❤️‍🩹BAB 41. END

674 33 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













Kedua lutut Erlangga menghantam keras kerikil kecil, teriakannya mengoyak hati. Abu ditaburkan jatuh pada danau, beberapa orang yang menyaksikan membuang muka. Restu dan Egi, menahan kerasnya perlawanan Erlangga. Itu kekasihnya, dunianya, mengapa orang-orang tega membakar jasadnya. Erlangga siap, hidup seumuran hidupnya dengan jasad sang kekasih tidak peduli bagaimana aroma dan bentuknya. Ia hanya ingin Saira-nya, miliknya.

"Lepaskan, aku bilang lepaskan sialan!" Erlangga berteriak dan meronta-ronta, air matanya jatuh berderai. Kedua tangannya mengawang, seakan ingin mengumpulkan abu yang beterbangan.

"Udah, Ga! Udah. Saira gak mau kamu kayak gini, ikhlasin, Ga!" Egi bersuara, intonasi nada parau.

Ikhlas? Erlangga nyata tetap tidak bisa. Gadis remaja itu membawa seluruh dunianya, semuanya abu telah menjadi satu dengan air danau. Sorot mata Erlangga kosong, kekasihnya benar-benar tak lagi mampu ia gapai. Erlangga berada di titik terendah dalam kehidupannya, keinginan Erlangga sederhana. Ia hanya ingin mencintai gadis dengan senyum manis itu selalu di sisinya, bersamanya. Tuhan tak adil! Dunia tak adil. Hati Erlangga mengutuk semua yang ada, dunia mulai tampak gelap. Berputar, sebelum benar-benar tak mampu lagi membuat tetap waras.

Beberapa orang mulai menjauhi area danau, kedua orang tua Erlangga menghampiri sang putra yang agaknya masih belum mampu melepaskan Saira.

"Ayo, bangun. Jangan begini, Saira gak akan senang melihatmu seperti ini," tegur sang ibu, menatap lelah ke arah Erlangga.

Wanita paruh baya ini lah yang sibuk mengurusi rumah duka untuk pemakaman Saira, gadis remaja yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Kepala Erlangga menengadah, dapat ia lihat bagaimana lelahnya wajah kedua orang tuanya. Ternyata ini bukan mimpi, rasa sakit yang menghantam hati Erlangga.

Sedangkan tak jauh dari posisi 5 orang di depan sana, gadis dengan rambut dipangkas sebahu itu menatap nanar ke arah punggung belakang Erlangga. Sekarang gadis itu sudah benar-benar pergi, tidak ada lagi yang bisa menghalangi Cessy untuk mendapatkan Erlangga.

"Sekarang gak akan ada yang bisa memisahkan kita, Erlangga," gumamnya nyaris berbisik.

Tidak sulit untuk Cessy untuk melakukan tindakan kejahatan untuk kedua kalinya, ia pernah melakukan itu sekali di masa lalu. Untuk kedua kalinya Cessy mengotori tangannya dengan darah gadis yang sama, untuk tujuan yang sama. Kebahagiaan, Cessy akan memperjuangkan kebahagiaannya. Entah itu sosok keluarga yang ia inginkan, dan pria yang ia impikan.

***


3 Bulan Kemudian


Dua pasang mata saling beradu tatap, sebelum sang wanita mendesah berat. Sang suami mengangguk kecil, Lila mendorong perlahan pintu kamar si bungsu. Lila mendesah kasar memperhatikan bagaimana kacaunya kamar adik lelakinya, kehilangan bukan perkara gampang. Banyak-sedikit Lila telah mendengar apa yang terjadi, Lila prihatin dengan apa yang apa yang menimpa sang adik. Erlangga yang tampak duduk di kursi menghadap ke arah jendela, terlihat termenung.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang