Selama dua minggu ini rasanya begitu menyenangkan. Sampai rasanya seperti mimpi. Mimpi di mana mereka bersedia tidak bangun selamanya.
Hari-hari setelahnya pun hubungan mereka mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Cinta semakin membara di antara mereka.
Jika dulu saat belum yakin bisa membuat Belvin balik mencintainya, Gavin tidak terlalu terang-terangan menunjukkan rasa cemburunya. Karena takut kecemburuannya hanya akan membuat Belvin semakin susah dimiliki.
Meskipun memang jarang ada momen-momen yang membuat Gavin cemburu karena Belvin sendiri yang membuat dirinya susah didekati. Jadi, laki-laki yang berniat mendekatinya pun keburu segan dan mudah menyerah setelah menerima sikap penolakan Belvin yang terang-terangan.
Sejauh ini hanya Tara yang memantik rasa cemburuan Gavin keluar. Belum ada lagi sampai hari ini ada laki-laki yang terlihat mengobrol akrab dengan Belvin.
Gavin baru saja sampai di tempat parkir perpustakaan kota, menjemput Belvin, ketika kekasihnya itu menghubungi untuk menunggunya di tempat karena sebentar lagi akan keluar.
Tak lama kemudian dia memang melihat Belvin keluar. Senyumnya mengembang. Sejurus kemudian luntur berganti dengan mengernyitkan kening saat melihat ada seorang laki-laki yang mencegah Belvin tak jauh dari pintu masuk.
Mereka berpas-pasan saat Belvin keluar dan laki-laki itu akan masuk.
Awalnya Gavin hanya diam saja. Mungkin laki-laki itu sedang menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan perpustakaan atau entah lah--intinya dia hanya orang asing yang sedang bertanya.
Tapi setelah dilihat-lihat Belvin sendiri tampak akrab mengobrol dengan laki-laki itu. Gavin turun dari mobil. Ada yang tidak beres.
Ketika hendak menghampiri, Gavin melihat mata Belvin tertuju ke arahnya. Begitu pun laki-laki itu. Sepertinya Belvin baru menunjukkan keberadaannya kepada si cowok itu. Di saat yang sama Belvin memberi isyarat menyuruhnya untuk tetap diam di tempat lewat mata dan gerakan kepalanya.
Padahal Gavin tidak akan menuruti perintah Belvin itu. Dia akan tetap menghampiri mereka, tapi sayangnya Belvin lebih dulu berjalan ke arahnya.
Laki-laki yang tadi ngobrol bersama Belvin melihat kepada Gavin sekilas yang Gavin balas dengan melemparkan sorot mata dingin, sebelum kemudian laki-laki itu berjalan ke masuk ke perpustakaan.
“Siapa?” Gavin bertanya tepat saat Belvin sudah berada di depannya. Dia masih berusaha menyembunyikan ketidaksukaannya.
“Teman SMP aku,” jawab Belvin, berjalan lebih dulu, masuk ke dalam mobil meninggalkan Gavin yang masih bergeming di tempat.
Fakta Belvin menyebut kata teman cukup membuat Gavin terkejut. Pasalnya selama ini dia tidak pernah mendengar Belvin menyebutkan teman dan aku dalam satu kalimat yang sama.
Saat SMP Belvin mau berteman. Kenapa sekarang tidak?
Yang membuat Gavin terusik temannya adalah laki-laki.
“Temen karena sering belajar bareng sebenarnya. Baru ketemu lagi karena dia pindah ke Surabaya. Tadi ngobrol-ngobrol saling tanya kabar aja," sambung Belvin, inisiatif menjelaskan, saat Gavin sudah ikut masuk ke dalam mobil.
“Oh.”
Hanya itu respons yang diberikan Gavin. Sebelum kemudian sepanjang perjalanan dia hanya diam tanpa kata membuat Belvin kebingungan.
Namun Belvin sendiri tidak berniat memulai obrolan. Dia lebih memilih membaca novel. Tidak sabar ingin menamatkannya karena penasaran ending ceritanya.
“Mau mampir dulu?” Belvin menawari karena Gavin hanya diam saja tidak ada tanda-tanda ikut turun begitu mereka sudah sampai di depan gerbang rumahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Letting Go
Teen FictionGavin dan Belvin adalah definisi dari perbedaan itu sendiri. Sepasang kekasih yang bagaikan langit dan bumi, air dan api, siang dan malam. Si tengil dan si dingin. Si social butterfly dan si ansos. Si ekspresif dan si poker face. Yang cowok disebut...