36. MULAI BERGERAK

1.7K 188 8
                                    

"Kau pulang?"

Khaled menghembuskan asap rokoknya hingga memenuhi ruangan. Ia menatap putranya yang beberapa tahun silam tak pernah dilihatnya.

"Terpaksa. Nehan pasti akan marah jika aku membiarkan ayahnya terluka." Ujar Akio. Ia duduk di sofa, jauh dari Khaled yang berada di kursi kerjanya.

"Aku tidak akan mati semudah itu."

Sejauh ini hubungan keduanya. Dari kecil, Akio yang hidup bersama sang kakek jarang bertemu dengan Khaled. Ia tak sedekat itu dengan sang ayah.

"Besok semuanya akan kembali seperti semula." Akio membuka tutup botol wine yang tergeletak di meja dan meneguknya tanpa gelas.

"Dan kau juga akan menghilang seperti kemarin." Balas Khaled dingin.

"Hem, mungkin aku akan pulang di hari pemakamanmu." Akio mengetuk jarinya seolah mempertimbangkan rencananya.

Tak

"Aw! Yang benar saja." Ujar Akio memegang kepalanya yang terkena asbak hasil lemparan Khaled.

"Dasar anak nakal." Kata Khaled kesal.

Walau sakitnya tak seberapa, Akio menikmati momen singkat ini. Berada di sekitar keluarganya bukanlah ide yang bagus untuk orang bermasalah sepertinya. Seluruh dunia akan berbalik menyerang Reyes jika tau ia kembali.

"Suruh Atlas pulang. Pemuda itu ada bersamaku. Akan aku lepaskan jika aku sudah menangkap dalangnya. Dia bisa mengganggu rencanaku."

Akio menyilangkan kaki. Menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa dan memejamkan mata. Ia kurang tidur akhir-akhir ini.

"Apa kau pikir setelah menangkapnya semua orang akan berhenti mengincar kita? Dia terlalu licik dan manipulatif." Ungkap Khaled.

"Itulah kenapa aku menempatkan Vince disisinya."

Kalimat Akio mengambil atensi penuh Khaled. Otot dahinya berkedut kesal. Dengan santainya putranya itu berkata demikian. Tidakkah Akio tau, seberapa gilanya Atlas mencari Vince hingga saat ini.

"Lalu?"

Kedua mata Akio terbuka. Ia menatap langit-langit ruangan seolah berpikir. Hingga ia menegakkan punggung dan memandang Khaled dengan senyum tipis.

"Nah, serahkan semuanya padaku seperti biasa. Aku berjanji tidak akan mengacaukannya seperti dulu. Lagipula Challen pasti kesusahan menangani ini sekaligus mengurus putra sulungnya yang– ah pasti mirip dengan ayahnya. Keras kepala dan merepotkan." Ujar Akio lugas.

"Membereskannya sendirian? Bocah pembuat onar sepertimu? Jangan bercanda." Kekeh Khaled meremehkan.

"Kapan aku bilang begitu? Tentu saja bekerja dengan sahabatku pasti akan lebih menyenangkan." Ujar Akio.

"Tidak. Biar aku–"

"Jangan kira aku tidak tau. Diam disini dan matilah termakan umur. Itu lebih baik daripada mati konyol tertembak musuh karena kesalahpahaman." Kata Akio dingin sebelum keluar dari balik pintu.

Akio melangkah tanpa ekspresi menuju pintu utama. Beberapa pengawal yang berjaga malam itu menunduk saat tau itu salah satu majikan mereka.

"Tuan Muda Akio?"

Langkah pria itu terhenti saat mengenal suara yang memanggilnya. Ia berbalik dan menemukan mantan pengawal pribadinya yang berdiri dengan raut terkejut.

"Lama tidak bertemu, Zein." Ujar Akio melambaikan tangan dengan senyum nakal khasnya.

"Bagaimana– apa Tuan Khaled sudah tau anda datang?" Zein mendekati Akio yang kini lebih tinggi dari tujuh tahu silam.

TUAN MUDA [Sequel] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang