"Gue nginep, ya."
Belvin hanya melirik sekilas. Tidak menjawab.
Gavin nyengir mengerti diamnya Belvin berarti iya.
"Tumben banget," celetuk Gavin berkomentar. Berjalan melewati ranjang menuju ruang kosong di sebelah Belvin.
"Sana pulang," usir Belvin mengerling sinis.
Gavin terkekeh. "Sensian amat, sih. Lagi PMS, ya?" Dia sudah berbaring di sebelah Belvin yang masih menghafal. Tangannya menjulur ke atas, memainkan rambut Belvin yang tergerai.
Hening.
Belvin masih sibuk dengan buku biologinya. Sementara Gavin memaku tatapnya ke langit-langit kamar, sibuk dengan pikirannya.
Pemandangan memuakkan yang dia lihat di rumahnya tadi kembali terlintas di ingatan. Tanpa sadar Gavin mendecih muak, membuat Belvin meliriknya kecil.
Air muka Gavin yang keruh, sorot matanya yang menajam hingga rahangnya yang mengeras terpeta jelas di pandangan Belvin.
Gavin kenapa?
Belvin belum mengalihkan pandangan dari Gavin saat yang tengah dipandangi tiba-tiba menoleh membuat netra mereka beradu.
Keduanya saling tatap. Tidak ada suara yang terucap.
Alih-alih mengeluarkan kalimat-kalimat menggoda yang biasa dilakukan saat memergoki Belvin tengah menatapnya, Gavin justru berguling mendekat, memeluk pinggang Belvin, menenggelamkan wajahnya di perut gadis itu.
Belvin diam saja. Tidak menyuruhnya menyingkir atau memukulinya agar beranjak dengan sendirinya.
Meskipun Belvin itu seperti gadis yang tidak punya perasaan, apalagi sikapnya yang selalu sinis dan kasar kepada Gavin, sebenarnya Belvin adalah tipe orang yang peka. Sekarang dia sedang menerima sisi pekanya itu. Membiarkan Gavin memeluknya. Mungkin dengan begitu, segala hal yang berkecamuk di pikiran Gavin bisa sedikit reda.
Kenyataannya begitu. Gavin merasa sedikit tenang saat memeluk Belvin seperti ini. Rasanya ... nyaman. Hela napas pelan Gavin keluarkan. Menghirup aroma pelembut pakaian yang Belvin pakai. Wangi.
Belvin menunduk kecil, sebelum kemudian menjadikan kepala Gavin sebagai tumpuan bukunya.
Lima menit berlalu, Gavin tiba-tiba menggerakkan kepala jahil, membuat buku Belvin terjatuh.
Belvin berdecak. Menahan kepala Gavin agar tetap diam.
Gavin terkekeh dengan kepala masih tenggelam di perut Belvin membuat suaranya terendam.
Belvin masih menahan kepala Gavin, padahal sekarang bukunya sedang dipegang oleh satu tangannya.
Hening lagi.
Belvin tanpa sadar memainkan rambut Gavin, mengusap kepalanya, membuat yang diusap membeku seketika.
Gavin semakin menenggelamkan wajah di perut Belvin, menyembunyikan senyumnya yang mengembang. Tidak rela saat usapan di kepalanya terhenti. Sepertinya Belvin baru sadar apa yang tengah dirinya sendiri lakukan.
Belvin menyingkirkan kepala Gavin, namun gagal karena laki-laki itu justru mengeratkan pelukan.
Gadis itu berdecak kesal. "Minggir, gue mau tidur."
Gavin mengangkat kepala, menyengir tengil. "Gue tidurin aja gimana?"
Tepukan keras langsung mendarat di keningnya.
Gavin memegang keningnya. Jujur kepalanya tiba-tiba pusing.
Tak cukup jidatnya, pinggangnya ikut dicubit membuat Gavin mengaduh memegang pinggangnya, yang kesempatan itu Belvin gunakan untuk menggulingkan tubuh Gavin ke samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letting Go
Teen FictionGavin dan Belvin adalah definisi dari perbedaan itu sendiri. Sepasang kekasih yang bagaikan langit dan bumi, air dan api, siang dan malam. Si tengil dan si dingin. Si social butterfly dan si ansos. Si ekspresif dan si poker face. Yang cowok disebut...