33. Tentang Kejujuran

84 13 2
                                    

Bangun pagi, Aurel dikejutkan dengan kakinya yang tiba-tiba bengkak dan memar, bahkan membuat Aurel semakin sulit berjalan. Aurel menoleh ke belakang, ada Bayu yang masih terlelap memunggunginya.

Aurel meraih ponselnya di nakas, mengecek jam yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Dua jam lagi dia harus sudah berada di kantor, tapi dengan kondisi kaki yang begini, Aurel tidak yakin dia bisa.

Maka, Aurel menghubungi Reyna saat itu juga. Butuh waktu lama bagi Reyna untuk mengangkat telfonnya, dan itu membuatnya gelisah karena takut Bayu bangun dan mendengar penuturannya.

"Halo, Rel. Sorry, gue baru kelar mandi"

"Re, jadwal meeting hari ini bisa di reschedule nggak? Gue izin mobile ya"

"Bisa sih, toh cuma meeting internal. Emang lo kenapa?"

"Kaki gue sakit banget, Re, gue nggak bisa ke kantor"

"Oh, ya udah, lo istirahat aja, nanti gue kabarin kalau ada apa-apa"

"Iya, makasih banyak, Re"

Aurel buru-buru mengakhiri sambungan telfonnya, dia melirik Bayu lagi dan bersyukur laki-laki itu tidak merubah posisi tidurnya sedikitpun. Namun, mata Bayu sudah terbuka lebar, dia mendengar semua percakapan Aurel barusan.

Aurel berusaha tenang, berpikir dia harus bagaimana hari ini. Bayu sedang sakit dan dirinya juga sakit, tidak mungkin dibiarkan begitu saja.

Lagi-lagi, Aurel memulai hari dengan menghela nafas berat, dia memejamkan mata sambil mengusap wajahnya. Inginnya Aurel menangis saja, tapi dia melarang dirinya untuk itu.

"Masih nggak mau jujur?"

Tiba-tiba suara berat Bayu mengalihkan atensinya. Aurel menoleh ke belakang dan mendapati Bayu sudah duduk menatapnya datar.

"Mas, kamu udah bangun? Masih pusing nggak?" tanya Aurel berusaha tenang

"Masih belum mau jujur?" ulang Bayu sekali lagi

"Ma-maksudnya?" tanya Aurel terbata, entah kenapa ditatap begitu oleh Bayu hampir membuat air matanya merembes

"Kaki kamu"

"Kaki aku nggak apa-"

"Bohong!"

Aurel menunduk penuh, tak tahan ditatap begitu oleh Bayu. Sekarang dia mengerti, kenapa Bayu mendiaminya semalam, bahkan laki-laki itu biasanya akan memeluknya saat tidur bersama, tapi semalam tidak.

"Aku ingetin sekali lagi, kamu pernah janji buat jujur sama apapun yang kamu rasain" ujar Bayu dengan nada datarnya, "Ini bukan pertama kalinya loh, Rel"

Tes

Setitik air mata menetes dari pelupuk Aurel saat mendengar Bayu mengucap namanya, bukan dengan panggilan romantis yang biasanya laki-laki itu hujani padanya tiap saat.

"Untung waktu itu kamu lagi sama Tama dan di rumah sakit, jadi bisa langsung ditangani. Coba kalau tadi aku nggak dengar kamu telfon Reyna, bisa-bisa kamu tiba-tiba jatuh lagi nanti" sambung Bayu masih dengan nada datarnya

Bayu masih menatap Aurel datar, sebenarnya hatinya sedikit teriris saat melihat gadis itu diam-diam menyeka pipinya. Bayu bisa melihat air mata di sana.

"Aku udah sehat, abis ini kita ke dokter" ujar Bayu dingin dan langsung bangkit menuju kamar mandi, meninggalkan Aurel sendirian di kasur, dia tak tahan melihat Aurel menangis, tapi efek jera sekali-kali harus dia berikan pada Aurel, biar bagaimanapun Aurel akan menjadi istri yang harus dia tuntun nantinya

Duapuluh menit Bayu habiskan di kamar mandi. Selain untuk mandi, dia juga berusaha menetralkan perasaannya. Berusaha meleburkan emosi menjadi positif.

Tubuh Bayu sudah jauh lebih baik, pusing kepalanya sudah hilang, tinggal lemas tubuhnya saja, dia bisa tangani itu dengan vitamin.

Meeting You Was A Nice Accident || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang