❤️‍🩹BAB 37. FLASHBACK ON

245 12 3
                                    

"Jangan main jauh, oke!"

Kedua kakak-beradik itu bersorak ceria, mengangguk serentak. Bobi tersenyum lebar untuk kedua putrinya.

Riri ikut mengulas senyum, memperhatikan keduanya. Atensinya beralih ke arah sang putri yang terlihat berekspresi datar, Saira berlarian menarik tangan sang adik. Keduanya begitu cantik dengan pakaian, sepatu, aksesoris mahal. Beda sekali dengan Chesy, ia melirik ke arah sang ibu.

"Sana main sama Nona Saira dan adiknya," ujar Riri pada sang putri.

Chesy cemberut, melirik ekspresi cemberut sang putri. Riri menekuk kedua kakinya perlahan, dahinya berlipat.

"Kenapa, Che?" tanya Riri nyaris berbisik.

Sang bos bergerak menuju ruangan kerjanya, Riri dan sang putri di undang ke rumah besar sang bos. Lantaran sekretaris baru Bobi satu ini memiliki anak yang sebaya dengan anak Bobi, Rahmi terlihat sibuk menata makanan di atas meja. Dibantu oleh 2 orang pembantu rumah, Chesy mengigit bibir bawahnya.

"Kenapa aku gak punya pakaian bagus kayak dia, dan kenapa pula aku harus memanggil mereka dengan sebutan Nona, Mama," protes Chesy kesal.

Kedua tangan Riri bertengger di kedua sisi bahu Chesy. "Mereka berdua adalah anak bosnya Mama, mereka memiliki orang tua yang kaya. Papa yang hebat, mereka berbeda dengan kamu. Papanya bisa memberikan semua yang indah di dunia ini untuk putrinya, makanya. Kamu harus sadar diri, hati-hati bergaul sama mereka. Senangi mereka, paham 'kan," nasihat Riri pada si sulung.

Chesy mengedarkan pandangan matanya orang-orang tampak sibuk, ia mengangguk patah-patah.

"Tapi, kalau Mama yang jadi istrinya Pak Bobi dan aku yang jadi putrinya. Apakah aku bisa memiliki semuanya? Pakaian yang cantik. Kamar yang luas?" tanya Chesy dengan ekspresi aneh.

Riri mengangguk kecil, dan berkata, "Ya, tentu saja. Pak Bobi kaya, kita sudah pasti bisa memiliki semuanya."

Riri tidak bermaksud menghasut sang putri, nyatanya yang ditangkap oleh otak gadis berusia 9 tahun ini adalah mengantikan posisi nona muda kaya dan bahagia itu.

"Aku paham, Ma," jawab Chesy pelan.

"Nah, sekarang main saja sama mereka. Lagipula sebentar lagi acaranya pasti akan dimulai," balas Riri, mendapatkan anggukan dari Chesy.

Riri menarik tangannya, berdiri perlahan. Sang putri tampak kembali ceria, ia menikahi seorang lelaki gemar berjudi. Tukang pukul, hanya Riri yang bekerja, suaminya tidak berkeberatan mau pulang jam berapa pun, Riri. Yang terpenting apakah sang istri membawa uang atau tidak, melihat Bobi dan Rahmi membuat Riri dirundung cemburu.

Rahmi cantik sekali, entah karena perawatannya atau memang sudah cantik dari sananya. Usia mereka tidak begitu jauh akan tetapi Rahmi terlihat seperti berusia belasan tahun, dengan tubuh langsing. Kalung yang melingkar di leher Rahmi mampu membeli rumah baru yang layak huni untuk Riri dan Chesy, semuanya sudah pasti karena Bobi. Rahmi memiliki suami yang tampan dan mapan, berbeda sekali dengan kehidupan Riri.

***

Chesy kembali di undang di rumah besar Prawira, main dengan Saira dan adiknya. Keduanya tampak seperti tuan putri di mata Chesy, anak perempuan berambut sebahu itu memperhatikan keduanya begitu aktif berdiri di balkon kamar.

"Papa kami berdua membuatkan kolam di samping balkon, karena kami ingin berenang. Nanti kalau sudah selesai, kita bertiga berenang bareng ya," ujar Seina, antusias.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang