22. Perjanjian Senior Argos++

35.6K 2.9K 368
                                    

Pelan-pelan saja ya bacanya❤️✨

Happy reading💌

👑👑👑

Seorang gadis berhijab yang terlihat di layar ponsel tengah asik bercerita. Lawan bicaranya sudah lelah karena mendengarkan gadis itu yang bercerita panjang lebar tanpa henti. Rasanya berbeda sekali dengan pertama kali saat mereka bertemu.

Namun begitu mendengar kalau Zakiya akan datang lagi ke Jakarta, Rissa sontak membelalakkan matanya.

"Nggak usah nekat ke sini lagi lo! Nyusahin banget. Dihadang om-om jalanan lagi tau rasa lo."

"Eh, kak Rissa jangan begitu. Aku jadi takut nanti."

"Ya udah jangan ke sini!"

"Tapi aku mau ke sana. Mau ketemu kak Rissa lagi."

Rissa terdiam. "Ketemu gue atau Farez?" batinnya.

Gadis yang seumuran dengan adiknya itu selalu menghubunginya semenjak kejadian di pinggir jalan. Rissa bisa saja menolak, tapi dia merasa tidak enak dengan kakaknya Zakiya yang merupakan inti Argos generasi pertama.

Sebenarnya ada rasa iri dan insecure yang begitu besar saat menatap gadis cantik dan polos itu. Tapi Rissa berusaha biasa saja, walaupun sebenarnya dia mati-matian menahan hatinya untuk tidak membandingkan dirinya dengan Ning pesantren di hadapannya ini.

Dia memang cerewet namun sangat ramah dan lembut di setiap tutur katanya. Tapi bagaimana kalau dia tahu kalau mereka berdua mencintai laki-laki yang sama? Apakah dia masih akan ramah seperti ini? Atau dia akan berubah?

Katanya Ning pesantren, seharusnya dia pasti tidak akan masalah kalau Rissa juga menyukai Farez. Tapi setelah mengingat begitu obsesinya gadis itu, sepertinya persaingan bisa saja terjadi.

Kalau memang benar terjadi, kira-kira Farez akan memilih siapa?

Sial! Berbagai opini bermunculan di otaknya setiap berbicara dengan Zakiya. Seharusnya dia tidak berprasangka buruk lebih dulu.

"Btw, gue mau nanya."

"Kakak mau nanya apa? Kalau aku bisa jawab, nanti kujawab. Kalau enggak, nanti nanya mas Abyan aja. Ayo mau nanya apa? Jangan banyak-banyak tapi ya, hehe."

Rissa memutar bola matanya malas. "Selama Farez di pesantren, apa dia sering balut tangannya pake perban?" tanyanya, mencoba untuk membahas seberapa jauh yang diketahui Zakiya tentang Farez di pesantren.

"Kalau enggak salah waktu kak Farez mau bunuh temen sekamarnya. Terus pas pagi, tangannya dibalut perban. Kia nggak tau kenapa, tapi kata mas Reyhan, kak Farez main pisau jadi nggak sengaja kegores."

Rissa menggelengkan kepalanya heran. Apakah Zakiya langsung percaya dengan perkataan Reyhan itu?

"Tolol."

"Heh, kak Rissa nggak boleh ngomong gitu! Saru!"

"Apaan sih? Cuma bilang tolol."

"Ya tetep aja nggak boleh. Wanita itu—"

"Stop! Gue nggak mau diceramahin sama lo! Thank you for the information. Udah, gue tutup!"

"Eeeh, kak Rissa. Jangan ditutup dulu!"

Rissa berdecak sebal, dia menatap Zakiya dari layar ponsel dengan tatapan jengah. "Apaan lagi sih? Gue dari tadi udah dengerin lo ngoceh terus."

"Itu ... Dapat salam dari bang Abyan."

He's Not A Badboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang