"Aku bukan tidak ingin sembuh, tapi keadaan memaksaku diam supaya tidak mengecewakan."
Kinaan Alfarez Dirgantara
•••
"Cinta itu tidak berbentuk dan tidak berupa. Tapi cinta bisa dirasakan bahkan bisa menghancurkan hati manusia."
Clarissa Athanasia Raymond
👑👑👑
"Farez punya PTSD (Post traumatic stress disorder)," lirih Rissa sambil menutup wajahnya dengan tangan.
Hatinya hancur setelah mengetahui Farez memiliki gangguan mental dan sulit untuk mengendalikan diri jika gangguan pasca trauma itu kambuh. Bahkan dia selalu menyakiti diri sendiri karena sering membayangkan kejadian itu meskipun secara sengaja ataupun tidak.
Ini semua juga karena faktor keluarganya. Sejak bunda Diana meninggal, Farez seperti dikucilkan dan seolah dianggap sebagai penyebab kematian itu. Didikan ayahnya yang keras dan sifatnya yang suka memendam masalah ternyata telah menjadi bom waktu yang menghancurkan mental dan dirinya sendiri.
Sosok yang begitu tenang di luar, ternyata sangat berisik di dalam. Farez dengan segala huru-hara yang ada di dalam otaknya.
Sudah beberapa kali Rissa melihat Farez mengamuk, berteriak bahkan menyakiti dirinya sendiri. Tapi dia tidak paham dan tidak tau apa yang terjadi dengan cowok itu. Setiap kali sahabatnya meminta dia untuk konsultasi ke psikiater atau psikolog, Farez selalu menolak.
Kini Rissa tau alasan kenapa Farez tidak mau pergi ke psikiater atau psikolog. Dia tau kenapa Farez selalu berusaha tenang seperti tidak terjadi apa-apa dan tau kenapa Farez selalu terlihat sempurna, nyaris tidak ada kekurangan sedikitpun.
Semuanya karena Farez ingin menjaga nama baik ayahnya. Dia tidak ingin terjadi stigma masyarakat yang bisa merusak martabat keluarga karena tersebar fakta bahwa putra bungsu jenderal TNI AD mengalami gangguan kejiwaan.
Bagi Farez, martabat ayahnya jauh lebih penting daripada kesehatan mentalnya sendiri.
Rissa menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya. Dia masih teringat jelas bagaimana raut wajah Farez saat selesai pengobatan metode psikoterapi. Wajahnya pucat pasi, kedua matanya sembab, tatapannya kosong seolah sedang terhipnotis. Dia tidak sanggup lagi sehingga memilih untuk pulang lebih dulu dari rumah sakit.
"K-kok dia bisa s-sekuat itu ya?" tanya Rissa terbata-bata sambil berusaha menahan isakan tangisnya.
"Pantesan banyak yang bunuh diri, ternyata orang yang kena gangguan mental itu nggak boleh diremehin."
"Untung Farez mau diperiksa meskipun dipaksa sama kita. Kalau enggak dia ..."
Rissa mengacak rambutnya frustasi. "Nggak! Farez pasti sembuh."
Sungguh, Rissa bukanlah orang yang mudah menangis. Tapi kalau sudah menyangkut tentang Farez, dia tidak bisa menahan hatinya yang ikut terluka karena penderitaan cowok itu.
Cinta itu indah namun menyakitkan. Manusia akan bahagia jika melihat orang yang dia sayangi bahagia, namun manusia juga akan menderita jika orang yang dia sayangi terluka.
Bisa juga dibilang, kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita juga. Cinta terlalu rumit untuk dijelaskan. Cinta itu tidak berupa dan tidak berbentuk, tapi bisa dirasakan dan bahkan bisa menghancurkan hati manusia.
Sekali lagi, Rissa merasa tersiksa dengan perasaannya sendiri. Dia tidak mengelak jika hatinya masih ada sedikit harapan kepada cowok itu meskipun lebih banyak tekad untuk melupakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Not A Badboy
Teen Fiction#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Bagaimana jika putra dari seorang jenderal TNI-AD yang merupakan berandalan pesantren kembali ke Jakarta? Ini adalah kisah seorang anak laki-laki bermata hazel yang mengalami problem keluarga dan dihantui oleh masa lal...