What If: In Another Life Pt. 2

3.9K 95 1
                                    

Belvin memejamkan mata lelah ketika Gavin dengan telaten memakaikannya pakaian setelah membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa pelepasan.

Beberapa saat lalu mereka kembali melakukannya lagi. Dan sekarang Belvin sudah tidak sanggup jika Gavin ingin meminta lebih.

Belvin merasakan tubuhnya ditarik masuk ke dalam dekapan hangat laki-laki itu.

"Capek banget, ya?" Gavin bertanya khawatir, tapi juga jail. Jadi laki-laki itu pasti tidak sepenuhnya menyesal karena sudah membuat Belvin kelelahan.

Belvin menyamankan posisi kepalanya di dada bidang Gavin. "Kamu emangnya nggak capek?" tanyanya balik. Matanya masih memejam. Nada suaranya terdengar seperti mengantuk.

"Masih kuat kalau kamu masih mau."

Detik selanjutnya Gavin tergelak ketika Belvin mencubit pinggangnya.

"Mesum banget heran," gerutu Belvin.

Gavin menanamkan ciumannya di puncak kepala sang wanita. "Aku mana bisa tahan sih sama kamu. Bawaannya mau-"

"Jangan ngomong jorok," potong Belvin. Sudah sangat tahu apa yang akan Gavin ucapkan saking seringnya laki-laki itu bilang begitu.

Dengan jail Gavin justru berbisik seduktif di telinga Belvin. Mengatakan kalimatnya yang terpotong.

Ujung-ujungnya Belvin tersenyum juga. Suka setiap kali Gavin menggilainya seperti ini. Membuatnya merasa begitu dicintai. Begitu dipuja.

Mengangkat kepala menatap sang lelaki, Belvin menatap dalam binar jenaka. "Aku semenarik itu ya sampai kamu mau meniduri aku terus?"

Gavin menunduk, mengecup hidung Belvin singkat. Setelahnya menempelkan pipinya ke samping wajah sang perempuan, berbisik dalam nada menggoda. "Kalau boleh mau bikin kamu sampai teler-teler saking cintanya aku sama kamu."

Wajah Belvin sedikit panas mendengar ucapan frontal itu. "Cinta apa nafsu tuh?"

"Saking cintanya jadi nafsu terus tuh."

Belvin merapatkan pundak ke telinga, geli ketika ujung lidah Gavin menjilat kecil cuping telinganya. Merasakan tangan laki-laki itu menyusup ke baju yang dipakainya, Belvin spontan melotot panik menjauhkan tubuh.

"Kalau minta lagi aku tendang," ancamnya, menahan tangan Gavin yang berada di dalam kausnya.

Gavin melepaskan kekehan singkat. "Nggak mungkin aku setega itu kali, By," ucapnya geli, mengeluarkan tangan dari baju Belvin, beralih merengkuh pinggangnya. "Suka aja liat kamu panik kayak gitu."

Belvin mencibir. Lanjut kembali merebahkan kepalanya di dada bidang di depannya.

Gavin mengusap-ngusap belakang kepalanya.

"Kamu bahagia?" tanyanya setelah hening sempat tercipta di antara mereka. Pertanyaan yang seringkali ditanyakan setiap akan tidur.

"Bahagia."

"Hari ini bahagia karena apa?"

Belvin kembali mendongak. "Karena siang tadi aku dapat nilai A di mata kuliah Pak Edi. Sorenya kamu masakin ayam rica-rica kesukaan aku dan itu enak banget. Kamu tambah jago deh masaknya. Dan tadi kamu ajak aku night ride pake motor. Ternyata rasanya lebih seru dibanding pake mobil."

Selagi Belvin menjelaskan itu, Gavin menatapnya dalam senyum sambil kepalanya diusap-usap dengan lembut.

"Padahal kamu sering dapat nilai A. Tapi itu masih bisa buat kamu bahagia ya?"

"Beda. Ini lebih wah soalnya Pak Edi susah banget kasih nilai A."

"Berarti sekarang kamu nggak hanya cerdas. Tapi superduper mega cerdas." Gavin tersenyum jenaka.

Letting Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang