Selamat membaca :)
Saya akan usahakan update setiap Senin dan Kamis.
Tinggalkan komentar-komentar menarik, ya biar aku ada hiburan.
*****************************************MENTARI
Bus lintas provinsi membawaku bersama penumpang lain dari Medan ke Jakarta. Tidak ada yang istimewa dalam perjalanan yang melelahkan ini. Sepanjang jalan, mataku dikenyangkan dengan pemandangan hamparan kebuh sawit di sisi kiri dan kanan jalan.
Bukan hanya pemandangan di luar saja yang membosankan, tapi di dalam bus juga. Bayangkan saja aku harus terjebak selama 3 hari 2 malam di samping orang yang sama— seorang ibu muda dengan bayi yang sangat berisik.
Sebagai orang yang tidak terlalu menyukai bayi, aku sangat-sangat tersiksa. Suara tangis bayi yang hanya berhenti saat sedang tidur benar-benar membuatku hampir gila. Beberapa kali aku berdecak keras dengan sengaja untuk menyadarkan ibu itu kalau aku, dan mungkin penumpang lain juga, terganggu dengan suara tangis bayinya.
Tolong lakukan apapun untuk membuat bayimu berhenti menangis!
"Maaf ya, Dek."
Wanita di sebelahku berbicara padaku setelah 2 hari perjalanan. Kebetulan bayinya sedang tidur.
Aku yang tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang asing mencoba tersenyum ramah. "Iya, Kak?"
"Bayi Kakak bikin Adek terganggu, ya? Maaf, ya. Biasanya dia gak rewel kok. Tapi sejak gak jumpa beberapa hari sama papanya, dia jadi rewel dan sempat demam juga."
Aku mulai tertarik mengobrol dengan wanita itu karena dia menyinggung soal "papa". Entah kenapa aku selalu tertarik dan kepo mendengar cerita anak dengan ayahnya.
"Emang papanya kemana, Kak?" tanyaku.
"Biasa lah, Dek. Penyakit laki-laki."
Keningku berkerut. Posisi kedua kakiku perlahan mengarah padanya menunjukkan ketertarikan dalam pembicaraan. "Maksud Kakak?"
"Perempuan. Laki-laki kalo udah punya uang terus kesenggol sama perempuan muda, langsung lupa sama anak istri," ucapnya. Mukanya sendu. Dia melihat wajah tidur anaknya dengan kasihan.
Aku menghela nafas panjang. Kulihat wajah polos bayi tak berdosa itu. Aku seperti melihat diriku 20 tahun lalu. Mungkin ibuku juga merasakan hal yang sama seperti wanita ini.
"Jadi Kakak mau kemana?" tanyaku bersimpati. Kalau kuperhatikan dari tubuhnya yang kurus tak terawat dan style pakaiannya yang lebih tua dari umurnya, kutebak ekonomi wanita ini sama denganku. Sulit!
"Mau nyusulin papanya ke Jakarta."
"Kenapa disusul, Kak? Bukannya dia udah ninggalin Kakak sama bayi Kakak demi perempuan lain?" tanyaku heran.
Dia tersenyum getir. "Kamu akan paham kalau udah jadi ibu, Dek. Kakak bisa bertahan asalkan anak Kakak bisa dekat sama papanya."
Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Karena aku belum jadi ibu maka aku tidak berani berkomentar banyak. Tapi kalau aku di posisi dia yang dikhianati oleh suaminya, maka aku tidak akan sudi menyusulnya dan mengemis cinta padanya.
"Adek umur berapa kalau boleh tahu?" tanyanya.
"Dua puluh, Kak. Kakak?"
"Dua puluh lima tahun. Kakak nikah muda di umur 20 tahun," ucapnya.
"Ini anak pertama Kakak?" tanyaku sambil memegang kaki bayinya.
Dia menggeleng. "Ini anak ketiga. Umurnya baru 8 bulan. Kakak sama abangnya masih tinggal di Medan sama neneknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...