34. Menjadi Suami

86 10 1
                                    

Waktu berjalan tak terasa, ternyata persiapan pernikahan Aurel dan Bayu sudah mencapai 90% karena 10% sisanya adalah eksekusi di lapangan. Bayu memulai cutinya hari ini, tepat di tiga hari sebelum pestanya digelar, besok dia akan berangkat ke Bali.

Aurel sudah sembuh total, gadis itu tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat dokter mengatakan kakinya sudah kembali seperti semula, jadi rencana heels yang akan dia pakai akan terlaksana.

"Aku mau quality time dulu sama papa mama dirumah, boleh ya, Mas? Kita ketemu lagi besok"

Sekiranya itu yang Aurel ucapkan, tentu saja Bayu setuju dan segera mengantar gadis itu pulang ke rumahnya setelah dari rumah sakit.

Sekarang Bayu tengah sendirian di rumah barunya, menatap kolam renang yang kosong airnya dari kursi santai di sana. Dia baru saja menaruh beberapa barang di rumah itu.

Sudah tidak banyak yang bisa dia lakukan, keperluannya untuk ke Bali besok sudah selesai, tinggal dibawa. Dia hanya perlu mengontrol ibunya yang akan menyusul ke Bali besok malam bersama adik-adiknya. Tantri terpaksa tidak berangkat bersama Bayu karena Windy masih harus ujian dulu untuk yang terakhir.

"Bayu"

Bayu sontak menoleh mendengar suara berat itu. Setahunya dia di rumah besar itu sendirian, tapi tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya.

"Papa?"

Ya, Abraham yang berdiri di ambang pintu kaca sambil tersenyum. Bayu jadi mengerutkan dahi melihat Abraham yang berjalan santai ke arahnya dan duduk di kursi sebelahnya.

"Kata Aurel, dia mau quality time sama papa mama di rumah. Papa nggak pulang?" tanya Bayu menatap Abraham bingung

"Abis ini papa pulang. Lagian masih nanti malam acaranya. Papa pengen lihat rumah ini sekali lagi sebelum kalian tempatin, eh ternyata kamu juga di sini"

Bayu tersenyum simpul, "Bayu abis naro beberapa barang tadi"

"Sekalian papa mau ngomong" ujar Abraham

"Ngomong apa, Pa?" tanya Bayu

Abraham mengalihkan pandangannya sembari menghela nafas panjang, "Rasanya nggak perlu juga diomongin, cuma papa nggak tenang kalau nggak ngomong ini sama kamu"

"Ngomong aja, Pa, Bayu dengarin"

Abraham memberi jeda sebentar, membiarkan angin keheningan berhembus di antara keduanya. Lalu, Abraham menoleh pada Bayu.

"Aurel hidup dalam keluarga yang sarat akan kemandirian, Bay, jadi mungkin kamu juga udah lihat gimana dia kadang suka egois dan merasa paling bisa" ujar Abraham memberi jeda

"Iya, Pa"

Abraham terdiam lagi, mempersiapkan diri mengatakan yang paling utama dari semuanya, "Papa titip Aurel ya, nak! Tolong tuntun dia untuk berproses menjadi lebih baik! Kamu boleh marahi dia kalau memang dia salah"

"Tapi kalau kamu udah nggak sanggup, tolong jangan kasari dia! Antar saja dia kembali pada papa, bawa dia pulang ke rumah dimana kamu jemput dia pertama kali ya, nak!"

"Papa, Bayu udah nggak bisa berkata apa-apa lagi" jawab Bayu dengan mata berkaca-kaca

Abraham tersenyum tipis, "Papa nggak butuh kata-kata kamu, cukup buktikan nanti ya"

Setelahnya, Abraham bangkit, menepuk pundak Bayu singkat sebelum akhirnya benar-benar pergi dari tempat itu. Bayu dibiarkan terpaku menatap dedaunan yang tertiup angin. Memang benar, cinta tak menjamin kehidupan yang indah.

Bayu melirik arloji di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul dua siang, masih tersisa banyak waktu untuk Bayu melakukan 'sesuatu'. Maka Bayu mengambil ponselnya dan mulai mendial sebuah nomor.

Meeting You Was A Nice Accident || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang