8. ANEH

8.6K 724 0
                                        

Malam itu, Ammar pikir keluarga Emiko terlalu aneh. Mengajak orang asing begitu mudahnya makan bersama. Nial yang mengantar dirinya pulang tanpa menanyakan alamat. Atau bahkan situasi detik ini.

"Ammar udah capek belum?"

Ammar menggeleng mendengar pertanyaan Emiko yang kini tengah menggandeng dirinya berkeliling di mall. Entah bagaimana dirinya bertemu dengan wanita itu kembali saat sedang membawa barang untuk pindahan.

"Ayo kita makan siang dulu disana." Tunjuk Emiko pada resto jepang.

Tanpa menunggu jawaban, Ammar sudah diseret kesana. Keadaan sekarang ini terlalu mendadak baginya. Jadi dengan pasrah ia mengikuti langkah Emiko.

"Kamu mau makan apa sayang?" Tanya Emiko menyodorkan buku menu.

Ammar meringis ketika melihat nama makanan yang tak ia mengerti dan harga yang tertera.

"Gak usah deh, Tante." Tolak Ammar meletakkan buku itu.

"Biar Tante pilihkan." Ujarnya seolah tak mendengar perkataan Ammar.

Emiko menyebutkan pesanannya yang langsung ditulis oleh pelayan. Ammar memperhatikan wanita itu. Ia baru sadar jika Emiko mirip orang Jepang.

"Tante Emi bukan orang Indonesia ya?" Tanya Ammar.

Wanita dengan dress peach itu menoleh dengan senyum hangat. Baru kali ini remaja itu memulai pembicaraan dulu sebelum dirinya.

"Iya, tante orang Jepang. Tante ikut Papa nya Nial ke Indonesia karena ada suatu hal." Jelasnya.

Ammar hanya mengangguk. Lalu matanya menyapu penjuru restoran yang ramai. Banyak ornamen khas negeri sakura yang terpasang disana. Untuk tempat sebagus itu pasti pekerja akan digaji tinggi.

"Ammar mau ke Jepang?"

Remaja kecil itu tertawa kecil dan menggeleng menanggapi pertanyaan random Emiko. Untuk apa juga ia kesana.

"Oh iya, Carel sebentar lagi menyusul. Gak apa-apa kan dia ikut makan sama kita?" Ujar Emiko tak enak. Ia tahu jika Ammar merasa tak nyaman dengan kedua putranya.

"Gak apa kok, Tan." Kata Ammar dengan senyum tipis.

Emiko dapat melihat tembok yang remaja itu bangun. Entah apa yang membuat Ammar bersikap demikian. Walau anak itu tampak ramah pada orang asing, Emiko tau ada batasan tertentu.

Benar saja, beberapa menit setelahnya Carel datang dan duduk disebelah Ammar tanpa kata. Lalu disusul pelayan yang mengantarkan pesanan Emiko.

Ibu dan anak itu mulai menyantap. Tidak dengan Ammar yang menatap sumpit dan nasi kepal dengan ikan mentah diatasnya.

Sudut mata Carel memperhatikan tingkah Ammar. Bibir pemuda itu berkedut saat melihat beberapa kali Ammar memegang sumpit dengan aneh dan menjatuhkan makanannya.

Carel melirik ibunya yang tengah sibuk dengan ponsel. Mungkin ada masalah dengan restoran yang dikelolanya.

"Buka mulutmu."

Ammar terkejut saat sumpit dengan isian sushi disodorkan padanya. Menoleh ke samping, Carel dengan wajah datarnya mau menyuapi Ammar makan.

Tanpa sadar Ammar menurut. Tapi baru masuk mulut, Ammar kembali memuntahkannya di tangan Carel. Refleks, remaja kecil itu menutup mulutnya.

"Mau muntah." Gumamnya.

Carel yang ada di samping Ammar dengan sigap menuntun remaja kecil itu ke kamar mandi. Emiko hanya bisa menunggu di luar dengan khawatir.

Saat keduanya keluar, Emiko dengan sigap membimbing Ammar untuk segera duduk dan mengelap wajah remaja itu dengan telaten.

"Maaf, Tante. Saya jadi ganggu makan siangnya." Ujar Ammar menahan tangis.

Sungguh rasanya ia berada diambang tak enak hati dan lemas. Masih terbayang bagaimana rasa amis menyeruak di dalam mulutnya dan membuat gejolak aneh pada perutnya.

"Bukan salah kamu. Tante yang salah gak tanya Ammar suka gak sama makanannya." Kata Emiko khawatir.

Wanita itu memanggil pelayan. Menyuruh mereka menyingkirkan semua makanan yang ada di meja dan menggantinya dengan yang baru. Tentu makanan matang yang mampu dicerna Ammar.

"Udah enakan? Maafin Tante."

Emiko melihatnya. Bagaimana putra bungsunya yang acuh pada sekitar kini bersikap baik pada seseorang. Namun ia tak bisa melihat pemandangan ini dengan lama. Emiko ada urusan mendesak.

"Sayang, maaf ya. Tante harus pergi sekarang. Nanti Carel dan supir akan mengantarmu pulang." Ujar Emiko merasa bersalah.

"Eh gak usah, Tante Emi. Saya bisa pulang sendiri kok." Kata Ammar tak enak hati. Padahal pasti Carel lelah karena baru pulang dari sekolahnya.

Emiko berdiri dan tersenyum hangat. "Tante gak nerima penolakan. Lagian Carel gak masalah kok, iya kan?"

Carel berdehem. Tak memperhatikan keduanya dan sibuk memakan makan siangnya. Lalu beberapa kali pemuda itu kembali menyodorkan makanan yang baru datang pada Ammar.

"Sampai jumpa lagi." Kata Emiko sebelum menghilang dibalik pintu.

Ammar merasa aneh dengan salam perpisahan Emiko. Memang mereka ini akan bertemu lagi setelah ini atau apa. Semoga saja tidak.

****

Remaja kecil dengan baju hijau army dipadukan dengan celana pendek berwarna hitam itu menatap pemuda di depannya jengah. Beberapa hari ini setiap pagi pemuda itu selalu berdiri di depan pintu kosnya. Kalau tidak di pagi hari, maka saat siang ia akan melihatnya berkunjung ke tempat kerja.

"Gak capek apa kesini terus?" Ujar Ammar. Ia bahkan sudah tak takut dengan tatapan dingin itu.

"Mama saya yang suruh."

Ammar memicing curiga. Bagaimana pemuda dengan seragam SMA itu mengalihkan pandangan saat menjawab pertanyaannya.

"Cepet masuk. Nanti saya telat." Kata Carel ketika tak melihat adanya pergerakan dari remaja itu.

"Yaudah, tinggalin aja. Lagian tempat kerja saya deket kok." Ujar Ammar sanksi.

Aneh sekali. Padahal jarak kos dan tempat Ammar bekerja tak sampai setengah kilo meter. Carel saja yang membuang waktu hanya untuk mengantarnya.

"Gak ada bantahan." Kata Carel menyorot tajam.

Seketika Ammar merasa de javu. Ibu dan anak sama saja. Selalu memaksa apapun kehendaknya. Ammar yang ditatap seperti itu juga mana bisa menolak. Ia tak enak disaat Carel sudah jauh-jauh datang ke tempat tinggalnya.

"Besok gak usah datang lagi." Ujar Ammar saat sudah duduk di samping Carel.

Carel tak menghiraukannya. Pemuda itu meletakkan sebuah kotak makan berwarna biru muda ke pangkuan Ammar.

"Dari mama."

Lagi, Ammar berdecak sebal. Mau mengembalikannya pun percuma. Carel pasti punya berbagai cara agar Ammar mau menerimanya. Dengan membawa nama Emiko tentunya.

"Besok saya gak bisa datang." Kata Carel.

Masa bodo!

Selamanya tak menemuinya juga ia malah sangat bersyukur. Bukannya merasa terbantu, Ammar malah ngeri dengan sikap baik mereka. Ini sudah tidak wajar.

"Kak Nial yang akan jemput."

Sudahlah. Ammar sudah tak mampu berkata-kata lagi. Dia bukan cenayang yang akan tau tujuan dibalik sikap keluarga itu. Dia juga bukan orang berkecukupan yang bisa pindah ke kota lain untuk menghindari mereka.

"Terserah." Ujar Ammar jengkel.

Saat sudah sampai tujuan, Ammar segera turun dan berterima kasih. Melambai pada Carel dengan senyum tipis walau tak dibalas serupa. Hingga mobil menghilang ditikungan, senyum milik Ammar luntur seketika.

"Keluarga aneh."

TUAN MUDA [Sequel] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang