40. SELAMAT TINGGAL AMMAR

2.1K 193 3
                                    

Suasana tak sebaik yang Vince duga. Dia hanya meminta untuk bertemu dengan Karl, namun semua putranya malah ikut pulang. Lalu ditambah Akio yang duduk dengan satu kaki dimeja. Minus tata krama.

"Vince, kapan kamu mengenal putra bungsuku?"

Karl yang duduk berhadapan dengan Vince memulai pembicaraan diantara ketegangan. Sedangkan ketiga putra Karl yang lain menatap dua buronan yang kini bertamu dikediaman mereka.

"Apa sesusah itu mencari informasi mengenai putra anda, Tuan Karl?" Ujar Vince tersenyum mengejek.

Ini adalah alat pancing. Tidak mungkin seorang Dawson tidak mengetahui semua rekam jejak anggota keluarga mereka sendiri.

Menanggapi itu, Karl tersenyum simpul. Ia tidak tersinggung dengan perkataan Vince. Dirinya paham jika pria di depannya ini tau jika ia punya koneksi dengan orang dunia bawah. Bisnis yang ia jalankan tak sebersih itu.

"Aku sarankan untuk berhenti memasok senjata dan menjualnya dipasar gelap." Sela Akio dengan intonasi dingin.

"Bagaimana kau–"

Nial menatap tak percaya pada Akio. Padahal selama ini keluarga Dawson dikenal sebagai pemilik usaha hotel dan resort. Bahkan jika berita ini disebar luaskan, tidak akan ada yang percaya jika seorang Karlen Erick Dawson yang ramah menjual senjata pada para mafia.

"Kenapa harus?"

Suara Karl mendingin dan sorot matanya menajam ketika mendapat saran yang tak masuk akal. Itu bisnis yang mereka jalani secara turun temurun.

Akio menaikkan alis. Menurunkan kakinya, ia menumpukkan siku dipaha dan mencondongkan badan. Senyum lebar tercipta saat ada raut tak suka yang ditujukan padanya.

"Paman tidak tau? Ah, pasti tidak. Masa kalian setenang ini jika tau semuanya." Ujar Akio kembali menyenderkan punggung di sandaran sofa.

"Kamu terlalu berbelit. Sebenarnya apa yang mau kamu coba beritahukan pada kami?!"

Nial yang biasanya paling sabar diantara para saudaranya kini mulai kehilangan ketenangan. Ia bergerak maju dan mencengkram baju saudara sepupunya itu.

"Wow.. wow.. bisa kamu lepaskan dulu, adik? Aku datang dengan damai." Kata Akio tersenyum cerah. Namun, ia harus menahan jengkel ketika Nial tidak ada pergerakan untuk melepaskan.

"Vince, bisa tolong singkirkan dia. Aku tidak bisa menyakiti anak dari Bibi yang paling aku sayangi." Akio menoleh ke samping meminta bantuan.

"Aku lebih suka begini. Bisakah kamu seret dia keluar? Kamu tau. Dia terlalu berisik dan banyak mengoceh." Ujar Vince yang langsung diangguki Nial.

"Enyah kau Vince!"

Menghiraukan teriakan Akio yang mengumpatinya, Vince beralih menatap Karl yang masih menunggu lanjutan dari kalimat Akio.

"Apa yang dia maksud?"

Eros yang sedari tadi memperhatikan menyela. Walau ia benci orang-orang seperti Vince ini, Eros tidak bisa bertindak gegabah di depan ayahnya.

"Tujuh tahun lalu saya merampok salah satu kapal distribusi senjata ke Eropa milik anda."

Dalam diam, sudut mata Karl melihat ke arah Carel. Remaja itu dan Emiko yang kini berada dikamar Ammar, hanya dua orang yang tidak tau pekerjaannya yang asli. Tapi, ia rasa Carel sudah cukup besar untuk tau kebenarannya.

"Dan aku mengalami kerugian yang cukup besar atas tindakanmu itu." Balas Karl dingin.

"Kehilangan jutaan dolar tidak lebih menyakitkan ketika anda tau bahwa bawahan anda telah menjual anak kecil ke pelelangan." Vince tersenyum puas saat tiga lelaki berbeda usia didepannya itu terdiam.

TUAN MUDA [Sequel] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang