Pergerakan sendok dan garpu di atas meja terdengar cukup nyaring mengisi kegiatan di pagi hari, Riri sesekali tampak membatu si bungsu untuk memisahkan tulang dan daging ikan goreng. Bobi membawa fokusnya pada si bungsu, dan tersenyum lembut. Telapak tangannya terlihat menyapu lembut pipi berisi putrinya bungsunya, Riri bahagia melihatnya. Berbeda dengan Chesy, si sulung diam-diam merutuki ketiganya. Well, keluarga bahagia memang berbeda.
"Mas, aku butuh uang tambahan untuk biasa les Ami. Sekarang malah naik dari harga yang telah ditentukan sebelumnya," ujar Riri terdengar sedikit kesal lantaran tiba-tiba saja biaya untuk les Ami harus naik cukup pesat.
"Berapa?" tanya Bobi tanpa memindahkan sorot matanya dari Ami ke arah Riri.
"Kisaran 4 jutaan, Mas." Riri mengisi kembali gelas sang suami yang terlihat mulai kosong.
Bobi mengangguk perlahan, meraih serbet mengusap bibirnya yang berminyak. Manik mata Bobi bergerak ke arah sang istri, tercinta.
"Kamu gak lupa untuk membayar uang sekolah Saira dan Chesy, kan? Dan tolong berikan uang saku juga pada Saira. Walau bagaimanapun Saira adalah putriku, sama halnya seperti Ami dan Chesy. Dengan begitu ia akan juga menyayangimu," kata Bobi memberikan nasihat pada sang istri.
Putrinya yang satu itu terlihat begitu tak suka melihat dirinya, dan itu menganggu hati nurani Bobi. Dulu sekali, Bobi memang tidak peduli pada Saira. Lantaran anak gadisnya itu tidak sering terlihat, beda dengan sekarang. Saira sering terlihat di depan mata Bobi, entah saat Bobi menjemput anak-anaknya, atau mengantarnya. Saira tumbuh dengan senyum lembut, anak itu pun memiliki prestasi yang gemilang. Meskipun tanpa harus memiliki guru les private sana sini, seperti Ami dan Chesy. Saira bisa menjadi si nomor satu di tengah gempuran para siswa-siswi yang memiliki begitu banyak guru les berbakat, Bobi cukup bangga dengan kepintaran Saira.
"Ah? I—iya, Mas. Nanti aku kasih," sahut Riri tergagap.
Chesy melirik ke arah sang ibunda, kenapa tidak jujur saja? Kalau ibunya sudah mencabut uang pembayaran, dan tidak akan pernah membayarkan uang Saira. Untuk uang saku, kenapa harus? Toh, tanpa uang saku pun. Gadis itu masih hidup bahkan mendapatkan barang-barang bermerek, yang membuat Chesy gigit jari.
"Papa," panggil Chesy, mengalihkan semua mata bergerak untuk tertuju padanya. "Aku lihat Saira hidup dengan bahagia, dia memakai pakaian bagus dan barang-barang bermerek. Ini aku dengar dari gosip di sekolah, hah, sebenarnya aku gak mau ngomongin ini sama Papa. Tapi karena Saira juga adalah saudaraku, jadi aku harus ngomongin ini sama Papa. Dengar-dengar Saira jadi simpanan Om-om di luar sana."
Begitu kejam fitnah Chesy pada Saira, setelah menyebarkan rumor buruk tentang Saira di sekolah. Sekarang ia malah mengatakan hal yang sama pada Bobi, dahi Bobi berlipat. Riri melirik sang putri, menyenggol kaki Chesy di bawah meja makan dengan ekspresi penuh tanya. Chesy mengulas senyum miring, Riri mengeleng kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI (END)
Teen FictionJudul awal "Love Me, Please" Senandung nada "Syair Dukacita" merupakan musik yang hanya dapat didengarkan, dunia terus berputar. Namun, mengapa rindunya tak pernah pudar? Dunia orang lain tampak baik-baik saja. Tetapi dunia Erlangga tidak lagi begi...