❤️‍🩹BAB 3. TIDAK DIINGINKAN

369 26 1
                                    

Tubuhnya menggigil, hujan semakin deras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuhnya menggigil, hujan semakin deras. Sekuat tenaga Saira memeluk dirinya sendiri, mencoba untuk menahan tubuhnya yang menggigil. Deru mesin mobil berhenti tepat di gerbang, membuat binar harapan di mata gadis remaja tersebut. Ayahnya ke luar dari mobil, setengah berlarian membuka gerbang dan masuk kembali ke dalam mobil. Mobil sedan keluaran lama itu memasuki pekarangan rumah, Saira setengah berlarian menuju teras rumah.

"Kenapa menunggu di sana? Gak buka gerbang sendiri?" tanya wanita berambut sebahu itu dengan ekspresi berpura-pura ramah.

"Aku belum dapat kunci rumahnya, Tante," sahut Saira terdengar serak.
Ayah Saira melangkah dengan diikuti oleh adik seayah serta saudara tirinya, perempuan dengan gaun cantik itu tampak membawa paper bag makanan. Menyerahkan
pada Saira, dengan senyuman ganjil.

"Ambilah, aku dan Adek sudah kenyang. Ayo masuk ke dalam, " tutur Cessy sebelum menarik tangan adiknya untuk masuk. Sang ayah dan ibu tirinya masuk bersama.

Saira membuka paper bag, ia
meneguk air liur kasar. Suara cacing di perutnya membuat gaduh, ia pikir akan mendapatkan makanan enak. Nyatanya di dalam hanya ada tulang ayam dan saus sasetan yang sudah kosong. Paper bag di tangan diturunkan perlahan, kedua matanya berembun jatuh berderai kala digoda angin. Bergulir menyentuh pipi dingin Saira, kepalanya menengadah menatap kepergian mereka semua.

Ia hanyalah orang asing di tengah-tengah keluarga bahagia, tidak ada tempat untuk Saira. Ia mengerti dengan keadaan yang dirinya alami, rintik demi rintik air turun membasahi bajunya yang lembab. Bibir pucatnya bergetar hebat, pedih sekali berada di posisinya. Gelak-tawa melambung di dalam ruangan keluarga, menyentak Saira. Jikalau ia akan tersiksa berada di sana, ibu tirinya jelas tidak menginginkan keberadaan Saira. Dan ayahnya sama sekali tidak mampu untuk bertindak tegas, Saira hanyalah seorang remaja lemah. Sosok anak perempuan yang membutuhkan sosok ayah siap melindungi dirinya, sosok ibu yang memberikan kehangatan untuk dirinya.

"Apa yang sebenarnya aku harapankan?" tanya Saira pada dirinya sendiri.

Tubuhnya dibalik membelakangi pintu masuk, paper bag di tangan diangkat perlahan. Kedua tungkai kakinya diayunkan perlahan melangkah mendekat tong sampah kecil di pinggiran teras, dibuangnya dengan wajah datar. Kedua tangannya dikepal kuat, kepalanya menoleh ke arah pintu yang terbuka.

"Eh, mana Saira?"

Jelas sekali yang bertanya adalah ayahnya, hati kecil Saira berharap ayahnya akan melangkah keluar dari rumah. Sekadar menanyai apakah ia baik-baik saja?

"Dia di luar, Pa! Makan ayam chicken yang kita beli tadi. Kayaknya dia suka," sahut Chesy cepat.

"Oh, begitu. Ya, sudah. Papa mau mandi dahulu," jawab sang ayah sebelum tidak lagi terdengar suara ayahnya.

Hanya suara Chesy dan adiknya, berbicara tentang harga baju yang mereka beli di mall. Saira tersenyum getir, kedua tangannya terkepal semakin kuat. Kaki jenjangnya melangkah menerobos hujan, membuka cepat pintu gerbang tanpa menutupnya kembali. Tak tahu arah kakinya melangkah menyusuri jalanan, matanya kian basah. Kedua sisi bahunya naik-turun, isak tangis terhambat oleh lebatnya hujan.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang