Tekan ☆ sebelum scroll ke bawah!!
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
"Bu Sharon lagi coba mencari penggantinya untuk mengisi acara di Jepang besok. Kalau udah ada penggantinya, Bu Sharon bakal langsung pulang."
"Hm.." Aku menggumam sambil mengangguk pelan menimpali informasi dari Joana.
"Tari.."
Aku menoleh dengan tatapan gamang. "Iya?" jawabku.
Joana menggenggam kedua tanganku dengan erat. "Jangan salahin diri lo atas kejadian ini, ya. Ini bukan salah lo, tapi murni kecelakaan."
Mataku seketika berkaca-kaca. Kugigit bibirku yang gemetar. Kata-kata Joana terasa menohok sampai ke ulu hati. Dia seperti bisa membaca isi kepalaku. Sejak tadi, aku memang tidak berhenti menuding diriku sendiri atas kecelakaan ini. Aku merasa bahwa kecelakaan ini adalah bentuk hukuman, kutukan, karma, atau aku memang pembawa sial seperti yang sering orang-orang bilang.
Aku tidak bisa menahan air mata yang menggenang di pelupuk mataku. Akhirnya kutumpahkan tangisku di pelukan Joana. Dia menepuk pundakku sampai tangisku mereda.
"Lo tau nggak?" Joana bertanya setelah aku melepas pelukan darinya.
"Apa?" sahutku sambil menghapus airmata dengan lengan bajuku.
"Pak Bima itu banyak berubah loh semenjak ada lo."
"Berubah gimana?" tanyaku mulai tertarik dengan perbincangan kami.
"Lo tau nggak kalau Pak Bima itu perokok berat dan pecandu alkohol?"
Keningku berkerut seketika. Pria itu sama sekali tidak terlihat seperti perokok berat ataupun pecandu alkohol. Selama bersamaku, dia hanya merokok sesekali dan jarang sekali minum alkohol.
"Kaget kan lo?" Jo menghardikku. "Makanya gue bilang, Pak Bima itu banyak berubah sejak sama lo. Dia jadi peduli sama kesehatannya. Udah jarang nyentuh rokok sama alkohol, rajin olahraga pula."
Antara terharu dan tidak percaya. Takutnya Jo hanya melebih-lebihkan cerita untuk menghiburku. Kenapa Bima harus berubah karena aku? Padahal aku tidak pernah melarangnya merokok atau minum alkohol. Di sekitarku pun banyak perokok, jadi aku tidak terganggu sama sekali dengan asap rokok.
"Gue pernah iseng nanya Pak Bima kenapa dia tiba-tiba berubah. Lo tau nggak jawabannya apa?"
Aku menggeleng. "Kenapa emang?" tanyaku. Rasa penasaranku semakin membuncah.
"Gue yakin lo bakalan terharu sih denger ini."
"Apa sih?" Aku mengguncang-guncang tangan Jo saking penasarannya.
"Katanya dia mau hidup sehat biar bisa hidup lebih lama sama lo. Dia gak mau jadi beban buat lo. Dia pengen jagain lo sampai dia tua. Gitu katanya."
Perasaanku campur aduk mendengar ucapan Jo. Entah bagaimana mendeskripsikannya. Ada perasaan terharu, bahagia, sedih, merasa bersalah, dan takut kehilangan.
"Kak Jo nggak ngarang, kan?"
"Sumpah demi Tuhan, Tar. Pak Bima ngomong langsung depan muka gue. Makanya gue yakin banget Pak Bima bakal berusaha buat bertahan hidup demi lo. Dia gak bakal tega ninggalin lo sendirian, Tar. Jadi please berhenti nyalahin diri lo atas kejadian ini ya. Pak Bima gak akan suka kalau dia sampai tau lo sedih gara-gara dia."
Aku beranjak perlahan dari kursi dan berdiri di depan kaca jendela ruang ICU. Mataku tertuju pada sosok yang masih berbaring di ranjang dengan bantuan berbagai peralatan medis untuk menopang hidupnya. Tanganku menyentuh kaca yang menjadi penghalang diantara kami dan tidak terasa air mataku jatuh lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...