-8

384 60 1
                                    

☀️

Masih di malam yang sama, setelah mendapatkan nomor pacar adiknya, Yoona kembali ke kamarnya. Jisoo dengan tenang menyelesaikan gambarnya, tidak mempedulikan ponselnya yang sedari tadi bergetar karena spam chat dari Taehyung.

Tok tok, "Anak papa lagi ngapain?"

Jisoo menoleh, mendapati papanya di depan pintu, "Masuk, Pa," sahutnya.

Tristan masuk dan duduk di sofa, kemudian disusul Jisoo.

"Lagi menggambar ternyata," celetuk Tristan seraya memandang buku gambar di tangan putri bungsunya.

"Hehe, iya, pa," balas Jisoo.

"Besok pulang cepat ya."

Jisoo menatap papanya sekilas, "Emang kenapa, pa?"

"Ada teman papa yang mau datang. Teman papa baru buka butik dan cari model buat photo shoot katanya, dia belum bisa sewa model yang mahal, jadi teman papa itu cari yang mau aja yang penting pintar gaya depan kamera. Papa nyaranin kamu sama Yoona, kamu mau, 'kan?"

Jisoo mengangguk-angguk, "Mau kok, pa, tapi aku gak terlalu pintar gaya."

"Gak pa-pa, 'kan kameramannya bisa instruksi kamu. Mau ya, papa udah bilang sama teman papa kamu dan Yoona bisa jadi model sementara, gak enak kalo ditolak mendadak," jelas Tristan.

"Iya deh, pa."

"Bagus. Besok malam teman papa datang, katanya mau ukur badan buat baju yang mau dipakai photo shoot, kamu siap-siap ya."

"Siap, pa," balas Jisoo lalu tersenyum manis pada papanya.

"Kamu lanjutin lagi gih gambar kamu, papa mau ke kamar dulu," tukasnya kemudian beranjak setelah mendapat anggukan dari Jisoo. Sebelum keluar, papanya mengusap lembut pucuk kepala Jisoo.

Papanya memang tak masalah jika Jisoo hobi melukis, namun mamanya sangat melarang itu. Dari kecil, yang mendukung gambar abal-abalnya hanya papanya, sementara mama pasti akan mengomelinya karena Jisoo menggambar di mana-mana dan membuat berantakan kamarnya.

Sampai remaja, Dara akan selalu mengomel jika melihat Jisoo melukis. Katanya karena hobinya itu, Jisoo jadi bodoh di pelajaran lain. Akan tetapi menurut Tristan, tidak masalah jika tidak mendapat ranking, yang penting naik kelas dan bisa masuk universitas kelak, dan juga hobi Jisoo bisa menguntungkan jika Jisoo pandai berbisnis, benar bukan, Jisoo jadi pengusaha muda karena hobinya itu. Mungkin jika ibunya tahu, beliau akan berhenti mempermasalahkan hobi Jisoo. Lagi pula nilai Jisoo tidak buruk-buruk amat, tetapi akan terlihat buruk jika dibandingkan dengan nilai kakaknya, dan Dara sering melakukan itu.

Apa salahnya menjadi seniman. Sang ibu hanya terus berpikir bahwa kesuksesan anak dilihat dari ranking sekolah, padahal tidak sama sekali. Semuanya tergantung pada anak itu sendiri. Perbedaan sudut pandang ini yang membuat hubungan Jisoo dengan ibunya merenggang setiap waktu.

Bukan hanya itu, banyak persoalan lain yang membuat Jisoo muak dengan ibunya sendiri. Memandang fisik misalnya.

☀️

"Jisoo, bangun kamu, Jisoo!"

"Aku udah bangun, ma!"

"Keluar kamu, Jisoo!"

Jisoo keluar dari kamarnya, nampak Dara yang terlihat sangat marah padanya. Ada apa lagi? Jisoo melakukan kesalahan apa? Apa Jisoo ketahuan tidak belajar kemarin malam?

"Kamu masih suka melukis, Jisoo?" tanya Dara dengan suara tinggi.

Oh, ternyata masalah yang lebih buruk dari ketahuan tidak belajar semalam.

"Nggak kok, ma," sela Jisoo.

"Terus itu maksudnya apa?! Ada paket dari pacar kamu, kata masnya penyangga kanvas, itu buat melukis, 'kan, Jisoo?!" bentak Dara lantang. Jisoo meringis kecil.

"Pacar," lirih Jisoo, "Aku gak tau, ma. Aku gak pernah nyuruh orang pesan penyangga kanvas itu, mungkin teman aku iseng," elak Jisoo.

"Gak usah ngeles ya kamu!" Dara mencubit lengan Jisoo dengan keras membuat putrinya itu merintih. "Nilai kamu turun drastis, masih aja ngurusin hobi gak guna itu! Rugi mama bayar mahal-mahal sekolah kamu kalo kamu gak becus belajar! Pokoknya mama gak mau tau, kamu gak boleh melukis lagi, dan harus belajar terus supaya dapat ranking kayak kakak kamu! Kalo kamu masih gak mau denger, kamu kerja sendiri buat biaya sekolah kamu!"

"Sini, pak," Dara menoleh untuk memanggil tukang kebun rumah itu yang sedang memegang sesuatu yang cukup besar dibungkus layaknya paket pada umumnya.

Jisoo memperhatikan sembari memegang lengan bekas cubitan mamanya.

"Dan juga, putusin pacar kamu itu! Bukannya belajar di sekolah malah asik pacaran! Kamu liat kakak kamu, pernah gak dia pacaran? Setiap hari pasti belajar, liat kan kakak kamu bisa masuk jurusan kedokteran karna belajar terus!"

Jisoo hanya diam. Jisoo celingukan mencari ayahnya. Pasti sudah berangkat ke kantor, tidak mungkin mamanya berani teriak-teriak kalau masih ada sang suami di rumah.

"Bakar aja, pak, itu benda gak berguna."

Jisoo melotot mendengar penuturan ibunya, "Eh, jangan, ma!"

"Tuh kan, ketahuan kamu, Jisoo! Kenapa marah kalau dibakar? Katanya udah berhenti melukis, seharusnya gak pa-pa dong kalau dibakar."

"Tapi-"

"Udah diam! Sana siap-siap ke sekolah, nanti telat."

Dara berbalik pergi meninggalkan Jisoo yang masih terpaku di depan kamarnya. Air langsung keluar deras dari mata Jisoo, dengan sigap gadis itu menghapusnya. Jisoo hanya bisa meratapi tanpa bisa mencegah. Jisoo benar-benar muak dengan ibunya. Kapan ibunya itu bisa mengerti Jisoo? Apa salahnya melukis? Apa Jisoo tidak boleh memiliki hobi? Kenapa hanya kakaknya yang bisa memiliki hobi? Apa karena hobi mereka sama jadi tidak masalah? Mengapa seakan-akan hobi Jisoo adalah hal yang menyimpang? Tolong beri Jisoo alasan mengapa mama tidak suka Jisoo melukis selain karena pembelajaran!

Yoona yang sedari tadi diam di meja makan, lantas menyusul tukang kebun tersebut.

"Pak, jangan dibakar, taruh aja di gudang. Bakar kayu biasa aja supaya mama saya gak curiga."

Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membantu adiknya selain ini.

☀️

TBC
Maaf kalo ada typo

Tolong tinggalkan vote dan komen, thank you and love u

Lovely \ VsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang