Riri tertunduk takut mendengar kata-kata kasar yang meluap dari sang suami, Bobi yang bisanya takut pada Riri malah berbalik melawan Riri. Hanya karena ketahuan menarik uang sekolah yang sudah Bobi kirimkan, dan malah membayar uang sekolah Chesy untuk bulan berikutnya. Bobi benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh sang istri, apalagi yang kurang? Bobi sudah memberikan semuanya pada Riri. Bahkan pada putri tirinya, lantas bagaimana bisa Riri melakukan hal seperti ini pada putri kandungnya.
"Jawab!" hardik Bobi marah pada Riri.
Riri tersentak, mengigit kecil bibir bawahnya. Sialan sekali anak ingusan itu, bagaimana bisa mengadu pada sang suami. Benar-benar pembawa musibah, harusnya Riri langsung saja menolak saat anak itu dibiarkan tinggal di rumahnya.
"Aku gak habis pikir sama kamu, Riri. Semua uang bulanan aku sudah serahkan padamu tanpa sisa, bahkan gak ngeluh kalau kamu beliin ini dan itu di luar uang kebutuhan pokok. Lantas apa-apaan tindakan kamu yang kelewatan batas itu, huh!" Bobi mencak-mencak kesal—malu.
Riri menengadah. "Dia punya Ibu, Mas! Aku rasa kehidupan dia itu tanggung jawab ibunya. Bukan tanggung jawab, Mas Bobi seutuhnya. Masa semuanya dibebankan sama Mas dan aku," sahut Riri membela diri.
Dahi Bobi berkerut. "Tanggung jawab mantan istriku?" ulang Bobi dengan ekspresi wajah aneh. "Lalu putrimu itu, harusnya tanggung jawab ayahnya, kenapa harus aku yang tangguh jawab," lanjut Bobi dengan wajah memerah.
Riri tercekat, benar kalau Chesy harusnya tanggung jawab ayah kandungnya. Bukan Bobi, akan tetapi karena Bobi mencintai Riri. Maka ia bersedia menanggung putri tirinya, selama ini pun ia tidak pernah mengeluh. Saira yang tidak pernah ia biayai setelah bercerai dengan sang mantan istri, sekarang harusnya ia membiayai. Namun, sang istri malah membuat hal sejahat itu.
"Ja—jadi, Mas mengeluh karena membiayai putriku, begitu?" Riri tergagap dengan wajah merah padam.
Bobi mengusap kasar wajahnya, dengan kedua telapak tangan besarnya. Mendesah berat entah untuk keberapa kalinya dalam satu hari ini, Bobi kembali membawa tatapan matanya ke arah Riri.
"Kamu tahu kalau bukan itu maksudku, Riri. Saira adalah putri kandungku, sama halnya seperti Ami. Aku hanya ingin kamu memperlakukan Saira seperti aku memperlakukan Chesy," balas Bobi nyaris melemah.
Riri menghela napas kasar, tidak akan ada baiknya jika ia bertengkar hebat dengan Bobi. Lelaki ini merupakan satu-satunya pria yang memberikan ia kebahagiaan secara material dan batin, ada baiknya Riri mengaku salah kali ini. Agar rumah tangganya baik-baik saja, tidak mudah untuk berada di posisinya yang sekarang.
"Mas! Maafin aku, aku akan memperbaiki semuanya. Aku akan ke sekolah dan membayar semua uang sekolah Saira," ujarnya mencoba menenangkan suasana.
Bobi hanya diam tanpa suara, kedua kakinya bergerak meninggalkan ruangan tamu. Riri mendengus kesal, sakit hati sekali dirinya diperlakukan seperti ini. Anak ingusan itu sudah berani-beraninya mengadu pada sang suami, membuat ia harus meminta maaf serta kembali ke sekolah Chesy untuk membayar uang sekolah Saira. Chesy akan kesal kalau tahu Riri membayar uang sekolah Saira kembali, Chesy berharap Saira di depak dari Jakarta kembali ke desa. Sayangnya apa yang diinginkan oleh Chesy maupun Riri sulit untuk diwujudkan, karena anak ingusan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI (END)
Teen FictionJudul awal "Love Me, Please" Senandung nada "Syair Dukacita" merupakan musik yang hanya dapat didengarkan, dunia terus berputar. Namun, mengapa rindunya tak pernah pudar? Dunia orang lain tampak baik-baik saja. Tetapi dunia Erlangga tidak lagi begi...