* Capai 150 Vote dan 50 komen (no spam) untuk upload Bab 13a
Mobil yang membawa kami dari apartemen berhenti di depan gang kos-ku. "Hati-hati," ucapku sebelum turun dari mobilnya.
"Iya. Kamu juga," ujarnya.
Dalam perjalanan menyusuri gang sempit menuju kos, aku merenung tentang kedekatan kami saat ini. Aku menyadari kebencianku padanya perlahan-lahan sudah mengikis karena kebaikan dan kepeduliannya selama ini. Dia telah memberiku rasa aman yang tidak pernah kudapatkan dari siapapun seumur hidupku. Dia adalah tempat berlindung yang sempurna. Dia totalitas dan sabar luar biasa.
Belum pernah aku merasa sangat dihargai oleh laki-laki. Baru kali ini aku merasa sangat tenang dalam pelukan seorang laki-laki. Selama ini aku selalu overthinking dengan yang namanya laki-laki. Setiap kali mereka melihatku atau mendekatiku, di kepalaku selalu berpikir kalau mereka hanya menginginkan tubuhku.
Bang Arhan yang sudah kukenal sejak kecil pun tidak sedekat itu denganku. Aku tetap waspada dan berinteraksi seperlunya saja dengannya. Tapi dengan orang ini...entah kenapa aku begitu tenang dan aman saat bersamanya.
Tidak terasa aku sudah berhenti di depan pintu kosku. Perhatianku tertuju pada sebuah kotak besar dengan tinggi yang mencapai leherku yang berada di depan pintu kosku. Dilihat dari gambar di kotak itu, aku menduga kalau isi kotak itu adalah kasur.
"Bang, ini punya siapa?" tanyaku pada tetangga kos yang kebetulan keluar kamar untuk membuang sampah.
"Punyamu itu. Tadi diantar sama kurir. Pengirimnya atas nama Bima Pamungkas. Saya yang tanda-tangan serah terimanya tadi."
"Makasih, Bang."
Lagi-lagi dia. Bagaimana aku bisa membencinya kalau dia terus membuatku merasa istimewa seperti ini. Yang ada, aku malah semakin ingin terus bersamanya dan semakin ingin mendapatkan perhatian lebih darinya.
*****
"Beresin satu kamar aja lama bener. Main dulu ya sama tamunya? Dapat berapa dari hasil jual ikan asin?"
Begitulah sapaan yang kuterima saat berpapasan dengan seorang housekeeping senior di lorong. Aku baru saja turun dari lantai 11 dan hendak mengembalikan troli ke ruang penyimpanan.
"Kakak bisa ke pinggir dulu? Troli saya nggak bisa lewat," ucapku padanya. Dia sengaja berdiri di tengah lorong untuk menghalangi jalanku.
"Kalau aku nggak mau, kau mau apa?" tantangnya dengan berkacak pinggang.
Kesabaranku sudah habis. Kudorong troli hingga menubruknya agar dia tau rasa.
"Kurang ajar!" Dia menyerangku.
Perkelahian pun tidak terelakkan. Dalam sekejap mata, lorong yang tadinya sepi langsung berubah ramai. Pertarungan kami menjadi bahan tontonan.
"Berhenti!"
Suara manager menggelegar dari ujung lorong. Kerumunan terbelah dua untuk memberi jalan bagi si manager berkepala plontos. Tangan kami yang saling menjambak pun segera terlepas.
"Kalian berdua, ke ruangan saya sekarang!" titahnya dengan tegas.
Setelah pria itu meninggalkan kerumunan, semua karyawan bersorak ke arahku, lalu kembali ke tempat masing-masing.
"Mentari, kamu masih terhitung sangat baru di hotel ini, tapi kamu sudah berani membuat onar. Kemarin kamu ribut dengan karyawan lain di ruang ganti, dan sekarang juga," ujar manager saat aku dan senior yang terlibat perkelahian denganku menghadap ke ruangannya.
"Maafkan saya, Pak, Saya memang bersalah, tapi saya punya alasan."
"Apapun alasannya, perbuatan kamu itu sangat tidak etis. Kamu masih butuh arahan dan bimbingan dari senior-seniormu disini, tapi kamu malah membuat masalah dengan mereka. Sudah banyak keluhan yang saya terima mengenai kinerja kamu yang tidak memuaskan. Saya sudah tidak bisa membantu kamu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...