18. Mulai Lemah

3.9K 229 11
                                        

Cara pandang mereka dalam menikmati hidup justru semakin memperjelas Gavin dan Belvin memiliki banyak perbedaan.

Belvin hidupnya terlalu serius. Membosankan. Sampai lupa caranya bersenang-senang. Banyak melewatkan momen yang tidak mungkin bisa dilakukan di hari tuanya nanti. Terlalu fokus pada tujuannya sampai lupa memperhatikan sekitar. Lupa, di dunia ini dia tidak hidup seorang diri.

Sementara Gavin jelas kebalikannya. Terlalu main-main menjalani hidupnya sampai beberapa kali melewatkan kesempatan yang mungkin bisa membuat hidupnya lebih baik. 

Tapi di balik semua itu, ada alasan yang mendorong mereka menjalani hidup yang seperti itu.

Belvin dengan keseriusannya jelas sedang mengejar ambisinya untuk beasiswa. Belajar mati-matian dengan harapan suatu saat nanti bisa hidup nyaman di atas kakinya sendiri. Di sisi lain, Gavin sengaja membentuk citra sedemikian buruk dengan harapan itu bisa menodai reputasi ayahnya. 

Keduanya memiliki alasan kuat. Yang tidak bisa dirubah dengan begitu mudah. Bahkan jika mereka bermaksud mengubah satu sama lain, itu hanya akan memunculkan perdebatan yang tidak menutup kemungkinan berakhir saling menyakiti.

Lantas sebenarnya, perbedaan di antara mereka itu ada untuk saling melengkapi atau hanya untuk saling menyakiti?

*

*

Belvin memang tidak terang-terangan menyuruhnya untuk berubah. Tidak secara gamblang bilang, "lo bisa nggak jangan berantem terus?" "Bisa nggak sehari aja serius belajar?" Belvin mendorongnya untuk menyadarinya sendiri.

Padahal tanpa didorong pun Gavin sadar selama ini dia sudah menyia-nyiakan hidupnya.

Secara tersirat, Belvin menginginkan perubahan darinya. Dan Gavin tidak menyukainya. Tidak saat dia belum memiliki kesadaran sendiri untuk berubah. Tidak saat tujuannya belum tercapai.

Oh, ya, yang Belvin tahu, Gavin tidak mempunyai mimpi. Tapi sejujurnya, Gavin mempunyai satu mimpi--hanya satu saja--tapi itu sangat mampu mendorongnya untuk mempertahankan hidupnya sampai sekarang.

Tujuan hidupnya adalah... menghancurkan ayahnya. Menghancurkan orang yang telah menghilangkan ibunya di muka bumi ini.

Entah kapan tujuan itu akan tercapai. Dan Gavin mungkin tidak akan berubah sampai kapan pun.

Padahal salah satu alasan Gavin nyaman dengan Belvin karena gadis itu tidak pernah mengomentari hidupnya. Tidak mengharapkan apa pun darinya. Dan sekarang rasanya jadi menyebalkan karena Belvin mulai menginginkan perubahan darinya. Menyebalkan karena dia tidak bisa memenuhinya.

Kebiasaan Gavin jika sedang mempunyai masalah pasti menghilang. Keesokan harinya, Belvin tidak menemukan penampakan Gavin di sekolah. 

Pertemuan terakhir kali mereka di depan perpustakaan berakhir dingin. Gavin langsung pergi tepat setelah mengatakan, "masa muda yang lo jalani ini... apa benar lo menikmatinya?"

Gavin tidak berbicara panjang lebar. Tapi semua yang dia katakan bercokol kuat di kepala Belvin sampai sekarang. 

Namun bagaimana pun kalimat-kalimat Gavin itu sedikit banyaknya membuatnya tersadar, Belvin tetap memilih menjalankan hidup seperti yang selama ini dia lakukan. Tidak ingin mengambil resiko. Tidak ingin usahanya selama ini sia-sia.

Lo marah?

Pesan itu belum mendapat balasan sampai sekarang.

Hanya dua kata. Tapi butuh waktu lama bagi Belvin mengirimkannya kepada Gavin. Ketik, hapus, ketik, hapus. Sampai gengsinya yang setinggi Gunung Everest itu turun setitik, tombol send akhirnya dia klik juga.

Letting Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang