34. Capek

1.7K 144 6
                                    

Bayangkan rasanya menjadi Gavin.

Saat publik dihebohkan oleh berita yang berkaitan erat dengan kekasihnya, dia tidak mengetahui apa pun. Di saat Belvin membutuhkannya, dia tengah dikurung dengan penjagaan ketat dan semua alat komunikasinya dirampas.

Di tengah-tengah kondisi paling buruk kekasihnya, Gavin justru sedang diisolasi dari dunia luar. 

Dan sekarang dia sudah terlambat.

Ketika mengetahui berita itu di satu minggu kemudian betapa terpukulnya Gavin karena terlambat menjadi orang pertama yang mungkin juga satu-satunya orang yang ada untuk menyakinkan Belvin bahwa masih ada dia di sisinya.

Di titik itu, Gavin merasa menjadi orang yang paling tidak berguna. Dia menyesal. Menyalahkan dirinya sendiri. Sampai sekelebat ingatan tentang ibunya yang tidak bisa diselamatkan kembali melintas di benaknya membuatnya lebih terpuruk lagi.

Baik dulu maupun sekarang, dia tetap menjadi orang yang tidak bisa diandalkan oleh orang terkasihnya.

Dengan kalut dan ketakutan penuh, Gavin menuju rumah Belvin hanya untuk mendapati kejadian yang membuatnya ikut tersayat.

Gavin tidak kaget kenapa ada ibu sejahat ibu Belvin. Dia mempunyai ayah yang kurang lebih sama seperti itu.

Gavin marah. 

Teganya wanita itu mengatakan Belvin tidak seharusnya lahir di saat dia menjadikan kelahiran Belvin adalah anugrah di hidupnya.

Gavin tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Belvin tidak ada di dunia ini. Tetapi wanita yang melahirkan gadis itu justru teganya bilang seperti itu.

“Tante?”

Gavin berjalan menghampiri ibu Belvin yang baru akan masuk ke dalam mobil. 

“Tante ingat saya? Saya Gavin.” 

Wanita yang masih tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi yang tidak prima itu mengerutkan alis samar sebelum kembali memasang wajah datar. 

“Jadi kamu pacarnya Belvin?” tanyanya tidak ramah.

“Senang Tante mengetahuinya.” Gavin mengulas senyum sarkas.

Tante Jolie menyunggingkan sudut bibir sinis. “Kenapa kamu mau pacaran sama Belvin?”

“Karena saya tidak bodoh untuk menyia-nyiakan orang seperti Belvin.”

Wanita itu terlihat tersindir. Sejurus kemudian senyum mengejek terbit di bibirnya. “Kamu anak remaja tahu apa soal cinta? Sekarang mungkin kamu bisa berkata seperti itu, nggak tahu ke depannya atau bahkan besok nanti.”

“Tante khawatir saya menyakiti Belvin?”

Wanita itu memalingkan wajah sambil mendengus. “Buat apa saya mengkhawatirkan anak itu.”

“Tentu. Buat apa Tante mengkhawatirkan Belvin. Di saat orang yang paling menyakitinya adalah Tante sendiri.”

Tante Jolie tampak kaget, seperti tidak menyangka menerima kalimat blak-blakan seperti itu dari laki-laki yang berstatus sebagai pacar anaknya. Dia belum memberi respons apa pun saat Gavin sudah lebih dulu menyambung.

“Jangan sakiti pacar saya lagi, Tante. Dengan cara apapun itu, jangan sakiti Belvin lagi.”

“Siapa kamu berhak mengatur saya?”

“Tante pasti nggak tahu beberapa waktu ke belakang Belvin sempat ingin memperbaiki hubungan dengan Tante.”

Ibu Belvin terperangah.

“Kira-kira apa alasannya sampai Belvin mau menjadi orang pertama yang mau memulai memperbaiki hubungannya dengan Tante?” Gavin menjeda ucapannya, kemudian melanjutkan, “Karena dia berharap Tante bisa kembali jadi ibu yang baik untuknya. Sebenci apapun dia sama Tante, rasa sayangnya mungkin lebih besar sampai dia mau mengambil langkah itu.”

Letting Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang