Sebelum scroll ke bawah tekan ☆ dan komen "seru banget" di kolom komentar.
Sudah?
Oke, Let's go!
♡♡♡
Aku baru saja keluar dari bilik toilet. Saat sedang mencuci tangan di wastafel, seorang perempuan masuk ke toilet dan berdiri di sebelahku. Mata kami bertemu lewat cermin. Dia adalah Icha.
Perempuan berambut pirang dan bulu mata palsu itu tersenyum sinis padaku, tapi aku bersikap bodo amat. Kutarik dua helai tisu dari kotak tisu toilet untuk mengelap tangan, membuangnya ke keranjang sampah, lalu meninggalkannya tanpa menyapa.
"Gimana rasanya jadi anak haram?"
Aku diam tertegun sejenak, lalu balik badan.
"Maksud kamu apa?" tanyaku.
Lagi-lagi dia tersenyum sinis sambil menambah dempul di wajahnya. "Semua anak-anak di kelas udah pada tau kali siapa lo. Pantesan aja selama ini lo susah berbaur sama yang lain. Minder, ya?"
Dia memasukkan bedak padatnya ke dalam tas, lalu berdiri berhadap-hadapan denganku.
"Sampah masyarakat kayak lo emang gak sepantasnya berbaur sama kita-kita. Takutnya nularin penyakit," cemoohnya sambil menggulung-gulung ujung rambutnya dengan telunjuk.
Aku hanya diam mendengar semua ocehannya sampai dia keluar dari toilet. Aku masih syok. Setelah sekian lama tidak mendapat hinaan sebagai anak haram dan sampah masyarakat, hari ini aku mendengarnya lagi. Di depan mukaku.
Entah siapa yang menyebarkan informasi itu. Tapi yang pasti, masa tenangku telah usai. Sejauh apa pun aku pergi meninggalkan kota kelahiranku, status sebagai anak haram akan tetap melekat pada diriku.
Aku kembali ke kelas. Sekarang aku mulai menyadari perbedaan cara mereka memandang dan memperlakukanku. Tidak sedikit yang memandangku dengan tatapan sinis dan merendahkan, meski banyak juga yang acuh. Namun, yang paling membuatku jijik adalah siulan catcalling dan tatapan liar dari para pria. Hanya karena aku anak yang lahir di luar hubungan pernikahan, mereka merasa berhak untuk merendahkan dan melecehkanku. Aku benar-benar muak dengan situasi ini.
Aku pulang ke apartemen setelah melewati satu hari yang buruk di kampus. Untungnya hari ini hanya ada 2 mata kuliah, jadi aku bisa pulang lebih awal. Berendam di bath up dengan sabun aroma terapi akan membuat tubuh dan pikiranku lebih rileks. Kulangkahkan kakiku dengan gontai melewati lobi apartemen tanpa menoleh ke kiri maupun ke kanan.
"Kak Tari!"
Merasa dipanggil, langkahku terhenti, lalu menoleh ke samping. Di sofa tunggu, duduk dua bocah berseragam SD. Mereka menyandang tas ransel masing-masing, lalu berlari menghampiriku. Dua bocah itu adalah Felix dan Felicia.
"Kalian ngapain di sini? Sama siapa?" tanyaku sambil melihat ke sekitar mencari ayah atau ibu mereka.
"Kami datang sendiri. Kami mau bicara sama Kak Tari," ucap Felicia.
Keningku berkerut. "Bicara apa?"
Felicia bersedekap dengan wajah masam dan tatapan tajam. Dia berusaha terlihat galak, tapi tidak berhasil.
"Jauhi papa kami! Jangan pernah dekat-dekat sama papa lagi!" gertaknya. Sangat menggemaskan. Aku menahan senyum melihat wajah polosnya.
"Jadi ini perempuan yang udah bikin Papa sama Mama berantem?"
Si bocah laki-laki bertubuh tinggi hampir sepundakku menatapku dengan sinis. Dia tidak menggemaskan seperti adiknya. Tatapan dinginnya sangat mirip dengan ayahnya saat sedang mengajar di kelas.
![](https://img.wattpad.com/cover/345966300-288-k579050.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Your Blood
Romance"Bagaimanapun, darahnya mengalir dalam tubuhku. Tidak sepantasnnya aku memiliki perasaan ini untuknya." Mentari berniat membalaskan dendamnya pada Bima Pamungkas, ayah biologisnya, atas perbuatannya yang telah meninggalkan ibunya saat sedang hamil d...