24. Nice to Meet You Again

2.6K 188 13
                                    

Gavin memang tidak pernah secara gamblang bilang mencintai Belvin. I love you yang diucapkannya seringkali bernada jenaka sehingga sulit dipastikan apa pernyataan cintanya itu tulus diucapkan dalam hati atau memang hanya bercanda saja.

Dibanding melempar kata-kata manis, Gavin lebih menunjukkannya lewat tindakan. Caranya memperlakukan Belvin, bahasa tubuhnya hingga caranya menatap, membuat Belvin merasa Gavin memang tulus menyukainya.

Mungkin ada sebagian orang yang mengatakan Belvin bodoh juga naif karena bisa-bisanya menjatuhkan hati secepat itu mengingat reputasi Gavin yang juga terkenal sering gonta-ganti perempuan dan tidak pernah benar-benar berniat menjalin hubungan. 

Mungkin benar. Belvin bodoh. Katakan saja begitu.

Tapi, di awal, kan Belvin memasang tembok tinggi-tinggi. Namun setelah mencoba mengenal Gavin, Belvin merasa laki-laki itu tidak seperti yang orang lain pikirkan. Dan faktanya begitu. Belvin semakin tidak ingin menilai Gavin macam-macam setelah mendengar ceritanya. Gavin sudah bertahan sejauh ini saja itu sudah sangat hebat.

Setelah mengenal Gavin juga Belvin semakin tidak mau menilai orang hanya dari cerita atau pandangan orang lain saja.

Lalu, apa Belvin sekarang sudah benar-benar mencintai Gavin? Iya.

Tapi, Belvin tidak bisa berjanji terus bersama. Saat Gavin meminta, "jangan tinggalin gue ya, Bel." Belvin tidak pernah bisa menjawab apa pun.

Belvin tidak ingin menjanjikan apa pun. Mereka masih terlalu muda untuk dikatakan cinta pertama dan terakhir bagi satu sama lain. Belvin hanya mencoba menikmati masa-masa sekarang saja. Tidak ingin menyimpan harapan apa pun untuk hubungan mereka ke depannya. Takut kecewa. 

Belvin juga bertanya-tanya, kenapa Gavin menyukainya? Dia merasa tidak mempunyai hal yang menarik dalam dirinya. Sikap, sifatnya jelas tidak disukai orang lain. Selama ini pun dia selalu memperlakukan Gavin dengan buruk. Tidak ada manis-manisnya. Tidak ada ramah-ramahnya. Lantas, kenapa Gavin betah?

Di waktu hujan itu, saat mereka mendengarkan lagu bersama dan terbawa suasana, Belvin bertanya setelah mengakhiri ciuman panjang--yang sebenarnya bisa lebih panjang jika Belvin tidak menghentikannya, "lo kenapa suka gue? Awalnya karena apa?"

Belvin tidak mengharapkan jawaban muluk-muluk yang terkesan menyanjungnya. Pun tidak mempunyai ide, gambaran, atau apa pun itu terkait jawaban yang akan Gavin berikan. Sudah dibilang dia sendiri tidak tahu apa daya tariknya.

Mengajukan pertanyaan itu pun bukan karena Belvin mengharapkan jawaban romantis, melainkan karena hanya ingin tahu saja. Apa yang membuat seorang Gavin tertarik kepadanya? 

Saat itu Gavin menatapnya lekat untuk sesaat sebelum menjawab, "lo pernah denger nggak katanya cinta itu nggak butuh alasan?"

"Bullshit," cibir Belvin.

Gavin melepaskan kekehan singkat. "Ya, gue juga pikir itu bullshit sih. Nggak mungkin jatuh cinta tanpa alasan, kan?"

"Terus? Alasan lo suka gue apa?" tuntut Belvin.

"Tebak." Gavin menaikkan alis menyebalkan.

"Gue nggak bakal nanya kalau tahu."

"Lo akan tahu sendiri. Nanti."

Belvin hanya mendengus. Penasaran itu sama sekali tidak tertuntaskan. Tapi dia memilih untuk tidak memperpanjang dan berniat melupakannya saja.

Namun akhirnya Belvin mengetahuinya. Hari ini.

***

Belvin berjalan menyusuri jalan setapak sampai langkahnya berhenti di depan sebuah pusara yang rutin dia kunjungi setahun sekali di hari peringatan kematiannya. 

Letting Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang