"Gimana kabarnya semua?" tanyaku kepada anak-anak PR yang berjumlah sepuluh orang.
Kami semua telah terduduk melingkar di ruangan sekretariat HMTM. Karena aku malas untuk mencari tempat, aku lebih memilih untuk mengusir semua penghuni sekretariat. Meskipun hari sudah sore dan jadwal perkuliahan seharusnya sudah selesai semua, masih ada beberapa mahasiswa yang nongkrong biasanya. Entah sekedar menghabiskan waktu atau mengerjakan tugas bersama.
"Baik, Mbak."
"Baik, Kak."
"Mantap." Aku memberikan senyuman. "Buat rapat pertama di sini dulu aja nggak pa-pa, ya. Biar agak kondusif aku ngejabarin acaranya karena pertama. Buat next meeting bisa diatur mau di kafe atau di mana."
"Nggak masalah kok, Mbak," balas Intan diikuti anggukan anggota lain.
"Sip." Aku mengangguk sekali. "Langsung aja, ya. Bentar."
Aku membuka group chat para koor yang menyimpan notulensi dan file rapat kemarin. Selanjutnya, aku mengirimkannya ke grup PR.
"Aku udah kirim hasil rapat koor kemarin, ya. Bisa sambil dicek aja," jelasku. "Paling nanti agak ribet pas seminar karena dijadiin satu sama paper competition. Aku butuh banyak mainly buat nanti jadi LO per tim aja."
"Sama festival, Re," imbuh Dimas.
Dimas ini sama sepertiku, korban paksaan himpunan mahasiswanya. Dia satu angkatan denganku dan berasal dari Teknik Arsitektur. Aku mengangkatnya sebagai wakil untuk membantuku.
"Oh iya, bener itu juga." Aku menoleh ke Dimas. "Kira-kira kalau dari kalian, setelah baca detail acaranya ada yang mau ditanyain dulu nggak?"
Indah mengangkat tangan kanannya.
Aku mengangguk sebagai isyarat mempersilakan.
"Pas paper competition sama seminar kan butuh banyak, ya, Mbak," ucap Indah dengan nada medoknya yang masih kentara. "Nah, walaupun nanti bakal dipilih sepuluh tim aja, tetep butuh juga buat jurinya, kan. Sama speaker buat seminar sebelumnya. Kita, kan, cuma sepuluh orang, nih. Nggak berat banget?"
"Nah," Aku tersenyum setengah. "Kemarin, sih, waktu rapat rencananya bakal dibantu sama anak Sponsorship. Secara Hari-H nanti, kan, mereka job desc-nya nggak terlalu banyak. Gitu, sih."
Semuanya mengangguk tanda mengerti.
"Ada lagi nggak?" Aku memastikan.
Gantian Rico yang angkat tangan dan mengajukan pertanyaan.
Setelah beberapa pertanyaan dari anak lain, aku memutuskan untuk membahas agenda selanjutnya setelah memastikan semua anggotaku paham.
"Kalau udah jelas semuanya, saatnya bagi jobdesc, nih." Aku menangkupkan kedua tangan.
"Yeaayy!" Tiga anak bersorak.
Aku tergelak. "Nggak usah pura-pura seneng gitu nggak pa-pa banget, lho."
Celetukanku dibalas dengan kekehan.
"Aku kemarin udah ngebagi, sih, kira-kira bakal butuh berapa anak per event sama kira-kira ngapain aja." Aku sibuk membuka file Excel yang telah kubuat semalam. "Mungkin yang bakal jadi jobdesc buat semuanya, nyari kontak buat guest star nanti pas festival. Nggak pa-pa, kan?"
Semuanya mengangguk.
"Oh iya, sama speaker-nya juga buat seminar. Misal dari Acara udah fix tema sama mereka request siapa, nanti baru kita cari kontaknya. Kalau buat juri paper, biasanya kita minta rekomendasi, sih, ke dosen. Jadi, tetep bakal nunggu dari Acara juga buat temanya," jelasku panjang lebar. "Nah, kira-kira dari kalian ada request mau di mana nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysteriously Matched
عاطفيةRegen tidak suka sesuatu hal yang rumit. Akan tetapi, seakarang ini ia dihadapkan dengan persimpangan; masa lalu yang muncul kembali tanpa aba-aba, masa depan yang terlalu menggoda untuk dilewatkan, dan seorang anonim yang mampu mengalihkan perhatia...