⚠️🔞⚠️
Orang melihat Aurel mungkin sudah berbeda sekarang. Dulu dia dikenal sebagai sosok yang 'born to be musician', dan perlahan julukan itu berganti.
Itu yang orang tahu, nyatanya, piano yang Aurel taruh di ruangan khusus dalam rumahnya masih sering berdenting dalam setiap hari. Kala dirinya lelah, maupun kala bosan.
Seperti hari ini, akhir pekan sudah datang lagi. Dan entah karena apa dan bagaimana, Bayu pergi ke kantor. Aurel sudah sangat paham dengan kesibukan Bayu, tapi untuk pergi ke kantor di luar hari kerja rasanya Aurel tidak bisa menolerir.
Aurel marah, tapi tak tahu bagaimana meluapkannya. Makanya, dia hanya duduk sendirian di depan pianonya, memencet tuts di sana secara asal sampai suara-suara abstrak terdengar memenuhi ruangan.
Benar jika kata orang setiap manusia itu punya limit lelahnya masing-masing, dan sepertinya Aurel sudah berada di limit itu. Lelah tanpa alasan, hanya lelah dan ingin istirahat.
Tadi pagi masih terasa biasa saja, karena rumahnya masih ramai oleh Haikal, Windy, dan Tantri. Sekarang, Haikal dan Windy kembali bertemu dengan liburan semester, jadi mereka pulang ke Bandung.
Haikal sudah sembuh, walaupun belum bisa dikatakan total. Tangan dan kakinya belum boleh beraktivitas berat. Untuk berkendara pun belum diizinkan. Butuh setidaknya satu bulan lagi agar dia bisa dikatakan sembuh total.
Masih belum bosan Aurel di tempatnya, bermain dengan tuts piano tanpa nada yang pas. Ah, pikirannya kalang kabut. Kesal, marah, sedih, bosan, dan lelahnya bercampur jadi satu.
Jam sudah menunjukkan pukul duabelas siang, belum ada sedikit makanan yang masuk ke perut Aurel. Jadi, dia langkahkan kakinya menuju ke dapur.
Dia lihat isi kulkas dan lemari dapur, begitu banyak pilihan makanan yang bisa dia masak. Entah karena apa, hari itu, mie instan pedas yang dia pilih.
Sudah lama Aurel tidak memakan mie instan, karena Bayu membiasakan dirinya dan Aurel untuk tidak sering-sering mengonsumsinya. Namun, untuk hari ini, Aurel ingin.
Dia potong-potong cabai beberapa biji, tak lupa daun bawang dan bahan-bahan makanan beku seperti bakso dan sosis. Semua itu masuk langsung dalam panci berisi air yang telah mendidih.
Rasanya sepi sekali, Aurel jadi ingat masa-masanya di Edinburgh, makan sendiri, masak sendiri, tidur sendiri, semuanya dia lakukan seorang diri. Kenapa di saat-saat seperti ini, Mbak Tuti sedang izin tiga hari untuk pulang kampung?
Aurel merebahkan dirinya di sofa. Makan siangnya sudah habis, mangkuk dan pancinya juga sudah dicuci. Dan sekarang, Aurel tidak punya apapun lagi untuk dikerjakan. Walaupun marah, dia masih menanti Bayu untuk pulang, karena suaminya itu janji akan pulang sebelum sore dan menemani Aurel bermalam mingguan dimana pun ia mau.
Nyatanya, Bayu tidak menepati janji. Di sofa yang tadi, Aurel ketiduran. Dia tidak sadar sampai tiba-tiba terbangun dalam keadaan rumah yang gelap, malam sudah datang rupanya. Dan iya, belum ada tanda-tanda Bayu pulang.
Kakinya Aurel langkahkan untuk menyalakan semua lampu. Rasanya benar-benar hening, rumah sebesar ini hanya ada dirinya seorang. Dia beranjak naik ke lantai dua, bermaksud untuk mandi. Aurel masih menaruh harapan besar, dia masih berharap bisa melihat Bayu begitu selesai mandi.
Namun, nihil, masih saja kesunyian yang ia temui. Kesal sekali Aurel dibuatnya. Kekesalan yang membawanya mengambil dua kaleng bir milik Bayu di kulkas. Bukan sengaja, Aurel hanya ingin minum jusnya, tapi melihat kaleng-kaleng itu nyatanya lebih menarik.
Satu kaleng ia babat habis dalam sekali teguk, melampiaskan kesalnya dengan meremat kaleng itu hingga tak berbentuk. Lalu, ia raih kaleng satunya lagi dan melakukan yang sama. Rasanya nikmat sekali, sudah lama Aurel tidak minum alkohol.

KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting You Was A Nice Accident || Kim Doyoung & Kim Sejeong
FanficKau tahu, di antara banyaknya teori komunikasi yang ada di dunia ini, ada satu teori bernama teori penetrasi sosial, dimana teori tersebut membahas proses pembentukan relasi atau hubungan ketika individu beranjak dari komunikasi yang superfisial ke...