Bab 35b

2K 180 15
                                        

Tekan ☆ sebelum scroll ke bawah!!

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Sepulang dari gereja dalam rangka ibadah Natal, Bima mengantarkan Sharon dan kedua anaknya kembali ke rumah. Setelah Sharon turun dari mobil dan masuk lebih dulu ke rumah, Feli mengajak ayahnya mampir ke rumah sebentar untuk mengambil kado Natal yang sudah mereka persiapkan untuk Mentari. Ternyata kedua anak itu belum lupa dengan percakapan mereka kemarin.

Bima tidak punya alasan untuk menolak. Dengan berat hati, dia pun ikut masuk rumah itu.

"Langsung dikasih sekarang ya, Pa sebelum Natalnya lewat," ucap putri Bima yang sudah duduk di kelas 5 SD itu.

"Iya, pulang dari sini langsung Papa antar," jawab Bima sambil menerima paper bag berisi 2 kotak kado dari Felix dan Feli.

"Kok anter sih, Pa? Kan Papa tinggal serumah sama Kak Tari," tanya Feli. Menurutnya pemilihan kata "antar" kurang tepat untuk orang yang tinggal serumah. Dia tidak salah. Hanya saja dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Bima menggaruk alisnya yang tiba-tiba gatal. "Maksud Papa, habis dari sini Papa langsung pulang ke rumah terus ngasih kado kalian sama Mentari."

"Nah itu baru bener!" seru Feli. "Oh iya, nanti kalo udah sampai rumah, telpon Feli ya, Pa. Feli mau bicara sama Kak Tari."

Bima mengangguk pasrah. "Iya, Sayang," jawabnya dengan senyum terpaksa.

Sepanjang perjalanan menuju tempat tinggal Mentari, Bima terus gelisah tak karuan. Kedua tangannya memegang erat setir mobil dan mengetuk-ngetukkan jarinya hingga menciptakan bunyi gemeretuk. Kedua lututnya pun tidak berhenti bergoyang menunjukkan betapa gugupnya pria itu. Mentalnya sebenarnya belum siap untuk bertemu tatap muka dengan perempuan itu tapi sialnya dia terjebak dalam situasi yang membuatnya tidak bisa mengelakkan pertemuan itu. Kado Natal dari Felix dan Feli harus sampai ke tangan Mentari hari ini juga dan tanpa perantaraan.

Akhirnya Bima sampai di depan rumahnya. Dia menghela napas dalam sebelum keluar dari mobil. Setelah berdiri di depan pintu sambil menenteng paper bag, dia kembali menghela napas lalu mengetuk pintu. Tidak ada suara dari dalam. Dia menekan bel dan masih tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Tiba-tiba Bima kalut. Dia berpikir kalau Mentari sudah pergi dari rumah itu.

Buru-buru dia membuka pintu rumah itu dengan kunci miliknya. Pria itu masuk, berlari menuju kamar, dan membuka pintu lemari Mentari. Dia langsung menghela napas lega saat melihat pakaian yang tersusun rapi di rak lemari. Ternyata dugaannya salah.

Ditutupnya pintu lemari itu lalu duduk di tepi ranjang. Dia memandangi setiap sudut kamar itu dengan tatapan sendu. Tidak ada posisi yang berubah. Buku-bukunya masih tersusun rapi di atas meja kerja, foto yang waktu itu dia pecahkan sudah tergantung kembali di dinding dengan figura yang baru, tapi kaca lemari yang ia pecahkan dengan tangannya belum diperbaiki.

Kemudian dia memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam. Aroma kamar ini masih sama persis dengan sebelum-sebelumnya. Aroma raspberry bercampur musk, perpaduan aroma parfum mereka berdua. Menghirup aromanya saja sudah membuat kerinduan pria itu membuncah.

Saat tangannya meraba permukaan ranjang, tanpa sengaja dia menyentuh sesuatu di bawah bantal. Dia segera membuka mata dan mengambil benda yang ia sentuh itu. Ternyata benda itu adalah sebuah buku agenda bersampul hitam.

Kening Bima mengernyit dalam. Dia tampak tertarik dengan agenda itu, terlebih saat dia membuka sampulnya dan mendapati selembar foto usang terselip di halaman pertama. Dia sangat mengenal dua anak remaja berseragam SMA dalam foto itu. Itu adalah gambar dirinya dan Melati.

I'm Your BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang