"Thanks. Nih, baju lo."
Pemuda dengan setelan kemeja putih dan celana hitam itu menyodorkan seragam basket yang ia pinjam tempo hari. Si pemilik hanya mengangguk dan langsung memasukkannya ke dalam tas.
"Motor lo dimana, Jay?" Tanya pemuda yang lain.
"Lagi dicuci di deket sini." Jay menunjuk ke arah luar gerbang.
"Takut Mada udah pulang jadi gue jalan kaki. Nanti yang ada gue lupa kembaliin." Ujarnya beralasan.
Pantas saja. Bel pulang sudah berbunyi lima belas menit lalu. Mereka memang sedang bersiap pulang atau mampir ke markas.
"Lo kemana aja, bego?! Bolos terus perasaan." Kata Kairo. Lelaki dengan jaket biru dongker.
Jay menoleh sinis. "Kayak situ gak aja. Iya gak, Hel?" Sindirnya.
"Gue gak ikut-ikutan." Kata Chahel enggan masuk ke perdebatan unfaedah.
Pemuda dengan baju setengah basah itu mendengus. Memang Kairo ini satu-satunya yang bisa membuat seorang Jay Warren kesal ketika bertemu.
Jay mengalihkan pandangan. Ketuanya itu tengah memakai jaket dan hendak memasang helm. Mungkin jengah dengan para sahabatnya itu dan ingin segera pergi saja.
"Lo beneran mau ngajakin Atlas ke geng kita, Mada?" Tanya Jay.
Pergerakan Mada terhenti. Ia menghela napas sejenak. Sudah berulang kali Jay menanyakan hal yang sama. Dan itu membuat Mada menjadi bimbang. Ia meletakkan helm di atas tangki motor.
"Gue bakal pertimbangin alasan lo. Tunggu sampai gue ketemu dan bicara empat mata sama dia." Itu jawaban Mada.
Rumor soal Atlas yang katanya seorang psikopat tersebar luas. Itu memang belum terbukti benar. Disaat semua data pribadi milik Atlas sangat dirahasiakan.
Mada pikir bagus jika Atlas masuk ke geng Alpadia. Ia membutuhkan orang kuat untuk dijadikan ketua yang baru. Tapi, hingga saat ini tidak ada kandidat yang sesuai di mata Mada.
Mendengar rumor anak baru, ia akan melihat dari jauh dahulu. Jika terbukti benar, Mada rasa memasukkan Atlas itu sama saja menggunakan pedang bermata dua. Bisa balik menyerangnya kapan saja.
"Bagus. Gue gak bisa bayangin masa depan Alpadia di tangan dia." Ujar Jay.
"Tapi, hari ini dia tenang banget. Beda sama rumor yang ada. Apa itu cuman rekayasa aja?" Komentar Kairo.
Mada juga merasakannya. Atlas terlalu tenang dan pendiam di hari pertamanya sekolah tadi. Bahkan sampai pemuda itu memasuki mobil jemputan, Mada tidak melihat tingkah aneh apapun.
"Setiap psikopat punya cara sendiri buat cari mangsanya." Ujar Chahel.
"Ini kenapa jadi ngomongin psikopat. Udah deh, jangan berburuk sangka. Kita gak tau, bisa aja Atlas itu korban lambe turah Apladia." Bela Kairo jengah.
Tidak. Kairo yang salah sangka dengan Atlas. Dia tidak tau, seberapa bahayanya seorang Atlas Caldwell Reyes.
"Terserah kalian. Gue mau pulang dulu."
Kalimat Chahel mengalikan perhatian keduanya. Pemuda itu memakai helm dan memundurkan motornya. Jay menyapu pandangan. Mada ternyata sudah pergi sejak tadi.
"Gue ikut sampai depan, dong." Ujar Jay pada Kairo yang tersisa disana.
"Ogah."
****
"Kita sudah sampai, Tuan Muda."
Pemuda dengan seragam Alpadia itu mengambil sebagian rambutnya untuk di kuncir. Membuat warna putih keabuan yang kontras dengan rambut hitamnya terekspos. Saat keluar dari mobil, sebuah klub di pinggiran kota terlihat sepi. Mungkin karena hari masih sore.