"Aku gak bisa, Mas!" seru Rahmi
membantah cepat, sebelum manik matanya melirik ke arah anak pertamanya itu di balik kaca."Lalu kamu pikir aku juga bisa? Aku sungkan dengan Riri. Kami sudah ada 2 anak yang harus dihidupi, " tukas Bobi setengah kesal.
"Terus Mas maunya bagaimana? Aku gak bisa tampung Saira lama-lama, aku harus
kerja, Mas." Rahmi berucap frustrasi. Keduanya mendadak diam, mantan suami-istri itu mendadak linglung. Saira mendengar semuanya, dulu
sekali ia dicintai oleh keduanya. Sekarang, Saira tak lebih dari barang bekas tanpa fungsi. Tidak ada yang mau bertanggung jawab atas dirinya, menyedihkan sekali Saira.TIK! TIK
Air mata Saira mengalir, hatinya meraung. Nenek! Kakek! Bawa Saira bersama. Tidak ada yang
mencintainya, bahkan kedua orang tuanya pun begitu. Jika Saira hanya menjadi beban, tidak cukup untuk mencabik indahnya lukisan keluarga di mata Saira. Kedua orang tuanya, terlalu jauh menginjak.mental Saira. Tuhan! Apakah Saira memang tidak berharga? Tidak ada yang mau dirinya.Keduanya serentak mendesah berat, melirik punggung belakang putri mereka berdua. Anak perempuan di balik kaca itu jelas adalah anak mereka berdua, anak perempuan yang pernah membawa warna di kehidupan keduanya. Sebelum badai dahsyat menyapu kehidupan rumah tangga mereka, biduk mereka karam di tengah lautan. Sama-sama menyelamatkan diri dari kisah masa lalu, menelantarkan Saira.
"Apa gak bisa 3 bulan ini dia sama Mas saja dulu, nanti 3 bulan lagi dia sama aku. Sebelum kita carikan kos-kosan buat Saira, dia bisa kita kirimkan uang perbulan saja. Mas maupun aku, kita sama-sama gak bisa bawa Saira hidup di dalam rumah tangga kita," tutur Rahmi menengahi.
Setelah lama mempertimbangkan keputusan apa yang harus mereka ambil untuk putri mereka, agar sama-sama nyaman untuk satu sama lain.
Kepala Bobi mengangguk pelan. "Iya, kamu benar. Ada baiknya kita begitu saja, tapi ingat Rahmi gak boleh lebih dari 3 bulan. Agar Riri dan anakku yang lain tidak merasa risih dengan keberadaan Saira.
"Hah! Tentu saja, Mas," jawab Rahmi pelan menghela napas berat.
Wanita berusia 37 tahun itu bangkit dari posisi duduknya, membuka pintu. Kedua tangan Saira dengan cepat mengusap pipinya yang basah, mengontrol ekspresi wajahnya.
"Saira! Ayo, masuk. Papa dan Mama sudah mendapatkan keputusan yang pas untuk kita bertiga," ujar Rahmi tak lupa ia mengulas senyum lembut.
Saira bangkit dari posisi duduknya, melangkah mendekat pintu. Masuk ke dalam ruangan kafe, manik matanya melirik Rahmi dan Bobi secara bergantian. Mengapa rasanya asing? Padahal keduanya adalah ayah dan ibunya.
"Duduklah, Saira. Papa sudah memesan soto Betawi kesukaan Saira," celetuk Bobi dengan ramah.
Tangannya bergerak menarik kursi ke belakang, perlahan Saira duduk di sana. Sejak kapan Saira suka dengan soto Betawi? Gadis cantik itu hanya mampu mengulas senyum getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI (END)
Teen FictionJudul awal "Love Me, Please" Senandung nada "Syair Dukacita" merupakan musik yang hanya dapat didengarkan, dunia terus berputar. Namun, mengapa rindunya tak pernah pudar? Dunia orang lain tampak baik-baik saja. Tetapi dunia Erlangga tidak lagi begi...