Tekan ☆ sebelum scroll ke bawah!!
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Mentari menggeleng pelan sambil membekap mulutnya. Dia masih belum menjawab pertanyaan Bima mengenai Melati ibunya. Tatapan marah pria di depannya membuatnya takut dan gentar. Ini terlalu mendadak untuk hubungan mereka yang sedang hangat-hangatnya.
"Jawab!"
Bentakan Bima membuatnya tersentak dan gelagapan.
"Si..si.. siapa yang kasih tau kamu? Sharon?" tanya Mentari gugup.
Alih-alih menjawab pertanyaan Bima, dia malah mengalihkannya dengan hal lain. Dia pikir Sharon telah melanggar kesepakatan mereka untuk saling menjaga rahasia.
"Sharon? Jadi dia juga tahu semua ini? Waw!" Bima semakin bingung dan tidak percaya. Bisa-bisanya Sharon menyembunyikan hal sepenting itu darinya. "Jadi kalian berdua bersekongkol untuk menipu saya?"
Mentari menggeleng cepat sambil menggenggam erat tangan Bima. "Bukan. Kamu dengar penjelasanku dulu, ya." Mentari berusaha menenangkan pria itu dengan mengusap-usap lengannya.
Bima menarik kasar tangannya sampai tubuh Mentari sedikit terhempas ke belakang. "Kamu belum jawab pertanyaan saya!" bentaknya dengan suara menggelegar.
Mentari tertunduk dalam. Dia takut menatap mata pria di depannya. "Maaf.." ucapnya lirih dengan suara tercekat.
Tiba-tiba Bima memegang kedua lengan atas Mentari dan menatapnya penuh amarah. "Saya tidak butuh kata maaf kamu! Sekarang katakan kalau Melati bukan ibu kamu! Hanya itu yang ingin saya dengar." Dia membentak sambil mengguncang-guncangkan tubuh Mentari.
Mentari menggeleng sambil terisak. Dia tidak bisa menyangkal kalau Melati Anggraeny adalah ibu kandungnya tapi dia juga tidak sanggup mengatakannya di depan Bima secara langsung. Namun tanpa ia bicara pun, reaksinya sudah memberikan jawaban pada Bima.
"Brengsek!" Bima melepas cengkraman tangannya di lengan Mentari lalu berdiri.
Dia berjalan mondar-mandir seperti orang linglung. Berkali-kali dia menarik rambutnya dan memukul-mukul kepalanya dengan tangannya. Entah apa yang sedang ia pikirkan sekarang. Dia kelihatan sangat frustrasi.
Mentari yang masih duduk di lantai merangkak mendekati Bima dan memeluk kaki kanannya. "Stop. Kamu boleh hukum aku apa aja, tapi tolong jangan sakiti diri kamu sendiri. Ini bukan salah kamu. Ini salahku," mohonnya dalam keadaan menangis.
Kedua tangan Bima terkulai lemas di samping tubuhnya. Matanya yang berkaca-kaca menatap langit-langit kamar untuk menahan cairan bening itu agar tidak tumpah.
"Siapa ayah kandung kamu?" Bima bertanya lirih. Dia menyimpan sedikit harapan dari pertanyaannya itu.
Seketika suasana berubah hening dan tegang. TIdak terdengar lagi suara isak tangis Mentari. Pelukannya di kaki Bima semakin erat menunjukkan kalau dia takut kehilangan pria itu. Dia tidak siap mengakhiri hubungan yang sudah begitu dalam ini.
Setelah beberapa saat diliputi keheningan, Bima berbalik lalu mengangkat pundak Mentari dengan lembut sampai wanita itu berdiri di hadapannya. Kedua tangannya mengelus rambut Mentari yang berantakan, lalu menangkup pipi wanita itu. Sikapnya yang tiba-tiba berubah drastis itu membuat Mentari bingung. Dia hanya diam dan membiarkan Bima menghapus air matanya.
"Bukan saya, kan?" tanyanya was-was. Saat ini dia hanya ingin mendengar jawaban "tidak" dari mulut Mentari.
Mata keduanya saling mengunci dengan pergolakan batin masing-masing. Mentari meletakkan tangannya di atas tangan Bima yang menangkup pipinya. Dia tidak tahu harus berkata apa tapi matanya menyiratkan perasaan bersalah yang teramat sangat.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...