Sebelum scroll ke bawah tekan ☆ dan komen "thank you" di kolom komentar.
Sudah?
Oke, Let's go!
>>>
Aku duduk di salah satu meja sudut yang kosong. Kuikuti kemana Icha melangkah. Dia menghampiri sebuah meja yang sudah dihuni oleh seorang wanita bermasker putih dan berkacamata hitam. Mereka duduk berhadap-hadapan.
Setelah beberapa saat mengobrol, wanita yang wajahnya tertutup masker itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah amplop coklat yang cukup tebal. Aku menduga isi amplop itu adalah uang. Icha mengambil amplop itu, lalu memasukkannya ke dalam tas.
Minuman mereka pun datang. Saat wanita di depan Icha itu membuka maskernya untuk minum, aku terkejut bukan main melihat wajah wanita itu dan mulai memahami apa yang sedang terjadi.
Ternyata dalang dibalik semua ini adalah Sharon. Dia membayar Icha untuk menyebar rumor tentangku di kampus. Dia pikir aku akan tumbang hanya karena tekanan sekecil itu? Tidak akan!
Kutinggalkan kafe itu dan kembali ke apartemen.
Sesampainya di apartemen, kulepas kedua sepatuku dan kuletakkan di rak. Senyumku merekah lebar saat melihat sepasang sepatu pria bertengger di sana. Dia sudah kembali dari perjalanan dinasnya.
Dia tidak ada di ruang tamu. Aku masuk ke kamar dan tidak menemuinya juga. Satu koper besar dan satu koper kecil terletak di samping pintu. Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air shower disertai siulan bernada. Dia sedang mandi rupanya. Aku duduk selonjoran di atas ranjang sambil memainkan ponselku untuk menunggunya.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Pria bertelanjang dada dengan rambut basah dan wangi semerbak itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum ke arahku.
Kubalas senyumannya sambil meletakkan ponsel di samping bantal, lalu aku duduk bersimpuh dengan bertumpu pada kedua lutut di tepi ranjang dan merentangkan kedua tanganku lebar-lebar untuk menyambutnya. Dia berjalan cepat menghampiriku, lalu memelukku.
Kuusap punggungnya yang dingin dan lembab, kemudian kukecup pundaknya. Aroma sabun dan shampo miliknya begitu menenangkan.
Dia menyibak rambut yang menutupi leherku lalu mengendus-endus dan menciuminya.
"Geli!" protesku sambil melepas pelukan.
Sekarang dia memegang kedua sisi wajahku setelah menyelipkan rambutku ke belakang telinga, lalu mengecup singkat bibirku.
"Ada masalah selama saya pergi?" tanyanya.
"Nggak ada. Semuanya aman."
Sebaiknya aku tidak menceritakan soal kedatangan Felix dan Feli ke sini, juga tentang ulah Sharon yang sudah membayar Icha untuk menyebar rumor tentangku di kampus. Aku tidak ingin membuatnya semakin cemas dan stres. Apalagi sekarang dia sedang sibuk menyelesaikan disertasinya untuk mendapat gelar S3.
Kuambil handuk kepala yang tergantung di lehernya. Aku menggosok-gosok rambutnya dengan handuk dan kedua tangannya melingkar di pinggangku. Dia bercerita tentang penumpang pesawat di sebelahnya yang tidur dengan mendengkur keras dan terus bersandar padanya. Aku tertawa mendengarnya.
Setelah selesai mengeringkan rambutnya, aku beranjak dari ranjang untuk memgambil koper kecil tempat menyimpan pakaiannya. Kuletakkan di ranjang dan kubuka untuk mengambil pakaian bersih.
"Kamu masak?" Pria yang sedang duduk berjuntai di tepi ranjang dengan handuk melilit di pinggang bertanya padaku.
"Kamu belum makan siang?" balasku sambil mengambil satu set pakaian untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...