❤️‍🩹BAB 11. IRI

256 26 2
                                    







Keduanya tampak mengobrol, sesekali tawa renyah dari Saira mengalun. Langkah kaki jenjang wanita berpakaian seragam sekolah yang sama dengan kedua remaja di dalam sana tampak berhenti mendadak, gadis di sampingnya pun ikut berhenti.

"Kenapa, Che?" tanyanya sebelum menoleh ke arah Chesy.

Guratan ekspresi wajah Chesy terlihat kesal, marah, dan cemburu. Tidak adanya sahutan dari sang sahabat, gadis itu ikut membawa atensinya ke arah pandangan Chesy. Bibirnya terbuka lebar, kedua pupil matanya terbelalak. Itu Erlangga! Mengapa bisa duduk bersama dengan anak baru di sekolah mereka?

"Wah, gila! Kok bisa anak baru itu makan sama Erlangga. Perasaan di sekolah mereka gak pernah kelihatan berbincang-bincang berdua, tapi di luar sekolah malah kelihatan dekat banget," kata Gea nyaris tak percaya apa yang kini terlihat di depan mata.

Kedua tangan Chesy mengepal sempurna, bagaimana bisa Saira dekat dengan Erlangga. Chesy butuh waktu yang lama untuk bisa berbicara dan akrab dengan Erlangga, meskipun begitu Erlangga masih memberikan jarak di antara mereka berdua. Mereka tidak akan pernah makan bersama, kecuali Erlangga membawa temannya untuk ikut serta. Tetapi apa yang kini dilihat oleh Chesy? Gadis itu bisa duduk dan tertawa bersama sang pujaan hati.

Gea melirik ke arah Chesy bibir bawahnya digigit pelan, sudah pasti sang sahabat tengah menahan amarahnya. Gea tahu bagaimana tergila-gilanya Chesy pada Erlangga, ia bisa melakukan apapun dan mengorbankan apapun. Hanya agar bisa dekat dengan Erlangga, tetapi lelaki itu malah dekat dengan gadis lain. Gadis yang belum genap 1 bulan bersekolah di SMA mereka, sudah bisa menggaet Erlangga.

"Che! Kamu baik-baik aja?" tanya Gea mengalun, guratan ekspresi Gea tampak khawatir.

Chesy mendengus keras, dan melongok ke samping. "Apakah wajahku kelihatan baik-baik aja, Ge? Aku sakit hati banget melihat dia bisa berduaan dengan Erlangga. Aku yang berjuang mati-matian buat dekat dengan Erlangga, malah dia yang sedekat itu sama cowok yang aku suka," jawab Chesy kesal.

Gea mengangguk-angguk mengerti, matanya kembali dibawa bergerak ke arah meja yang ditempati oleh lelaki pemain basket itu. Dengan cepat Gea menarik Chesy, bersembunyi di balik pilar.

"Kamu apa-"

"Ssstt! Mereka sudah selesai makan, melangkah ke luar. Kamu gak mau 'kan kelihatan menyedihkan." Gea menutup mulut Chesy dengan cepat.

Manik mata Chesy melirik keduanya dari ekor matanya, ingin sekali Chesy menjambak dan menampar wajah Saira. Gadis tidak tahu malu dan murahan itu, kebencian Chesy pada Saira semakin bertambah. Ia tidak rela kalau sampai Erlangga bisa menjadi milik Saira, gadis sialan itu harus jauh-jauh dari kehidupannya.

***

Beberapa makanan terhidang di atas meja makan, gadis cantik dengan rambut panjang yang dikuncir tinggi ke atas itu tampak telaten menghidangkan makanan di atas meja. Saira menginginkan untuk tetap tinggal di rumah keluarga Erlangga, sampai ia memiliki tempat untuk dirinya berteduh. Kedua orang tua Erlangga memperhatikan gadis remaja pekerja keras satu itu, apa yang dikatakan oleh Saira tidak ada yang berdusta. Gadis remaja sebaya dengan putra mereka itu memang pada kenyataannya cekatan, disiplin, dan jujur. Saira bisa memasak, dan masakan yang dibuat oleh tangan Saira memang enak. Gadis itu bangun jam 4 dini hari, dikala orang-orang masih bergelut dalam kemelut mimpi.

Saira akan membersihkan rumah, memutar mesin cuci selagi ia membersihkan rumah, membatu menyiapkan sarapan pagi. Sebelum bersiap untuk ke sekolah bersama dengan Erlangga, kegigihan Saira dalam bekerja membuat ibu Erlangga tersentuh.

"Ayo, duduk. Sisanya biar Mbok Surti yang mengerjakannya, Saira!" Rahayu menahan pergelangan tangan Saira kala gadis remaja itu akan kembali ke dapur untuk membawa piring lauk pauk yang tersisa.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang