Fira menukar bunga yang lama dengan bunga baru yang ia bawa, ruangan rawat VVIP itu cukup ramai orang. Meskipun begitu mereka cukup tahu tata tertib dalam menjenguk orang sakit, tidak ribut sama sekali.
"Jadi, kalian semua adalah temanku?" tanyanya dengan nada kaku dan terdengar cukup baku.
Secara serentak mereka mengangguk, Fira duduk di bibir ranjang. Ekspresi wajah Fira membuat Saira melirik lemah, setiap orang-orang yang datang menjenguknya. Mereka semua terlihat sedih, seakan-akan merasa ikut sakit melihat keadaan Saira.
"Kapan kamu bisa keluar dari rumah sakit, Ra?" tanya Fira dengan intonasi nada pelan. "Kamu segera balik ke sekolah 'kan, ya?" tanya Fira kembali mengalun.
Sekolah? Ah, bagaimana ya? Saira harus memulai dari awal lagi. Otaknya benar-benar kosong bak kertas baru, dan Saira tidak bisa berpikir keras. Denyutan di otaknya terasa, dokter melarang Saira berpikir keras. Gadis cantik satu ini sudah menjalani tes MRI, jelas ada masalah pada otaknya dan syaraf otak. Benturan di punggung belakang pun mengalami sedikit masalah, meskipun tak separah kepala Saira yang mana tengkorak kepalanya benar-benar retak. Gadis cantik ini, bak membawa bom waktu.
Bastian, Farel, dan Max menyimak pembicaraan kedua gadis remaja itu. Wajah ketiganya jelas memperlihatkan guratan kesedihan, terutama untuk Max. Ia menilai dirinya sendiri gagal menjaga sahabat masa kecilnya itu, hingga Saira harus mengalami hal buruk.
"Kata Tante Rahayu, mungkin gak bisa masuk sekolah lagi. Tapi, kalau aku masih memiliki keinginan untuk sekolah, Tante Rahayu akan memberikan Guru pembimbing yang bisa datang ke rumah setiap harinya," jawab Saira, lirih.
Fira mendesah kasar, ia paham. Keadaan Saira yang seperti ini tentu saja menyulitkan untuk kembali ke sekolah, sulit untuk menjalani kehidupan dengan normal jika yang bermasalah adalah otak. Bahkan ia sempat berkonsultasi dengan bibinya, mengenai cedera kepala yang dialami oleh Saira. Sang bibi mengatakan selamat dari kematian itu adalah sebuah keajaiban besar untuk kasus seperti Saira, lantaran dua kali terjadinya pukulan keras pada kepala. Namun, berkemungkinan besar ada masalah kedepannya. Untuk lebih signifikan sang bibi tidak menjelaskan, yang penting Saira tidak boleh terlalu dipaksa untuk berpikir keras. Apalagi terhantam untuk ke-3 kalinya tidak ada kepastian apakah perihal masalah apa yang terjadi kedepannya.
Kemungkinan paling buruk bisa saja pembuluh darah kepalanya tiba-tiba pecah, mati batang otak pun merupakan kemungkinan paling sulit untuk dihindari.
"Kita 'kan masih bisa datang main ke rumah Erlangga, ya, kan, Ra!" Bastian menimpali lantaran suasana di dalam ruangan rawat mendadak sunyi.
Saira mengulas senyum tipis. "Ya, tentu saja. Kalian semua bisa datang main," jawab Saira, terdengar ceria.
Derit pada pintu kayu terbuka, Rahayu dan Erlangga masuk. Keduanya menitipkan Saira pada Fira, dan 3 remaja lelaki di dalam sana. Mata Erlangga merah dan bengkak, masih sedikit berair. Rahayu mengulas senyum kala semua sorot mata tertuju pada mereka berdua, Rahayu mendekati ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI (END)
Teen FictionJudul awal "Love Me, Please" Senandung nada "Syair Dukacita" merupakan musik yang hanya dapat didengarkan, dunia terus berputar. Namun, mengapa rindunya tak pernah pudar? Dunia orang lain tampak baik-baik saja. Tetapi dunia Erlangga tidak lagi begi...