Bab 9a

3.1K 250 20
                                        

Selamat membaca :)

Hari ini aku akan pulang lebih lama dari biasanya karena ada jadwal pengganti dari dosen yang cuti minggu lalu. Lima belas menit lalu, pria yang berkantor di lantai dua Gedung Baru Fakultas Ekonomi itu mengirimku pesan.

"Pulang jam berapa?" tanyanya lewat pesan WA.

"Bapak pulang duluan saja. Saya masih ada kelas pengganti sampai jam 5," balasku. Dia tidak mungkin menunggu sampai selama itu.

Namun ternyata dugaanku salah. "Saya tunggu." Begitu bunyi balasannya.

Setelah kelas Pengantar Bisnis selesai tepat jam 5 sore, aku pun bergegas membereskan buku dan alat tulisku. Dia pasti sudah menungguku di mobilnya.

"Tari, mau aku bantuin?"

Aku mendongak untuk melihat sosok yang berdiri di depanku. Dia Edgar, mahasiswa sekelasku. "Gak usah, makasih," jawabku dengan senyum tipis untuk menghargai usahanya.

Aku sadar dia memiliki ketertarikan padaku, terlepas dari serius atau hanya ingin bermain-main. Akan tetapi, aku sama sekali tidak tertarik dengan yang  namanya laki-laki apalagi cinta-cintaan. Bagiku, itu hanyalah omong kosong.

"Aku bantu sampe depan gerbang, ya? Kamu naik taksi online, kan?" Dia masih bersikukuh dan berusaha mengambil ranselku.

Aku menahan tasku dengan erat lalu menatapnya kesal. "Gar, aku bisa sendiri," tegasku.

Dia mencebikkan bibir lalu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Baiklah. Kalo gitu kamu hati-hati, ya. Aku duluan."

Setelah pria berkemeja flanel motif kotak-kotak itu pergi, aku pun meninggalkan kelas dan melangkah menuju belakang lab komputer dengan menggunakan kruk.

Sudah 3 hari berturut-turut dia selalu siaga mengantar-jemputku ke kampus. Tidak kusangka dia sungguh-sungguh dengan ucapannya. Dia selalu datang tepat waktu di pagi hari dan tidak lupa membawakanku sarapan. Setiap jam pulang kuliah, dia akan berada di mobil lebih dulu kemudian aku menyusul. Berhubung parkir mobilnya memang beda sendiri dari tempat parkir dosen lain dan letaknya cukup tersembunyi, jadi tidak ada yang tahu kalau selama 3 hari ini aku selalu diantar-jemput oleh wakil dekan Fakultas Ekonomi.

Kalau sampai ada yang tahu, mungkin akan terjadi kehebohan dan desas-desus di kampus, terlebih di kalangan fanbase-nya. Saat berada di dalam kelas atau berpapasan di koridor, kami bersikap profesional saja selayaknya dosen dan mahasiswa. Setiap tiba di kampus, aku selalu turun lebih dulu dari mobilnya dan mengambil jalan yang berbeda dengannya.

Kami tidak melakukan kesepakatan apapun untuk kebiasaan itu. Semua terjadi begitu saja seperti sudah terstruktur dan terencana.

"Pak Bima, saya bisa minta tolong?"

Dia menoleh cepat padaku sambil menyetir mobilnya. "Iya, ada apa?"

"Lampu kamar saya tadi pagi tiba-tiba mati. Saya tidak tahu masalahnya. Pak Bima bisa bantu perbaiki?" pintaku.

Aku tidak mengada-ada perihal lampu kamarku yang rusak. Akan tetapi aku memanfaatkan keadaan itu untuk mengundangnya ke kamarku lalu menyuguhkan minuman yang akan kucampur dengan obat tidur. Aku masih belum lupa dengan tujuan awalku untuk mendapatkan bukti perselingkuhannya. Kali ini dia tidak punya alasan lagi untuk menolak minuman pemberianku karena ini diluar kampus.

"Saya periksa dulu. Kalau kerusakannya ada pada bola lampu, saya bisa perbaiki. Tapi kalau kerusakannya ada di kabel yang tersembunyi di balik plafon, saya akan panggilkan tukang untuk memperbaiki," tuturnya. Dia selalu terlihat antusias menolongku.

"Terima kasih," ucapku.

Kami pun tiba di depan pintu kosku. Aku bergegas membuka pintu dan mempersilakannya masuk.

I'm Your BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang