Halooo, maaf baru bisa update lagi. Beberapa hari ini aku jatuh sakit (lagi), sekarang baru mendingan, meskipun belum terlalu fit makanya ini part-nya cuma dikit, mohon maklum ya. Semoga tetap bisa mengobati kangen kalian sama galbel hehe. Nanti diusahakan lagi buat up rutin, doain aja dan kasih aku semangat dengan komen dan vote hehe makasih!!
***
Tidur Belvin terusik saat merasakan sesuatu yang sejuk di kulit telapak tangannya.
Begitu membuka mata, Belvin menemukan Gavin tengah duduk di tepi kasur di sampingnya tengah mengoleskan petroleum jelly ke area luka bakarnya semalam yang sekarang sudah berubah menjadi kemerahan.
"Gara-gara apa ini?" tanya Gavin menatap sekilas Belvin sebelum kembali memusatkan atensinya kepada telapak tangan Belvin yang dipegang di atas pahanya.
Belvin tidak menjawab.
"Pasti gara-gara mikirin gue ya? Makanya nggak fokus terus dapat luka bakar kayak gini." Seringai menyebalkan terbit di sudut bibir laki-laki yang pagi ini tampil dengan kaos hitam polos dan kolor berwarna senada. Menanggalkan jaket leather dan ripped jeans-nya, membiarkannya menggantung di sandaran kursi belajar Belvin.
Belvin mendengus. Enteng sekali rahangnya.
"Kayaknya mulai sekarang lo nggak bisa dibiarin sendiri deh. Kalau gue tinggal di sini selamanya aja gimana?" Gavin menaikturunkan alis, disambut kerlingan sinis gadis yang masih berbaring di sampingnya itu.
"Kenapa? Kan enak kalau gue ada di sini. Selain ada yang jagain, ada yang bisa lo peluk-peluk juga... kayak semalam."
Lagi, delikan tajam Gavin dapatkan.
"Nggak sadar kan lo kalau semalam lo tidur sambil peluk-peluk gue? Ya iyalah nggak sadar orang lo tidurnya nyenyak banget keenakan." Menundukkan kepala, Gavin melanjutkan dalam suara rendah, "nyenyak banget sampai ngorok."
Melebarkan bola mata kesal campur malu, Belvin hendak mencubit pinggang Gavin. Tapi, Gavin rupanya sudah terlalu hafal dengan kebiasaan kekasihnya itu, jadi dengan tangkas dia menahan tangan Belvin sebelum mendarat di pinggangnya sembari terkekeh-kekeh geli.
Tersenyum tengil, Gavin dengan cepat menaburkan kecupan di sepanjang wajah Belvin. Mengecup bibirnya satu kali. Kurang puas. Jadi, mengecupnya berkali-kali. Sampai Belvin harus mendorong wajahnya menjauh agar Gavin berhenti.
Belvin mengernyitkan kening melihat Gavin tiba-tiba menautkan jari kelingking mereka.
"Nah, ini lo udah janji ngebolehin gue tinggal di sini. Kalau lo ingkar, kelingkingnya gue potong."
Melotot, Belvin ingin melepaskan tautan kelingking mereka, tapi Gavin menahannya untuk tetap bertaut.
Mengembuskan napas jengah, pada akhirnya Belvin membiarkan saja Gavin bersikap semaunya.
Sebenarnya Belvin tahu Gavin hanya bercanda dan memang iseng saja. Laki-laki itu memang begitu, kan?
"Gue nggak main-main loh, Bel, soal mau tinggal di sini."
Kembali memusatkan atensinya kepada Gavin, Belvin menatap laki itu lamat-lamat. Setelah diperhatikan, Gavin memang tidak terlihat sedang bercanda.
Eh? Jadi, dia serius?
"Gila."
"Kan, lo, Bel yang membuat gue gila."
"Apaan sih?" Belvin melirik jam di atas nakas. Pukul enam kurang lima belas menit. Kembali menatap Gavin, membuka mulut ingin berkata, "pulang." namun diurungkan dan memilih berkata, "gue mau siap-siap sekolah. Lo... mau gimana sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Letting Go
Teen FictionGavin dan Belvin adalah definisi dari perbedaan itu sendiri. Sepasang kekasih yang bagaikan langit dan bumi, air dan api, siang dan malam. Si tengil dan si dingin. Si social butterfly dan si ansos. Si ekspresif dan si poker face. Yang cowok disebut...