❤️‍🩹BAB 39. RAIN

272 18 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Erlangga membantu Saira untuk memakai jaket kulitnya, gadis cantik itu tersenyum lebar. Sang kekasih terlihat begitu terlaten memakaikan jaket pada tubuhnya, lalu berjongkok untuk membantu Saira memasang sepatu serta bergerak begitu telaten mengingat tali sepatu yang Saira kenakan.

Ah, lelaki tampan satu ini benar-benar idaman para kaum Hawa. Sebenarnya bagaimana caranya sampai ia di masa lalu bisa membuat lelaki seperti Erlangga jatuh cinta padanya, Erlangga bangkit dari posisi jongkoknya setelah memasang erat tali sepatu Saira. Sang pujaan hati akan bertemu dengan kedua orang tua kandungnya, Saira hanya ingin berbicara sebentar saja dengan keduanya.

 Sang pujaan hati akan bertemu dengan kedua orang tua kandungnya, Saira hanya ingin berbicara sebentar saja dengan keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nanti setelah selesai ngobrolnya, jangan lupa kasih kabar. Aku aku akan langsung menjemputmu," kata Erlangga lembut, selembut tatapan matanya ke arah wajah Saira.

Kepala Saira mengeleng, kedua tangannya bergerak memakai kupluk rajut yang diberikan oleh ibu Erlangga padanya.

"Gak usah, kamu tunggu aku di kafe yang biasa kita datangi aja. Aku akan langsung ke sana, aku baik-baik aja sekarang Erlangga. Kamu tenang saja, jangan khawatir begitu." Saira mengangkat tangannya untuk mencubit sebelah sisi pipi Erlangga.

Pemuda itu sontak saja tersenyum lebar, kepalanya mengangguk pasrah.

"Tetapi jangan lupa kirimkan aku pesan setiap menit, aku adalah kekasih yang positif," celetuk Erlangga, kedua matanya sipitkan seakan-akan memberikan peringatan pada sang kekasih.

Cubitan di pipi Erlangga semakin kuat saja, membuat Erlangga mengaduh kesakitan. Saira tergelak, melihat wajah lucu sang kekasih. Dilepasnya cubitan, diusap lembut pipi Erlangga.

"Maaf, Sayang!"

Kedua daun telinga Erlangga sontak saja memerah, Saira terkekeh kecil. Kedua kakinya berjinjit kecil, bibir merah merekah itu sontak saja dilayangkan ke arah pipi sang kekasih. Pupil mata Erlangga membesar, Saira mundur ke belakang. Ia tersenyum lebar, melihat ekspresi Erlangga.

"Hadiah," ucap Saira malu-malu kucing. "Aku pamit dulu, nanti akan aku kirimkan pesan pada kekasihku yang posesif kalau pembicaraan kami sudah selesai. Tunggu aku di kafe, satu jam saja. Oke," lanjut Saira.

ELEGI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang