Bab 6

2.8K 204 7
                                    

Selamat membaca :)

MENTARI

Hari ini pekerjaanku tidak terlalu berat. Hanya ada beberapa tamu yang checkout di jam kerjaku dan tidak ada tamu yang rewel. Karena masih memiliki banyak energi, aku memutuskan untuk mampir ke minimarket 24 jam terdekat untuk membeli beberapa persediaan makanan dan perlengkapan mandi. 

Aku pergi dengan berjalan kaki karena aku tidak membawa sepeda hari ini. Ban sepedaku kempes saat perjalanan pulang dari restoran tadi siang. Aku menyusuri trotoar yang mulai sepi. Ini adalah jalan yang aku lalui setiap hari, jadi aku tidak merasa takut sedikitpun. Tapi yang namanya hari sial, tidak ada yang tau kapan datangnya.

Saat jalan lagi sepi-sepinya, aku malah berpapasan dengan tiga pria mabuk. Aku sempat ragu untuk melanjutkan langkahku. Tapi akhirnya aku memilih untuk bersikap biasa saja agar tidak menarik perhatian mereka. Ibu bilang, anjing tidak akan mengejar kalau kita tidak panik.

Tapi ternyata mereka lebih buruk dari seekor anjing.

"Mau kemana, Manis?" ucap seorang pria bermulut bau yang sedang menghadang langkahku. Dua pria lain tertawa cekikikan di sisi kiri dan kanannya dengan tatapan mesum ke bagian dadaku.

Kupindahkan tas ransel berukuran kecil dari punggungku ke depan. Kudekap di dadaku untuk menghalangi pandangan mereka. Saat aku mencoba turun dari trotoar, salah satu dari mereka malah meremas bokongku dan dua orang lainnya menghadang jalanku. Aku ingin menangis saat itu juga. Tapi aku menahannya.

Aku mengeluarkan 2 lembar uang pecahan Rp100.000 dari saku celanaku. "Bang, saya cuma pegang uang segini. Silakan ambil, tapi biarkan saya pergi," mohonku.

Pria di depanku menyeringai dan mengambil uang itu dengan kasar dari tanganku. Diciumnya uang itu. "Lumayan," ucapnya. "Tapi kami juga mau mencicipi tubuh manismu ini." Dia memegang ujung rambutku yang berada di depan dadaku. Menjijikkan! Aku sudah tidak tahan lagi.

Aku segera berbalik dan lari. Tapi mereka dengan cepat menangkapku. Aku meronta dan berteriak minta tolong, namun sialnya tidak ada satu kendaraanpun yang melintas disana.

Mereka memegangi kedua pergelangan tanganku. "Di belakang toko itu aja." Salah satu dari mereka menunjuk toko yang sudah tutup di pinggir jalan. Aku menggeleng panik. Kutahan kakiku sekuat tenaga melawan tenaga tiga pria yang sedang mabuk itu.

Tenagaku sangat tidak sebanding melawan mereka bertiga. Saat aku sudah berdoa dengan pasrah pada Tuhan, pertolongan itu pun segera datang tepat waktu.

"Woi!" Suara teriakan di belakangku benar-benar membuatku lega.

Mereka bertiga langsung melepaskan tangan mereka dariku dan lari terbirit-birit menyeberangi jalan.

Terima kasih, Tuhan.

Lututku lemas seketika. Aku terduduk di trotoar dan kupeluk tubuhku yang malang. "Ibu.." Aku menangis memanggil ibuku.

"Anda baik-baik saja?" Itu adalah suara orang yang sudah menyelamatkanku.

Aku menganggukkan kepala menjawabnya. "Terima kasih," ucapku dengan susah-payah.

"Pulanglah. Disini tidak aman."

Dia pasti orang baik. Tutur katanya sangat berwibawa dan dia begitu peduli pada orang lain yang tidak ia kenal. Aku harus berterima kasih dengan benar padanya,

Meskipun tubuhku masih gemetar, aku berusaha keras untuk berdiri, lalu berputar ke arahnya. Namun apa yang kulihat di hadapanku saat ini benar-benar membuatku tercengang. Kalimat terima kasih yang sudah hampir keluar dari mulutku, kutelan kembali. Kenapa harus dia?

I'm Your BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang