7. ALGIS

9.7K 800 16
                                        

Atlas menyalakan pemantik. Asap rokok berhembus ke udara. Area outdoor kantin tampak sepi. Bukannya tak tahu, Atlas sedari tadi merasa para murid mencuri pandang padanya. Bukan tatapan kagum, tapi itu lebih seperti raut bertanya-tanya atau menatap ngeri.

Pemuda itu acuh. Pikirannya melayang pada malam itu. Dimana sekelebat rupa mirip adiknya terekam di matanya. Hingga ia sadar itu mustahil. Adiknya sudah tiada.

"Kalau guru liat, lo bisa dihukum."

Atlas menoleh saat seseorang datang dan duduk di sebelahnya.

"What?"

Pemuda yang lebih muda itu menatap Atlas dari atas ke bawah. Membuat Atlas heran dengan tingkah laku anehnya.

"Di sekolah gak boleh nyebat." Ujarnya memberitahu.

"What kind of school is this?!" Kata Atlas merasa asing.

Academy Grantland yang pernah ia masuki membebaskan muridnya dalam bertindak. Selagi tidak membawa alat elektronik, kabur dari sekolah atau mengganggu yang lain. Merokok adalah hal biasa yang dilakukan oleh para muridnya.

"Lo aneh." Ujar pemuda itu.

Atlas menatap dingin. Dia tidak suka berbicara dengan orang asing. Apalagi orang yang sok akrab dengannya. Ingin ia bunuh saja. Tapi, jika seperti itu maka perjanjian yang Atlas miliki dengan sang ayah akan batal dan ia akan dipaksa kembali.

"Who are you?! Bisa lo pergi aja." Ini kalimat pengusiran.

Pemuda itu berdiri. Merapikan jas biru dongker yang ia kenakan. Sekilas memandang Atlas yang kembali menghisap rokoknya sebelum pergi.

Dari sudut matanya, Atlas melihat kepergian adik kelasnya itu sebelum teralihkan oleh dering ponsel.

"Gimana?"

Atlas mendengarkan dengan seksama. Informasi yang sangat ia inginkan hingga membawanya ke tempat ini terdengar di rungunya. Membuat Atlas tersenyum miring kesenangan.

"Wait a minute!"

Panggilan berakhir. Atlas membuang puntung rokoknya sembarang. Berjalan sedikit ke arah tembok di dekat kantin yang terlihat sepi.

Dengan mudah, Atlas melompat dan mendarat di sisi lainnya. Dan yang ia lihat pertama kali adalah segerombolan pemuda yang menatapnya terkejut.

"Lo Atlas?"

Atlas menoleh. Heran kenapa begitu banyak orang yang mengenal dirinya. Padahal selama bersekolah disini ia bersikap biasa agar tak menonjol diantara yang lain.

Tak sadar saja jika wajah bulenya dan ketampanannya sudah menarik banyak orang.

Merasa tak punya urusan, Atlas berbalik pergi. Ia tak punya banyak waktu untuk meladeni mereka.

"Tunggu. Ada yang mau kita omongin sama lo."

Langkah Atlas tak berhenti. Pemuda itu terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun. Ia harus segera sampai ke tempat tujuan.

"Lo tuli ya?!"

Atlas menghentikan langkahnya. Lalu berbalik dan mendapati pemuda yang berdiri paling depan dengan dingin. Wajah remaja itu kentara kesal dengan sikap acuh Atlas.

"Gue gak ada perlu sama kalian. So, bye." Ujarnya hendak berlalu.

"Atlas Caldwell Reyes."

Atlas membeku. Langkahnya memelan hingga berhenti karena terkejut dengan suara yang amat sangat ia kenali. Rasanya sudah lama sekali ia tak mendengarnya. Wajah seseorang terlintas dipikirannya secara tiba-tiba.

TUAN MUDA [Sequel] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang