❤️‍🩹BAB 18. BERDEBAR

233 20 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Kedua sama sekali tidak berbincang-bincang di tengah perjalanan menuju sekolah, Saira mengatup rapat bibirnya. Menikmati embusan angin pagi, matanya mengedar saat motor yang ditumpangi malah berbelok ke arah berbeda, kepalanya menoleh ke arah persimpangan satu lagi.

"Erlangga! Kok kita beda arah sama jalan bisanya ke sekolah!" teriak Saira dengan intonasi nada sekeras mungkin. Agar lelaki satu ini mendengarnya, apa yang tengah ia pertanyakan.

"Kita mampir ke butik dulu, Mama sudah memesan jas sama gaun untuk nanti malam. Kamu tahu 'kan sekolah malam nanti ada pesta di sekolah." Erlangga menyahut tak kalah kerasnya.

Saira membuka mulutnya, namun kembali dikatup kala laju motor memelan dan berhenti di parkiran. Saira melepaskan pegangannya pada pinggang Erlangga, turun perlahan. Membenahi rok sekolahnya, terlihat sesekali memegangi pinggangnya terasa penat-penat.

"Helemmu." Erlangga mengulurkan tangannya pada Saira.

Gadis itu membuka perlahan helem dari kepalanya, memberikan pada Erlangga. Pemuda itu meletakkan helem milik Saira ke di atas kaca spion motornya, manik matanya melirik ke arah Saira. Rambut hitam legam milik Saira terlihat begitu berantakan, kedua tungkai kaki Erlangga bergerak mengikis jarak di antara mereka berdua.

"Kenapa bisa berantakan kayak gini." Erlangga terlihat tak sungkan-sungkan menyisir helaian rambut hitam legam milik sang gadis.

Embusan napas hangat yang menerpa puncak kepala Saira, aroma parfum yang mengudara masuk ke dalam paru-paru mendadak membuat Saira berdiri kaku. Bahaya! Sungguh! Sentuhan ketua team basket satu ini di luar pemikiran Saira.

Langkah kaki pria jangkung itu mundur ke belakang, membentangkan jarak kembali di antara mereka. Erlangga tersenyum, tipis hingga membuat matanya terlihat segaris.

"Ayo, masuk ke dalam. Kamu harus ikut cobain gaun yang dipesan Mama," ajak Erlangga sebelum membalikkan tubuhnya untuk mendekati teras butik langganan sang ibunda.

"Eh," gumam Saira kala sadar.

Langkah kakinya langsung mengejar Erlangga di depan sana, harusnya Saira tidak larut oleh tindakkan manis Erlangga. Lelaki dengan bahu lebar itu, nyatanya memiliki pesona yang sulit untuk ditolak. Inilah mengapa Chesy bisa tergila-gila pada Erlangga. Kepala Saira dengan cepat mengeleng, menolak apa yang kini terlintak di otaknya.

Kedua telapak tangannya, memukul kecil kedua sisi pipinya. "Sadar! Sadar, Saira. Jangan begini, ini berbahaya!" Saira menolak untuk jatuh pada pesona Erlangga Prayoga.

***

"Turunlah," titah sang ibu.

Chesy sontak saja cemberut mendengarnya, kepalanya menggeleng. "Ayolah, Ma! Aku ingin malam ini bisa memakai gaun mahal itu. Hanya harga segitu masa Mama gak bisa beliin," rengek Chesy.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang