❤️‍🩹BAB 12. BUKAN, AKU!

259 21 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Saira!" seruan keras menghentikan langkah kaki jenjang gadis berseragam sekolah itu berhenti mendadak.

Kepalanya melongok ke arah asal suara, tubuhnya dibalikkan ke arah belakang. Langkah kaki lebar sang ayah mendekati dirinya, ekspresi Saira tampak mendadak datar.

"Bagaimana kabarmu, Saira?" tanya Bobi terdengar kikuk berbicara dengan putri pertamanya itu.

"Baik," sahut Saira datar dan singkat.

"Ada yang ingin Papa bicara pada Saira," ujar Bobi pelan. "Ayo, masuk ke mobil kita makan siang bersama," lanjut Bobi pelan.

Saira diam sejenak, matanya melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Maaf, Pa! Aku ada urusan sebentar lagi. Papa mau ngomong apa? Di omongin di sini saja," tolak Saira kembali membawa atensinya ke arah wajah sang ayah.

Beberapa siswa-siswi melewati keduanya, jam pulang sekolah anak-anak SMA Tunas Bangsa lebih cepat dari biasanya. Mengingat ada acara yang akan dilakukan oleh sekolah swasta terbaik di Jakarta itu, menyambut ulang tahun sekolah. Erlangga pulang telat untuk hari ini, lelaki berkulit albino itu harus bergabung dengan team OSIS sebagai salah satu anggota.

"Hem... bagaimana tinggal di rumah mamamu? Apakah kamu baik-baik saja di sana?" tanya Bobi terdengar pelan.

Bobi beberapa kali dilema untuk menemui putri pertamanya ini, egonya sebagai seorang orang tua. Membuat Bobi harus menahan diri untuk sekadar mengirimkan pesan pada putrinya, sekadar menanyai bagaimana kabar Saira. Lantaran sang putri melawan perkataannya, setelah berhari-hari Bobi rasa apa yang dikatakan oleh sang putri ada benarnya.

Selama ini Bobi sebagai seorang ayah, tidak pernah menanyai kabar Saira. Pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi putrinya, Bobi terlalu larut pada kemarahan pada mantan istrinya. Jelas-jelas Bobi lah yang berselingkuh, lantaran merasa kesepian. Namun setiap ia melihat Saira, anak gadisnya ini mengingat Bobi pada wajah mantan istrinya. Serta rasa bersalah akan perpecahan rumah tangga Bobi di masa lalu, Bobi lupa jika Saira adalah korban di sini.

"Mereka semuanya baik padaku, kalau Papa hanya ingin bertanya soal itu. Aku sudah menjawab keingintahuan Papa, kalau begitu aku harus pulang," ucap Saira berdusta.

Rasa kekecewaan di dalam hati Saira semakin digeruk, bahkan ayahnya tidak tahu kalau dirinya tidak tinggal dengan sang ibu. Ayahnya berpikir kalau kepergian Saira dari rumah, untuk tinggal bersama sang ibu. Ia sama sekali tidak menghubungi ibunya untuk bertanya, sudah sebulan Saira pergi dari rumah. Saat hujan deras, dan ayahnya sama sekali tidak mengirim ia pesan teks.

"Ah, tunggu sebentar!" Bobi menahan lengan sang putri.

Ia bergegas merogoh saku jas hitam polosnya, mengeluarkan dompet kulit. Beberapa helai uang ia keluarkan, dompet kembali disimpan pada tempatnya. Dahi Saira berlipat dalam, ayahnya menyelipkan uang di tangannya. Dan mengulas senyum lembut, seolah-olah tidak ada pertengkaran di antara mereka berdua.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang