4. Nginep

6.6K 278 11
                                    

Belvin berjalan menyusuri koridor menuju perpustakaan. Saat menemukan beberapa murid berlarian ke arah kantin. 

"Gavin katanya lagi berantem di kantin." Kalimat itu sudah menjelaskan.

Belvin hanya berhenti sejenak. Lalu melanjutkan langkah. Sama sekali tidak memiliki niat mengubah arah tujuannya.

Bukankah bukan hal mengejutkan? 

Berantem mungkin bisa menjadi prestasi Gavin.

Selama ini Belvin tidak pernah peduli dengan sisi berandalan Gavin itu. Mau Gavin berantem, bolos atau bahkan tidak sekolah selama satu minggu full pun Belvin tidak pernah peduli.

 Contohnya saja saat dua minggu lalu Gavin menghilang tanpa kabar selama seminggu Belvin tidak peduli sama sekali.

Seandainya ditanya apa Belvin menyukai Gavin? Jawabannya ... tidak. Iya, tidak.

Belvin hanya membiarkan Gavin berbuat semaunya saja--atau mungkin lebih tepatnya tidak peduli--selama laki-laki itu tidak mengganggu sesuatu yang ingin dia capai. Itu sebabnya Belvin selalu marah kalau Gavin mengganggu waktu belajarnya. Karena satu-satunya yang tidak boleh Gavin sentuh adalah waktu belajarnya. Meskipun kenyataannya hampir sebagian waktunya dia gunakan untuk belajar.

Meskipun kalau boleh jujur kehadiran Gavin sedikit memberikan rasa berbeda di hidupnya yang selama ini hanya hambar-hambar saja.

Lagi pula Belvin tidak percaya Gavin sungguhan menyukainya. Predikat Gavin sebagai playboy sebenarnya terdengar juga di telinganya.

Selama Belvin tidak terjerat ke dalam pesona laki-laki itu bisa dipastikan dia akan baik-baik saja. Untungnya sampai sekarang Belvin tidak pernah menganggap penting  perhatian atau sikap-sikap Gavin yang terkadang manis.

Pada dasarnya Belvin tidak percaya cinta. Tidak juga percaya laki-laki. Bahkan selama ini dia sulit mengekspresikan emosi senang atau sedihnya membuatnya seperti mati rasa.

Belvin masih berkutat dengan soal-soal  saat menemukan kresek putih disimpan di hadapannya. Tanpa mengangkat kepala pun sudah bisa menebak siapa yang datang. Meskipun tidak memperkirakan sekarang Gavin masih sempat menemuinya.

Gavin duduk tanpa mengatakan apa pun. Bahkan tidak juga menyuruh Belvin memakan sandwich pemberiannya seperti yang biasa dia lakukan.

Terlalu hening hingga membuat Belvin mengangkat kepala. 

Gavin tengah memainkan ponsel. Ada luka di sudut bibirnya. Terlihat darah mengering di sana tanpa diobati. Namun hanya itu saja. Wajahnya masih tampak baik-baik saja. Itu artinya perkelahian tadi tidak terlalu serius.

Saat pandangan Belvin turun, dia menemukan luka di buku-buku jari Gavin.

Oh, mungkin lawannya yang babak belur.

Belvin kembali fokus dengan soal-soal di depannya. Begitu pun Gavin yang belum membuka suara sama sekali.

Di beberapa kesempatan Gavin memang suka mendadak menjadi pendiam. Kalau sedang begitu aura badboy-nya kental sekali terasa.

Bel masuk berbunyi tak lama kemudian. 

Belvin membereskan alat tulisnya, mendekap di depan dada, bangkit berdiri tanpa mengambil kresek berisi sandwich dan botol minum dari Gavin dan berlalu dari hadapan laki-laki itu yang masih sibuk memainkan ponsel.

Belvin baru saja berjalan beberapa langkah saat dia menghentikan kakinya. Berdecak. Setengah menengok ke belakang, memperhatikan Gavin yang masih bergeming di tempat.

Dia membuka kotak pensil, mengambil hansaplast--yang kebetulan dia punya (kebetulan)--menyimpannya di hadapan Gavin. 

Gavin mengangkat kepala kaget.

Letting Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang