Bab 18

4.3K 330 121
                                        

Holla! Kaget, gak? Kaget dong.

Aku lagi baik loh ini cepat update. Kalian juga harus baik ya ngasih vote dan komen. Awas kalo nggak!

=====

"Kamu yakin nggak mau ke Dufan?" tanya pria di sebelahku.

Sudah 3 kali dia menanyakan hal yang sama. Di apartemen sebelum berangkat, di mobil, dan terakhir di parkiran pasar malam. Jawabanku tetap sama. Tidak. Alasan pertama, disana tidak ada wahana tong setan dan rumah hantu. Alasan kedua, karena mengunjungi pasar malam adalah salah satu wishlist-ku bersama ibu.

Jadi, aku tetap pada pendirianku.

"Kalau Anda mau ke Dufan, pergi aja sendiri. Saya mau disini," ucapku jengah.

"Kok pakai anda lagi. Kamu dong, Sayang," balasnya. Dia malah mempermasalahkan panggilanku padanya.

"Jadi kamu mau ikut turun atau tetap mau ke Dufan Dufan itu?" desakku bersiap keluar dari mobilnya.

"Ikut lah. Ngapain juga saya ke Dufan sendirian. Padahal saya cuman mau kasih yang terbaik untuk kamu. Wahana disini pasti tidak se-proper di Dufan." Dia masih berusaha membuatku berubah pikiran.

"Di Dufan ada rumah hantu sama tong setan?"

"Kalau rumah hantu ada, tapi tong setan saya nggak pernah liat."

"Yaudah. Case close."

"Gak mau pake masker?" tanyaku saat dia bersiap turun.

"Oh iya. Saya pakai masker gapapa, ya?" Dia meminta izin dengan ekspresi merasa bersalah.

"Iya, gapapa. Saya ngerti. Lagian saya juga malas kalau harus berurusan dengan media," ucapku.

Kami sudah masuk ke area pasar malam. Itu adalah lapangan berumput hijau yang disulap menjadi pasar malam. Berhubung hari ini hari Sabtu, jadi situasi disini cukup ramai dan padat.

Dia terus memegang tanganku. Katanya agar aku tidak hilang. "Kamu mau beli sesuatu?" Dia bertanya saat kami melewati stand kuliner.

Aroma makanan yang menyeruak membuatku tergugah. Kulayangkan pandanganku ke sisi kiri dan kanan untuk melihat-lihat jajanan yang menarik dan pilihanku jatuh pada kuliner barbeque-an.

"Kesana." Aku menarik tangannya ke tempat itu.

"Bang, berapaan?" tanyaku pada abang-abang yang sedang mengipasi sosis bakar. Terdapat aneka jenis sosis mentah berjejer di depan stand.

"Rp3000/ tusuk," ucapnya.

Kulihat pria yang sedang berdiri di belakangku sambil memegang kedua pundakku. "Mau yang mana?" tanyaku.

"Kamu aja," ucapnya.

Aku mengambil piring kosong dan memilih jenis sosis yang ingin aku beli, selanjutnya menyerahkan pada abang penjualnya untuk dibakar. "Pedas manis ya, Bang," pesanku.

"Siap," jawab si penjual.

Pesananku sudah selesai. Saat aku hendak mengeluarkan uang untuk membayar, dia menahan tanganku. "Saya yang bayar," tegasnya.

Aku tidak membantah. Dia mengeluarkan uang Rp50.000 dari dompetnya lalu memberikan pada si penjual. "Ambil kembaliannya," ucapnya.

"Makasih, Bang. Semoga hubungannya langgeng," ucap si penjual itu dengan sangat antusias. Bagaimana tidak? Harga jajanan yang kubeli hanya 15 ribu, tapi dibayar 50 ribu. Beruntung sekali dia.

"Amin." Dia malah menyahuti ucapan si penjual sosis bakar.

Kami berjalan semakin masuk ke dalam arena pasar malam. Sambil berjalan, aku meniup sosis bakar bola ikan sampai panasnya berkurang lalu kutawarkan padanya.

I'm Your BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang