Dahi Saira berkerut melirik ke arah kartu ATM dan buku tabungan yang disodorkan oleh sang ibu, wanita yang telah melahirkan dirinya itu melirik keadaan sang putri dari atas sampai bawah. Apa yang membuat gadis remaja ini bersikeras untuk begini, toh pada akhirnya akan sangat sulit untuk dirinya sendiri.
"Pakai itu untuk uang sekolahmu, lalu secepat keluar dari rumah orang itu," tutur Rahmi dengan ekspresi tegas. "Sampai kapan kamu harus berada di rumah itu," lanjutnya.
Saira menghela napas kasar, dan menjawab, "Mereka melarangku keluar dari rumah itu, bahkan Bu Rahayu ingin mengangkatku menjadi putri angkatnya. Mereka... begitu hangat, hingga aku berangan-angan memiliki keluarga seperti itu nantinya."
Saira selalu iri melihat keluarga Prayoga, bagaimana hangatnya Rahayu pada Erlangga. Bagaimana sayangnya Bambang pada Erlangga, belum lagi kakak-kakak Erlangga. Saira ingin menjadi bagian keluarga itu, mereguk kehangatan yang tidak bisa ia dapatkan.
Tangan Saira terulur mendorong kembali kartu ATM dan tabungan itu ke arah Rahmi, ia mengulas senyum tipis.
"Mama gak usah khawatir, Mama sekarang bisa memulai semuanya dengan tenang dan nyaman. Aku sudah memutuskan semuanya, aku akan hidup dengan caraku sediri. Tanpa harus menganggu Papa maupun Mama, serta tidak akan mempermalukan Mama dan Papa," sambung Saira bersungguh-sungguh.
Cinta dan pengharapan.
Dua hal yang tidak akan lagi Saira tangisi ketidak mampuanya memiliki itu, gadis remaja cantik ini akan hidup dengan caranya. Mencari kebahagiaannya sendiri tanpa harus bergantung pada siapa pun.
"Kamu yakin gak butuh, kami?" tanya Rahmi memastikan.
Kepala Saira mengangguk tegas. "Ya, aku tidak membutuhkan Papa maupun Mama."
Rahmi mengerutkan dahinya, anehnya ada rasa pedih mendengar jawaban dari sang putri. Bukankah dia yang membuang sang putri kala kehidupan keluarganya gagal, bukankah ia yang lebih dahulu mengabaikan putri sulungnya ini. Lantas mengapa mendengarnya, membuat hati Rahmi tergores.
"Dan saat nanti aku menjadi orang tua, aku tak akan pernah menelantarkan anak-anakku. Bagaimana pun pedihnya kehidupan, bagaimana sakitnya sebuah pengkhianat. Aku akan menggenggam erat tangan mereka, agar anak-anakku tidak merasakan perasaanku," lanjut Saira pelan namun menyakitkan untuk di dengar.
Bibir Rahmi terbuka, decitan kaki kursi menghentikan laju kata balasan Rahmi. Saira tersenyum tipis untuk kedua kalinya, saat ini Saira jauh lebih tenang dari yang sebelumnya.
"Baik," ujar Rahmi pelan. "Kalau itu yang kamu inginkan, Mama gak ada masalah. Yang jelas kamu pasti akan menyesalinya," sambung Rahmi.
Rahmi ikut bangkit dari posisi duduknya, menatap aneh ke arah Saira. Tubuhnya sedikit membungkuk, tangan Rahmi bergerak meraih buku tabungan dan kartu ATM. Memasukan kembali ke dalam tas, putrinya ini belum mengerti. Bagaimana dunia ini bekerja, tidak ada satu orang pun yang bisa menolong Saira. Kecuali orang tuanya, semua orang akan pergi dari Saira jika sang putri tidak lagi berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI (END)
Teen FictionJudul awal "Love Me, Please" Senandung nada "Syair Dukacita" merupakan musik yang hanya dapat didengarkan, dunia terus berputar. Namun, mengapa rindunya tak pernah pudar? Dunia orang lain tampak baik-baik saja. Tetapi dunia Erlangga tidak lagi begi...