❤️‍🩹BAB 29. TAWARAN

207 18 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







"Eh," gumam Saira, ekspresi wajahnya tampak tak mengerti mendengar perkataan sang wali kelas.

Kinanti tersenyum lembut, dan berkata, "Kamu melakukan pertunjukan piano yang memukau di malam pesta ulang tahun sekolah, biasanya sekolah ini jarang ikut mengirimkan siswa-siswi untuk ke kompetisi seni. Apalagi untuk pertunjukan piano, karena ya... gak semua anak sehebat itu. Kali ini kami mendapatkan undangan untuk mengirimkan beberapa anak yang berbakat dalam kesenian. Entah itu tari, bermusik, serta untuk vokal. Kami memilih Saira untuk ikut dalam lomba piano."

Kepala Saira menunduk, jari jemari saling bertautan. "Maaf, Bu Kinanti, bukanya aku gak mau. Hanya saja aku sudah sangat lama tidak pernah berlatih, aku takut kalau aku mengecewakan Bu Kinanti dengan kekalahanku," balas Saira lirih.

Kinanti meraih pergelangan tangan Saira, menepuk-nepuk kecil punggung tangan Saira.

"Sebagai seorang Guru, kami tidak menempatkan Saira pada beban yang berat. Anggap saja kesempatan ini untuk Saira bersenang-senang bernostalgia dengan masa lalu, jujur saja saat melihat Saira bermain piano. Kedua mata Saira seperti berbinar-binar, seakan-akan bertemu dengan teman lama yang dirindukan," kata Kinanti, wanita ini melihat binar indah di mata anak didiknya ini.

Saira mengangkat pandangannya, melirik Kinanti dengan ekspresi aneh.

"Hari itu, sahabat Ibu diundang untuk hadir. Dia terkejut melihat Saira, saat itu dia bercerita. Kalau dia pernah mengajari les Saira, dia berkata sangat sayang saat itu melepaskan Saira untuk keluar dari tempat les musik yang ia kelola," lanjut Kinanti, sebelum sebelah tangannya bergerak membuka laci.

Mengeluarkan kartu nama, meletakkan ke atas telapak tangan Saira. Kinanti melepaskan perlahan genggam sebelah tangannya, ia tersenyum hangat. Ibu jari Saira mengusap perlahan nama yang tertera di sana, nama yang begitu familiar.

"Dia ingin sekali bertemu dengan Saira kembali, dan meminta Ibu memberikan kartu namanya," tutur Kinanti kembali bersuara lantaran Saira tak menyahut.

Kepala Saira mengangguk perlahan. "Terima kasih, Bu! Aku akan menghubunginya. Apakah aku boleh memikirkan kembali tawaran untuk menjadi kandidat lomba pianonya?"

"Tentu saja, Saira. Ibu akan menunggu, kalau Saira mau Ibu akan langsung mendaftar nama Saira sebagai perwakilan sekolah. Dan yang perlu kamu tahu, Belle yang akan menjadi pembimbingmu," jawab Kinanti.

Saira menganggu perlahan, menyimpan kartu nama ke dalam saku depan seragam sekolahnya. Ia bangkit dari posisi duduknya, melirik ke arah Kinanti.

"Kembalilah ke kelas, apa yang ingin Ibu sampaikan sudah dilaksanakan," lanjut Kinanti.

Kepala Saira mengangguk, ia tersenyum pamit pada sang guru wali kelas.

***

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang