengan perlahan.

Mendengar suara melangkah, Ice yang rebahan di lantai pun langsung bangun dan mendekati Gempa.

Ia berhenti dihadapan kakaknya, menunduk melihat keringat tipis memenuhi kening kakaknya.

Ditatap dalam diam, Gempa mendongak menatap wajah adiknya yang menggelap.

"Hm Ice? Kau kenapa?" tanya Gempa pelan selagi mengusap wajah adiknya.

Tanpa basa basi, Ice langsung menggedong kakaknya dengan kedua lengannya.

Menggendongnya seperti tuan putri, ia melangkah menuju sofa yang diduduki oleh Blaze dan Thorn.

"Terimakasih Ice" ucap Gempa tulus.

Ia juga sebenarnya sudah sangat capek, melangkah sendirian dengan luka yang masih nyeri.

Ice mengangguk pelan, ia duduk disofa dengan memangku tubuh Gempa.

Memeluknya dari belakang, lalu meletakkan dagunya pada pundak kecil Gempa.

Solar memutar bola matanya malas, "Pantas saja dia bangun tiba - tiba, ternyata Kak Gem turun".

"Kenapa keluar kamar Gem?" tanya Halilintar sesaat setelah menepuk kepala Gempa.

Gempa mendengus kesal, ia bosan dikurung didalam kamarnya.

Ditambah, ia tak diperbolehkan memasak dan membersihkan rumah.

Taufan yang gemas pun mencubit pipi adiknya, tak tahan melihat adiknya dalam mode mengambek.

"Ululuu, dedeknya Abang Taufan gemes banget sih" ujar Taufan kesenangan.

Gempa semakin kesal, ia berusaha melepaskan cubitan kakaknya pada kedua pipinya.

"Gem bosen dikamar bang, cuma tiduran aja bikin capek" jawab Gempa saat kedua pipinya telah terlepas dari jarahan Taufan.

Halilintar menggeleng pelan melihat tingkah adiknya, ia lalu duduk disebelah Ice dan memegang tangan Gempa erat.

𝘚𝘦𝘯𝘢𝘯𝘥𝘪𝘬𝘢 | 𝘙𝘢𝘯𝘥𝘰𝘮 𝘌𝘭𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘭 𝘉𝘳𝘰𝘵𝘩𝘦𝘳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang